23. Maaf yang Sederhana

2.7K 231 24
                                    

Hai hai, Ternyata Kita Tetangga tinggal beberapa part lagi tamat ya. Terima kasih untuk kalian semua yang sudah nungguin cerita ini, sudah mendukung aku di Karyakarsa juga. Sudah kasih banyak support yang bikin aku tambah semangat menulis. Pokoknya terima kasih banyak...

Happy reading all, jangan lupa vote dan commentnya yaa...

***

Hendra masuk ke kamarnya bersama dengan Yoga seusai makan malam mereka. Meninggalkan Liyana dan Mila yang membereskan sisa-sisa makanan dibantu asisten rumah tangga. Sementara Dipta memilih ke taman belakang, menyendiri. Beberapa kali Mila mencuri pandang pada Dipta yang hanya terdiam di sana.

Setelah mengangkut beberapa piring, Mila pamit untuk menyusul Dipta ke belakang. Dengan langkah pelan dia duduk di kursi batu di samping Dipta. Menyisakan jarang sekitar tiga puluh sentimeter. Dipta menoleh sebentar, kemudian kembali menatap beberapa tanaman yang ada di depannya.

"Terima kasih sudah mau datang.." Ungkap Mila jujur. Rasa tidak nyaman berada di sekitar Dipta tetap masih ada, tapi dia juga mengerti seberapa ingin Yoga membawa Dipta kembali pulang dan berkumpul kembali. Jadi Mila mengesampingkan egonya. Kalau ditanya dia lebih baik tidak berada dalam satu ruangan bersama Dipta.

"Lucu rasanya mendengar kamu mengucapkan hal itu karena secara tidak langsung ini masih rumahku juga kan..." Mila menyambutnya seolah dia sudah lama menjadi bagian keluarganya, seolah-olah Dipta tidak pernah pulang belasan tahun.

"Soon to be kalau kamu lupa." Mila tersenyum manis sekali. Tidak ada lagi tatapan jengkel dari Mila untuk Dipta. Mila berusaha melupakan semua yang sudah terjadi di antara mereka. Bagi Mila, Dipta akan menjadi seseorang yang akan selalu ada di sekelilingnya nanti. Mau tidak mau, suka tidak suka Mila harus bisa menerima.

"Kalau aku datang lebih dulu sebelum kamu bertemu dengan Mas Yoga, apa semuanya akan berubah?" Mila menarik nafasnya dalam-dalam. Mencerna perkataan Dipta. Dia berpikir sejenak, kemudian menetap Dipta dalam-dalam sebelum akhirnya dia menggeleng.

"Percaya tidak percaya, aku pasti akan bertemu dengan Yoga akhirnya," Dipta masih menunggu Mila melanjutkan kata-katanya. "Sulit menolak seorang Prayoga kan? Nyaris sempurna, kalaupun ada beberapa kekurangan bisa dimaafkan dengan mudah." Mila tertawa. Kali pertama dia bisa kembali tertawa bebas bersama Dipta. Hanya yang menyakitkan adalah orang yang sedang mereka bicarakan tetaplah Yoga.

"Sebelum aku menaruh perasaan pada Yoga, Papi sudah lebih dulu menyukai Yoga. Kalau bukan karena Papi yang bersikeras mengenalkan kami, mungkin aku dan Yoga belum bertemu sampai sekarang. Tidak ada hal yang spesial dari pertemuan kami, hanya saling mencoba membuka hati siapa tahu memang berjodoh. Tapi lama kelamaan malah semakin dekat dan saling membutuhkan."

Dipta terdiam. Dia mengenal kakak lelakinya dengan baik. Tidak sulit untuk bisa mencintai Yoga. Prayoga adalah lelaki yang sederhana, bahkan ketika kesuksesan mengelilingi hidupnya, Yoga tetap orang yang sama seperti yang dulu Dipta kenal. Kakak laki-lakinya yang selalu menjadi garda terdepan untuk melindunginya.

Yoga tidak pernah tergiur dengan apa yang ditawarkan dunia. Hidupnya selalu ada di jalan yang benar, tidak pernah menyimpang ke kiri maupun ke kanan. Itu juga yang mungkin membuat Yoga bisa meraih impian dan cita-citanya, menggenggam dunia yang selama ini ingin didapatinya.

Lalu ketika lelaki seperti Yoga bertemu dengan wanita seperti Mila yang tidak hanya cantik dan cerdas, tapi tahu apa yang dia inginkan serta tahu bagaimana cara mendapatkannya, kata-kata cocok masih terlalu kurang untuk menggambarkan dua sejoli itu. Apa yang bisa Dipta harapkan? Berada di samping Mila? Tidak mungkin, sejauh apapun Dipta melangkah dia tidak akan mampu sejajar dengan seorang Karmila. Lain halnya dengan Yoga.

Ternyata Kita Tetangga (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang