Happy reading all, jangan lupa vote dan comment nya. Thank you...
***
Memulai sebuah bisnis ternyata bukan sesuatu yang mudah, terlebih lagi untuk orang yang tidak punya latar belakang bisnis sebelumnya seperti Mila. Banyak mendengarkan papinya bicara atau ikut meeting sesekali dulu saat dia masih sekolah tidak menjamin dia jadi sedikit mengerti tentang bisnis meskipun Mila pandai.
Penjelasan Yoga tadi tentu cukup banyak membantunya. Paling tidak Mila bisa mengira-ngira berapa biaya yang dia perlukan dan harus dia sediakan untuk memulai usahanya. Yang pasti milyaran, belum tentu juga bisa langsung balik modal di tahun pertama. Bisa jadi baru dua atau tiga tahun kemudian usahanya bisa berjalan dengan baik dan tidak merugi. Berarti paling tidak Mila harus punya uang senilai tiga kali lipat modal usahanya.
Mila menghela nafas kalau mengkalkulasi berapa banyak biaya yang dia butuhkan. Tabungannya memang cukup, tapi tetap saja menguras uangnya. Dia jadi menimbang-nimbang lagi apakah ini menjadi keputusan yang tepat atau tidak. Pendapatannya dari Cartier bukan main-main, jelas nominal yang belum tentu bisa dia dapatkan kalau memutuskan untuk membuka usaha sendiri.
Setelah makan siang sambil menerima kuliah dan ceramah dari Yoga, Mila memutuskan undur diri. Yoga harus bekerja, ada rapat penting terkait proyek baru mereka, Mila juga tidak mau repot-repot menyusahkan Yoga yang bersikeras mengantarnya kembali setelah makan siang tadi.
Mila tidak semanja itu. Dia lebih baik memesan taksi dari pada harus merepotkan orang lain. Lagi pula dia juga tidak ingin langsung kembali ke apartemennya. Dan disinilah Mila sekarang setelah hampir setengah jam berkendara, jalan memasuki komplek perumahan orangtuanya. Ada mami di rumah, jadi tidak ada salahnya pulang dan sedikit curhat mungkin.
"Sudah sampai mbak. Benar disini kan rumahnya?" Tanya supir taksi tersebut dengan sopan.
Mila melirik argo yang tertera di sana. Hampir delapan puluh ribu rupiah. Kemudian dia mengambil selembar uang seratus ribu rupiah dan menyerahkannya pada supir taksi tersebut.
"Makasih ya Pak, ambil saja kembaliannya..." Ujar Mila kemudian bergegas keluar dari mobil.
Sampai di depan pagar Mila tidak perlu repot-repot memencet bel karena satpam rumah yang sudah mengenalinya langsung membukakan pintu gerbang.
"Non, tumben pulang siang-siang begini."
"Iya Pak, lagi males aja kerja. Lagi nggak ada kerjaan tepatnya. Makanya pulang. Mami ada kan ya? Lupa-lupa inget deh jadwal arisannya." Tanya Mila sambil mengingat-ingat karena memang dia lupa tanggal ini jadwal arisan maminya atau tidak.
"Ada non, ibu arisannya masih lusa." Mila manggut-manggut mengerti, lalu berjalan masuk ke dalam.
Sampai di dalam benar saja, Amanda sedang santai nonton sinetron di televisi ditemani sebungkus keripik dan secangkir teh sambil sesekali tertawa. Perlahan namun pasti Mila melangkah mendekati maminya.
"Mami mah kebiasaan hobinya begini terus. Nggak bosen apa depan televisi terus..." Sungut Mila menyambar bungkus keripik dari tangan maminya. Dia mendudukan dirinya tepat disamping Amanda, kemudian mengambil keripik dan mengunyahnya.
"Kamu tuh kebiasaan bikin kaget mami aja. Tumben pulang ke rumah. Siang-siang begini lagi..." Amanda meraih kembali bungkus keripik dari Mila.
"Lagi nggak ada kerjaan mi..."
"Emangnya kapan sih kamu sibuk sama kerjaan. Perasaan dari dulu santai-santai saja." Mila menggaruk kepalanya. Tidak terlihat sibuk bukan berarti tidak punya kerjaan. Mila hanya tidak pernah menunjukkan kesibukkannya di depan siapapun. Mana ada yang tahu berapa hari Mila harus begadang dan tidur hanya tiga jam seharinya kalau sedang sibuk?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata Kita Tetangga (Completed)
RomanceKarmila ingin menenggelamkan dirinya ke dalam Samudra Atlantik, tenggelam dan mati membeku ketika tahu kalau tetangga baru di samping unit apartemennya adalah Pradipta. Ya, Pradipta yang lima belas tahun lalu menolak cintanya mentah-mentah dan mempe...