25. The End

6.4K 239 43
                                    

Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih....

***

Mila duduk dengan santai sambil melipat kakinya dengan anggun di kursi kebesaran yang ada di ruang rapat salah satu anak perusahaan milik ayahnya. Kebetulan sekali perusahaan ini diakuisisi oleh Yoga, dan kebetulan juga Yoga yang memegang kendali untuk urusan perusahaan yang satu ini.

Bukan sebuah kebetulan. Melihat kembali semua yang terjadi Mila jadi mengerti kenapa Yoga memilih untuk mengakuisisi perusahaan ini. Perusahaan yang sebenarnya cukup terbilang besar meskipun tidak sebesar perusahaan ayahnya. Perusahaan ini juga sudah lumayan lama berdiri.

Keputusan mengakuisisi perusahaan seperti ini terlalu berisiko dan gegabah, apalagi melirik seorang Prayoga yang mengambil keputusan tersebut. Meskipun di tangan Yoga perusahaan ini jadi lebih maju dibandingkan sebelumnya, tapi yang Yoga incar adalah hal lain.

Setelah berdebat panjang dan melelahkan, akhirnya Yoga menyerah juga. Lelaki itu mengikuti kemauan Mila, meskipun tanpa kehadiran Yoga di sampingnya, tapi tetap saja surat sakti yang Mila bawa dengan bubuhan tanda tangan Yoga di atasnya sudah lebih dari cukup.

Pintu ruangan diketuk tiga kali sebelum terbuka. Seorang lelaki yang lumayan familiar wajahnya bagi Mila muncul dengan wajah datar. Rambutnya tertata rapi, dengan kemeja biru muda bergaris yang dimasukkan ke dalam celana bahan hitam, ditambah sepatu pantofel hitam sebagai pelengkap.

"Silahkan duduk...," Mila mempersilahkan lelaki itu mengambil tempat duduk di samping kirinya. Sekilas dia sedikit terkejut ketika pertama kali bertemu dengan Mila, namun beberapa saat kemudian lelaki itu sudah kembali seperti biasa.

"Apa kabar..., Alvin?" Tanya Mila kali ini dengan nada yang lebih ringan. Tidak terlalu formal. Ya, lelaki itu, Alvin ada di hadapannya sekarang.

"Ada yang bisa saya bantu Bu?" Tanya Alvin tenang.

Mila sedikit terenyuh ketika mendengar Alvin memanggilnya dengan embel-embel "Bu". Mereka memang tidak banyak bertegur sapa saat masih sekolah dulu. Alvin dan dirinya adalah saingan berat dalam hal murid terpandai di sekolah.

Melihat Alvin yang seperti sekarang entah mengapa membuat Mila jadi ingin menangis. Sungguh lelaki ini adalah lelaki yang paling giat dan rajin yang pernah Mila temui, disamping isi kepalanya yang cerdas. Sekarang lihatlah, dia seharusnya bisa menjadi seorang yang luar biasa ketimbang terjebak di situasi tidak menguntungkan seperti ini. Yoga sungguh keterlaluan pada Alvin.

"Tidak perlu se formal itu. Aku tanya apa kabar kamu?" Jelas Mila masih dengan nada bicara yang santai.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja..." Jawab Alvin. Dia mengamati Mila yang masih bersandar pada kursi.

Jujur saja dia terkejut ketika diberitahu kalau Karmila Haditama, putri pemegang saham utama di perusahaan tempatnya bekerja ingin bicara padanya. Selama bekerja disini Alvin tidak pernah bercerita pada siapapun kalau dia dan Mila pernah satu sekolah. Dia bukan orang yang suka mendapatkan sesuatu karena mendompleng nama orang lain.

"Apa kabar Dior? Dia sudah melahirkan?" Kepala Alvin yang tertunduk mendadak terangkat menatap Mila. Wajahnya penuh tanya dari mana Mila bisa tahu tentang Dior dan kehamilannya? Ah dia lupa siapa Karmila. Tidak memerlukan banyak tenaga juga dia bisa tahu semua yang ingin dia ketahui. Alvin menggeleng cepat.

"Belum, perkiraannya dua minggu lagi." Mila manggut-manggut mengerti.

"Lalu apa rencanamu setelah itu?" Mila sudah menyelidiki semuanya terlebih dahulu. Alvin bukan siapa-siapa, dia hanya pegawai biasa di perusahaan ini. Tanpa jabatan dan tanpa posisi. Menghidupi dirinya, Dior, dan kedua anaknya kelak dengan penghasilan yang sekarang akan terasa sulit. Apalagi Dior sama sekali tidak bekerja, ibu rumah tangga penuh.

Ternyata Kita Tetangga (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang