Perfect parents

5 1 0
                                    

.
.
.
____________

Foto sampul oleh:
IG: indahlwr

Foto ilustrasi oleh:
Canva: Karya pribadi

Sumber cerita:
Inspirasi dari kawan dan google

----------
.

.
.
.
.

Ponorogo, 2 Desember 2011. Ruang tamu berukuran sedang. Model-model rumah modern. Tembok beton dengan cat putih. Lantai keramik putih. Lampu menyatu dengan platfoam rumah atau langit-langir rumah. Sepasang suami istri tengah berbincang mengenai anak perempuan mereka. Duduk berdampingan di sofa. Istri tengah memandang facebooknya dan suami tengah membaca koran.

"Pah, anak kita udah umur 9 tahun kan?"

"Iya Yana. Desember ini."

"Pah. Ingat kelas mengasuh anak kita dulu?"

"Iya Yana. Saya tahu."

"Kapan kita mau jelaskan ke Yana?"

"Sebentar sore?"

"Janganlah Pah. Kita susun dulu materinya."

Si suami langsung berdiri meninggalkan Istrinya. Istrinya itu menatap dengan tatapan heran. Mungkin bertanya-tanya, kenapa suaminya lansung berdiri meninggalkannya. Ternyata Bapak itu pergi mengambil pena dan buku tulis kosong di kamar. Terlihat tataan pena dan buku-buku yang rapi di atas meja.

Sementara Istrinya masih dengan ekspresi tidak menyangka. Tapi detik kemudian ekspresinya berubah senang. Sebab Bapak beristri cantik itu tidak pergi untuk menghindari perdebatan. Pena dan satu buku tulis kosong itu menjadi pembeda.

"Kita mulai dari mana Yana?" tanya Bapak itu pada Istrinya.

"Hihi, pah kita mulai dari arti pubertas."

Bapak itu mulai membuka lembar pertama, lalu mencatat. Judul pubertas.

"Tulis Pah, Pubertas itu masa peralihan dari anak-anak ke remaja. Ini normal terjadi pada semua anak perempuan dan laki-laki."

"Oke, sudah."

"Ini kan khusus perempuan saja ya?"

"Iya Yana. Kita hanya bahas yang perempuan saja dulu. Nanti kalau dia tanya soal laki-laki, baru kita bahas soal laki-laki secara umum saja."

"Baik kalau begitu Pah. Tulis pertama, tentang perubahan pada perempuan. Pinggul dan tumbuh bulu halus di area ketiak sama kemaluan. Di bagian ketiak itu boleh dicabut dengan perawatan. Tapi di area khusus, dibiarkan saja. Cukuran hanya akan membuat bulu menjadi tumpul sehingga terkesan lebih tebal."

"Oke sudah."

"Keringat akan lebih mudah berbau dan tidak nyaman. Tapi bisa diatasi dengan rajin mandi dan perawatan kulit. Pakaian baru berbahan halus. Sama parfum yang wanginya tidak tajam."

"Yana. Kita perlu pergi beli kan?"

"Nanti saya saja sama Nara ya Pah. Sekalian kenalin sama produk-produk bagus."

"Oke, lanjut."

"Perubahan lain itu seperti suara dan payudara. Suara bisa dilatih untuk lembut. Payudara akan menunjol. Jadi perlu ditutup dengan BH."

"Oke, BH lalu."

"Ini Pah, soal siklus menstruasi."

Bapak itu berhenti menulis. Dia melihat ke arah Istrinya. Dengan raut sedih. Lalu Istinya mulai mengelus belakangnya.

"Tenang saja Pahhh. Anak kita kuat kok."

"Itu rasanya tidak enak kan?"

"Pah, itu normal. Allah yang ciptain kita begitu."

"Bukan, saya tidak siap melihat anak kita sakit."

"Sakitnya kan normal Pah. Paling hanya dua tiga hari kan."

"Yana, ini kamu yang jelasin kan."

"Iyah. Papah biarin kami berdua saja."

