Happy reading guys, jangan lupa vote dan comment nya biar aku tambah semangat nulis ini. Thank you...
***
"Jangan melihatku seperti itu..." Kata Mila ketika dia sudah menutup pintu mobil Yoga. Lelaki itu tampak gagah tentu saja dengan kemeja biru muda, dasi garis-garis biru tua, dan celana abu-abu tua yang senada dengan jasnya. Tatapan menusuk yang terlihat jelas dari kacamata aviator yang digunakan Yoga.
Kemarin Yoga bilang jam tujuh pagi dia akan menjemput Mila di sini. Ketika Yoga bilang jam tujuh pagi, artinya bukan dia akan sampai jam tujuh pagi, melainkan mereka akan berangkat jam tujuh pagi dan Yoga sudah akan tiba sebelum jam tujuh pagi. Untung saja Mila tidak terlambat, tapi kenapa lelaki itu malah menatapnya begitu.
"Kamu masih ingat apa yang kita bicarakan kemarin di telpon?" Tanya Yoga yang langsung membuat kening Mila berkerut.
"Hampir semuanya aku rasa. Kenapa memangnya?"
"Coba sebutkan garis besar pembicaraan kita kemarin." Kali ini adalah perintah, bukan perminataan. Terdengar jelas dari nada bicara Yoga.
"Aku bilang mau buka brand perhiasanku sendiri, lalu aku minta pendapatmu dan kamu bilang kita bicarakan hari ini, makanya kamu jemput aku kan?" Yoga mengangguk membenarkan. Cerdas, ketika dia bilang untuk menjelaskan secara singkat Mila benar-benar melakukannya.
"Good, artinya kamu sedang tidak mabuk semalam ketika menelponku. Pakai sabuk pengamanmu." Mila benar-benar tidak percaya dengan lelaki yang ada di sampingnya ini. Dia meminta Mila mengulang semuanya hanya untuk memastikan kalau Mila serius dengan idenya? Keterlaluan Yoga.
"Aku nggak pernah mabuk! Segelas wine tidak akan membuat orang mabuk." Protes Mila tidak terima sambil memasangkan sabuk pengamannya. Ketika Yoga sudah melihat sabuk pengaman itu terpasang, dia langsung menginjak gas dan melajukan mobilnya.
"Siapa yang tahu, mabuk mana bisa diprediksi kan." Sahut Yoga cuek. Untung saja jalanan belum mulai padat, ya karena mereka berangkat masih pagi juga.
"Kamu sudah rapi sekali pagi-pagi begini." Mila membandingkan penampilannya dengan Yoga yang sudah siap paripurna. Memang dia tidak jelek-jelek amat, tapi kalau disandingkan mereka amat sangat jomplang. Mila hanya mengenakan celana jeans biru muda dengan kaos slimfit hitam. Dia tidak menggunakan riasan wajah selain tabir surya dan alis.
"Saya harus kerja, memangnya kamu mengharapkan saya datang seperti apa? Kaos dan celana pendek?" Yoga sempat menatap Mila sebentar sebelum kembali fokus pada jalanan. Dengusan jengkel Mila tentu saja bisa didengar jelas oleh Yoga.
"Mulut lelaki ini tajamnya ampun..." Keluh Mila dalam hatinya. "Siapa tahu kan habis ini mau pulang siap-siap lagi." Kata Mila pelan sembari memperhatikan jalanan.
"Repot dan macet, yang ada saya terlambat kerja nanti," Biar pelan juga Mila lupa kalau Yoga tidak tuli dan masih punya pendengaran yang baik. "Kamu mau sarapan apa?" Yoga mengubah topik pembicaraan mereka sebelum nanti malah berakhir dengan saling adu mulut.
"Kopi, roti, atau croissant. Bubur ayam juga boleh, atau nasi uduk juga nggak apa-apa." Yoga melirik Mila sekilas.
"Jadi mau yang mana? Nggak mungkin makan semuanya kan?" Tidak ada jawaban dari Mila, tapi Yoga tahu kalau Mila sedang berpikir sekarang. Sungguh untuk sekedar memutuskan mau makan apa saja sampai perlu berpikir sekeras itu? "Ya sudah semuanya saja..." Kata Yoga.
Yoga membawa Mila ke sebuah restoran cepat saji yang terkenal. Menu sarapan lumayan lengkap ada di sana, paling tidak kopi, bubur, dan nasi uduk bisa Mila dapatkan jadi dia tidak pusing memikirkan sarapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata Kita Tetangga (Completed)
RomansaKarmila ingin menenggelamkan dirinya ke dalam Samudra Atlantik, tenggelam dan mati membeku ketika tahu kalau tetangga baru di samping unit apartemennya adalah Pradipta. Ya, Pradipta yang lima belas tahun lalu menolak cintanya mentah-mentah dan mempe...