Chapter 8

1.3K 84 0
                                    


Di dalam ruangan serba putih. Tercium bau obat obatan juga, di sana juga ada 3 orang lelaki yang masih memakai pakaian sekolah nya diantaranya salah satu dari mereka terbaring dengan luka yang ada di tubuhnya.

"Ini bukan pertama kali nya?" tanya Rendy yang duduk di samping brankar menggunakan kursi yang ada sama seperti Rendra yang ikut duduk di samping Rendy menggunakan kursi.

"Iya, dan gue benci itu." Jawab Rendra, matanya masih fokus pada Erza yang terbaring.

Rendy memejamkan matanya sejenak menahan gejolak amarah yang sendari tadi ia tahan. Dirinya menoleh kesamping.

"Kenapa lo ga bantu, Erza?!." Jujur Rendra agak terkejut kala mendengar suara intonasi Rendy yang meninggi hingga membuat nya menoleh.

Rendra menghela nafas lalu membalas ucapan Rendy.
"Itu .... Karena, Erza selalu ngasih kode jangan ikut campur."

"Harus nya lo ga usah peduli-in itu, Dra!" Rendy masih mengucapkan kalimat itu dengan intonasi yang cukup tinggi.

Rendra justru menunduk menatap kepalan tangannya yang ada di atas paha.
"Erza pernah bilang. 'jangan ikut campur saat gue di luka-in kalo lo sampe ngebantu gue dan hajar si Xavier, gue bakal kena imbasnya bahkan lebih."

"Gue bingung dan ga ada pilihan lain selain diem ngeliat adik sahabat gue di gitu-in," lanjut Rendra.

Rendy malah memikirkan alasan mengapa Erza melakukan itu. Tapi ia sedikit tertegun mendengar ucapan Rendra itu.

"Adik sahabat ... Lo?," beo Rendy dan Rendra pun ikut menatap Rendy.

"Erza ... Adik sahabat gue yang udah pergi beberapa hari yang lalu, gue bener bener ga nyangka pertemuan itu bakal jadi yang terakhir, dan saat itu gue denger dia bunuh diri. Gue ngerasa bersalah ga bisa ada di samping dia, seharusnya sebelum dia ngelakuin hal semacam itu, dia ke gue! Bukan bunuh diri!" Jelas Rendra, mata nya memburam karena matanya mulai berkaca-kaca mengingat kejadian itu.

Rendy terdiam. Ingatannya kembali ke pertemuan terakhir nya dengan Rendra.

___________

Dua orang lelaki yang tengah duduk di re-rumputtan, mereka di sajikan pemandangan yang indah di langit malam penuh bintang, terkadang suara hewan pada malam hari juga terdengar.

Angin semilir membelai rambut mereka perlahan. Sekian lama hening, salah satu dari mereka bersuara.

"Ternyata lo tau tempat sebagus ini," ungkap seorang lelaki bernama Rendra itu menoleh ke samping.

Lelaki di sebelahnya ia lah Renal. Lelaki itu ikut menoleh kesamping.
"Hm, gue ga sengaja nemu."

Rendra menganggukkan kepalanya.
"Nal, liat deh, bintang nya banyak banget!! Gue jadi bingung nyokap gue yang mana," ungkap Rendra menatap langit malam ini.

Renal pun ikut menatap langit itu.
"Nyokap lo selalu ada di hati lo sendiri." Balas Renal dengan raut datar namun suara nya terkesan lembut.

Rendra tertegun sebentar sebelum seulas senyum manis milik nya tercipta.
"Hehehehe bener kata lo, Nal. Nyokap gue selalu ada di hati gue," ujar Rendra tetap melihat ke arah langit malam.

Mereka berdua kini terdiam. Hingga Renal bersuara tanpa menatap Rendra.

"Dra, kita ini sama sama manusia biasa yang ga sempurna kan?" Pertanyaan itu membuat Rendra menatap sang lawan bicara..