"Oke, selanjutnya?"

"Kesiapan mental untuk menstruasi pertama. Kita jelasin kalau kondisi kejiwaannya bakal mempengaruhi badan. Bahkan mood bisa tidak stabil."

"Oke sudah."

"Blum Pahhh!"

"Masih ada?"

"Iyah dongg. Lupa sama perasaan? Saat masuk masa remaja. Penciuman dan penglihatan pada lawan jenis menjadi berbeda. Ada rasa tertarik. Nah, ini perlu ditahan sampai lulus kuliah S1."

"Haha, langsung peraturan ya."

"Iyah Pah. Kan tutor waktu itu bilang begitu. Kita orang tualah yang meletakan standar," ucap istrinya sambil mengacungi jempol.

"Tapi dia masih kelas 4 SD Yana."

"Pah, kita harus sesuaikan dengan jaman. Akses internet sama film-film itu bentuk alam bawah sadar mereka. Standar baik-buruk, merangsang keinginan berlebih, gaya hidup menyimpang. Ayolah, kan papah ikut juga traningnya. Cara asuh anak kita di jaman begini, yah harus begini."

"Tapi kamu yang jelasin ya?"

"Gaklah Pah. Kalau yang ini, kita berdualah. Biar ada pandangan dari Pria juga."

"Oke-oke, itu saja?"

"Yup, itu saja."

"Yana, kita butuh berapa lama?"

"Kalau untuk anak kita Pah. Cukup tiga hari untuk materi. Satu kali pertemuan saja sudah langsung paham. Cukup kita bikin pengulangan selama sebulan saja. Itu udah cukup Pah."

"Ini akan berhasil kan?"

"Iyalah Pah. Orang tua kita saja berhasil didik kita. Harus optimis dong. Lihat hasil didikan orang tua kita. Saya bisa jaga diri sampai nikah sama kamu. Kamu tidak macam-macam sama saya sampai di pernihakan. Berhasil kan?"

"Yana. Kita itu dididik sama ilmu Agama. Ini ilmu terlalu dini."

"Papah masih gak sependapat ya?"

"Bukan Yana. Saya cuma ragu."

"Gini biar saya jelaskan Pah. Konteks kita saat itu. Hal-hal tabu masih dilarang. Dijaga ketat. Tapi jaman sekarang? Video porno udah kesebar kemana-mana. Banyak anak dan perempuan jadi korban. Papah coba pikirkan dulu. Kenyataan ini Pah."

"Iya, Yana. Yana betul. Jaman sudah berubah."

"Nah, gitu dong Pah."

"Trus kapan kita mulai?"

"Masih ingat kata tutor? Tunggu waktu yang tepat. Dia bertanya duluan atau kita lihat dia mulai bingung dengan tubuhnya."

"Yana, apa kita jangan ijinkan dia pakai HP saja ya?"

"Janganlah Pah. Oh ini. Tambah ini juga. Etika internet."

"Betul! Yana, saya sendiri sampai lupa kalau ini penting."

"Hihi, untuk saya ingat ya Pah?"

"Bagaimana kalau kita mulai besok saja Yana. Tapi materinya itu ini. Etika Internet. Ini lebih baik kan?"

"Papah ikut juga kan?"

"Saya besok ke pasar dulu. Jaga toko."

"Ih Papah mah, alasan mulu."

Suaminya tidak lagi menjawab. Mengalihkan kesibukan di catatan kecilnya itu. Lalu membuat table perkembangan di lembar selanjutnya. Menyerahkannya ke Istrinya yang cemberut. Sebagai persiapan awal untuk edukasi perkembangan dini pada anak. Edukasi pada konteks jaman modern. Modal ilmu mengasuh dan mendidik anak. Dari pelatihan yang mereka ambil sebelum memutuskan untuk hamil anak pertama.

-----Bersambung-----

Info Update
Part 3: Perfect timing
Jumat, 19 Januari 2024
Sebelum jam 8 Malam.

Shine Like SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang