"Nenek-nenek, apa El punya orang tua?" Ujar dengan penuh nada penasarannya.
Sang Nenek tidak menjawab dia hanya tersenyum sambil mengelus surai Samuel.
Samuel yang merasa tak ada jawaban, memilih melanjutkan makanannya tanpa bertanya kembali.
Samuel faham dari tatapan sang Nenek seakan tidak nyaman jika di tanya. Walaupun dia masih kecil tapi cukup peka dengan tatapan seseorang.
"Nenek hari ini capek yah? Tidak usah mulung biar Samuel aja yang mulung," Ucap Samuel menyelesaikan makanannya.
"Gapapa Nenek tidak capek, hari ini masih kuat." Balas Nenek itu yang di ketahui bernama Hani seorang perempuan berumur enam puluh lima tahun, tidak memiliki anak ataupun suami karena suaminya sudah meninggal saat dia muda dulu dan memilih tidak menikah lagi.
Sedangkan untuk seorang anak Hani tidak punya karena mandul.
"Nenek engga boleh capek-capek, nanti kalau Nenek sakit El sendirian." Ucap Samuel menghampiri sang Nenek lalu mencium pipi Neneknya.
"Samuel aja yang berangkat mulung hari ini yah? Nenek istirahat aja." Lanjut Samuel dengan senyum manisnya lalu mulai menghilang dari pandangan Hani.
"Maafin Nenek Nak," Sendu Hani melihat seorang anak yang dia rawat kekurangan ekonomi yang membuat tubuh anak itu tidak sesuai dengan umurnya lebih kecil dari kebanyakan usia anak lainnya.
Hani itu seorang yang tinggal di desa sedari dia kecil hingga menikah, kondisinya dulu memang tidak bisa di katakan kaya. Karena suaminya dulu hanya bekerja di lahan orang itu pun gajinya tak seberapa.
••
"El hari ini cuman dapet sendikit botol." Sedih Samuel melihat botol yang dia dapatkan saat ini.
"Uangnya bisa untuk makan, tapi cukupnya cuman satu." Lesu Samuel saat melihat uang setorannya hanya cukup untuk makan satu saja.
"Yasudah untuk Nenek saja pasti Nenek lapar, lagian El tadi udah makan." Batin Samuel cepat-cepat melangkah ke arah warung terdekat berniat membeli sesuatu yang cukup untuk di buat makan.
"Mau apa kesini," Ketus pemilik warung melihat anak pemulung terlihat datang ke warungnya.
"Bibik, El mau beli makanan." Balas Samuel semangat menyerahkan uang sepuluh ribunya.
"Uang segini cuman dapat tempe sama nasi doang," Balas pemilik warung sinis menyiapkan lalu melemparnya ke Samuel.
"Sana pergi awas aja sekali lagi kau ada di warung saya," Bentak pemilik warung mendorong tubuh Samuel hingga membuat Samuel terjatuh.
Tidak memperdulikan lututnya yang luka Samuel cepat-cepat pulang memberikan makanannya untuk sang Nenek.
••
"Nenek El bawa makanan," Girang Samuel melangkah ke sang Nenek yang terlihat ada tamu di dalamnya.
"Samuel sini Nak," Ucap Hani menyuruh Samuel berada di dekatnya.
Samuel yang merasa di panggil meletakan makanannya lalu melangkah ke arah sang Nenek.
"Nenek itu siapa?" Tanya Samuel penasaran melihat satu pria yang lumayan tinggi disini.
"Samuel tadi pagi nanya kan orang tua Samuel?" Tanya Hani lembut.
Mendengar itu Samuel hanya megangguk sebagai jawaban.
"Itu Ayahnya Samuel," Tunju Hani ke pria tinggi yang duduk di depannya.
"Ayah?" Ucap Samuel bingung, dia hanya tidak mengerti.
"Benar itu orang tuanya El, sekarang kamu enggak sendiri lagi ada orang tua yang ada untuk El," Balas Hani dengan senyum senangnya, setelah ini Samuel pasti bahagia dan tidak kekurangan ekonomi.
Dan untuk dirinya sendiri? Tidak masalah dia akan pergi ke panti jompo setelah ini karena umurnya yang sudah tua.
"Sudah selesai sekarang ikut saya pulang," Ujar pria yang sedari tadi diam berdiri dari duduknya.
"Nenek El enggak mau pisah dari Nenek hiks," Tangis Samuel memeluk Neneknya.
"Tidak apa sayang, semua akan baik-baik saja itu impian Samuel sedari kecil kan?" Kata Hani mendorong pelan tubuh Samuel agar itu pria di depannya itu.
"Tapi Nek," Sendu Samuel.
"Cepat saya tidak ada waktu melihat drama kamu anak kecil." Balas pria itu memasuki mobil yang di ketahui bernama Devano Arya Bagaskara seorang pengusahan sukses.
"Sana gih," Ucap Hani mendorong Samuel melangkah ke arah mobil, dengan lemas Samuel masuk ke mobil.
Sang sopir segera menjalankan mobil setelah mendengar perintah dari Tuannya.
"Ayah?" Tanya pelan Samuel.
"Panggil saya Tuan," Dingin Devano masih menatap ke arah handphone nya.
Mendengar itu Samuel menunduk sedih, jadi Ayahnya tidak mau dia panggil Ayah yah?
"Baik Tuan," Pelan Samuel masih tetap menunduk,
••
buat ceritaa brothership emg seru, tpi angst lebih seruu v_v
welcome to cerita sad aku lgi, cerita sebelah lgi ga mood lanjutin..
agak mirip kek cerita sebelah ya? nnti di bedain →_→
KAMU SEDANG MEMBACA
Patience || Slow Up ||
Historia CortaKetika dua rumah yang sama-sama tidak menerima keberadaan seorang pemuda bernama Samuel. Bukan tentang rumah yang berbentuk bangunan. Patience yang artinya kesabaran seorang pemuda yang sedari kecil tinggal dengan neneknya saja lalu tiba-tiba Papany...