"Iya, kita ini cuman manusia biasa yang selalu di tuntut sempurna." Balas Rendra.

"Kalo gue mati duluan, lo ngapain?," tanya Renal membuat Rendra memukul punggung Renal sangat keras hingga membuat Renal meringis kesakitan.

"Jangan ngomong ngawur kayak gitu njir!" Rendra tak suka dengan pembahasan yang di bicarakan Renal.

"Jawab aja pertanyaan gue," kata Renal seraya mengelus punggung nya hang terasa nyeri.

Rendra terdiam hingga ia bersuara.
"Gue ... Bakal ikut lo aja, gue ga sanggup lagi berjalan sendirian di bawah tekanan. Gue udah ngerasain itu, Nal. Gue ga mau lagi." Jawab Rendra kembali menatap langit.

Renal sedikit tertegun mendengar.
"Kita sama, Dra. Gue juga pernah berjalan sendiri di bawah tekanan."

"Tapi, kalo gue pergi duluan, jangan ikut gue dulu sebelum waktu nya, karena gue bukan manusia sempurna." Entah kenapa Renal mengucapkan hal itu, mungkin karena firasat nya yang akan terjadi sesuatu yang mungkin akan menghancurkan pertahanan nya yang selama ini ia bangun.

"Kalo lo malah ke sana sebelum di panggil, gimana?" Tanya Rendra saat itu.

Renal tersenyum, bukan lagi tipis namun lebar hingga Rendra tertegun kembali.

"Berarti saat itu tekanan yang gue hadapin itu udah bisa bikin pertahanan gue hancur." Jawab Renal.

"Kalo pertahanan gue juga hancur saat lo mati di hadapan gue gimana?," Tanya Rendra yang takkan mungkin terjadi.

Justru Renal terkekeh kecil lalu menatap sahabatnya yang juga ikut menatap nya.

"Kuat-kuat-in ya? Nanti kalo udah waktu nya kita bakal ketemu bareng," jawab Renal membuat Rendra.

Rendra kemudian berucap.
"Kalau gue yang mati duluan gimana?" Tanya Rendra.

Renal kini yang terdiam, ia juga seperti nya memikirkan hal itu bahkan sejak dulu.

"Gue ... Mutusin untuk bertahan saat lo pergi ninggalin gue, tapi gue harap gue bisa ketemu lo lagi." Jawab Renal.

_____________

Rendy terdiam hingga tangan Erza terlihat bergerak menandakan bahwa Erza akan bangun. Di situlah Rendra mengusap air matanya yang tadi sedikit terjatuh dari pelupuk mata.

"Bang Rendra nangis? Kenapa?" Tanya Erza mulai menegakkan tubuh nya yang di bantu oleh Rendra.

Rendra menggeleng.
"Siapa yang bilang nangis? Orang gue ga nangis kok! Si Rendy kali yang nangis," ujar Rendra membuat Erza menoleh, dan dirinya baru sadar ada seorang lelaki yabg sebaya dengan Rendra berwajah datar itu.

"Dan di samping nya bang Rendra siapa?" Tanya Erza mulai mengubah raut nya datar karena seperti nya ia lupa siapa lelaki yanga ada di samping nya Rendra.

"Masa lo lupa, dia itu Rendy," kata Rendra.

Erza kemudian menggantikan raut nya terkejut, Rendy?

Rendra terkekeh melihat wajah Erza.
"Pasti lo kaget ya kan? Gue juga hampir ga kenal karna tuh bocah mukanya kayak triplek!"

Rendy menatap sinis Rendra, bisa bisa nya dirinya di panggil muka kayak triplek.

Drtttt

Mereka semua menoleh ke arah Rendy yang mendapat kan panggilan. Lantas Rendy mengambil handphone nya yang ada di saku celana.

"Kenapa?" Tanya Rendy datar pada sang lawan bicara yang ada di tempat lain.

****

VOTE ⭐

RENAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang