.
.
.
____________Foto sampul oleh:
IG: indahlwrFoto ilustrasi oleh:
IG:Sumber cerita:
Inspirasi dari kawan dan google----------
..
.
.
.Waktu berlalu begitu cepat. Kedua anak cantik itu sudah berseragam putih biru. Kedua remaja itu tengah makan di kantin sekolah. Mereka berdua tengah makan roti dari kantin. Melihat ke arah sana.
"Eh, Nara. Aku liat, si manusia itu mulai gosipin kamu deh."
"Si anak orang itu? Biarin saja. Belum ada buktinya kan?"
"Aku takut kejadian di SD terulang lagi Nara."
"Ga usah ditanggapi. Itu lagi cari pengakuan."
"Jadi biarin saja?"
"Kan belum ada masalah besar. Jaga jarak saja. Tegas kalau dia ganggu. Biar perlu bentakin. Itu anak punya mental lemah juga. Rekam aja apa yang dia bilang. Nanti laporin ke guru BK."
"Kamu berani ya Nara."
"Kalau gak berani. Bakal diinjak-injak."
"Aku dulu pengecut sekali."
"Kan wajar. Yang nolak kamu itu satu sekolah. Mental-mental hancur itu berhasil sebar gossip. Bikin kamu dimusihin. Tapi mereka malah jadi solid kan? Bersatu karna sama-sama menolak kamu. Tapi di sini beda. Anak-anak bermasalah tidak dibenarkan. Tidak dibiarkan. Ada perhatian khusus dari bimbingan konseling. Bapak dan Ibu mereka tidak membela kesalahan anak-anak. Oh ya, Lona masih konseling kan?"
"Masihh. Dari kelas 4 sampe sudah kelas 1 SMP. Lama ya?"
"Itu biasa. Lona kan butuh perbaikan diri."
"Tapi lama ya?"
"Tiap luka punya waktu buat sembuh Lona."
"Iya ya."
"Sekarang Lona sudah baikan kan?"
"Sudah Nara. Aku udah bisa rapi-rapi."
"Wah aku liat itu juga. Lona, kamu sudah beda sekali sejak kelas 4. Rambutmu sudah tertata rapi."
Lona langsung memainkan rambutnya sendiri.
"Hehe, tapi Nara. Aku tuh kadang rasa baik-baik, kadang tidak. Aku liat, kita tuh udah makin dewasa. Apalagi kamu. Dewasa banget."
"Ah, dewasa bagaimana Lona?"
"Nara. Kamu yang nasehatin aku selama ini. Bantuin aku buat belajar. Pas aku malas-malasnya. Kamu terbaiklah."
"Hihi, makasih lho. Eh, tapi kamu gak merasa tua kan?"
"Hiii, itu yang aku rasain Naraa. Selain rasa kayak gitu. Aku juga rasa kayak semangat sekali, lalu down lagi. Kayak gak tahu mau ke mana? Tujuanku apa? Tapi kamu ada di jatuh dan bangunku ini. Bikin aku kembali berjuang lagi. Aku harus sembuh."
"Aku senang Lona. Jadi teman kamu."
"Makasih Ya Nara."
Sementara itu, di waktu yang sama. Di tempat konseling terkenal. Konseling harapan. Orang tua dari Nara sementara mendengar perkembangan Ilona dari konselornya. Perkembangan yang sudah cukup baik.
Kabar baik, bahwa Ilona sudah semakin pulih itu disampaikan juga kepada orang tua dari Ilona. Walau hanya lewat telepon siang itu. Mereka sangat bersyukur. Menjadi penyemangat untuk bekerja bagi masa depan anak mereka.
Kembali ke sekolah. Jam Istirahat telah selesai. Nara dan Ilona sudah berada di kelas. Mendengarkan ceramah tentang materi IPS sejarah. Membuka buku KTSP 2006. Nara membandingkan ceramah dari Pak Guru dan isi buku. Lalu dia mengangkat tangan.
Pak guru sudah menduganya, "Ya nak, silahkan."
"Menurut saya. Ini konflik kepentingan."
Pak guru terlihat kagum, "Wah, boleh jelaskan Nak?"
"Tiap negara memiliki sumber daya yang terbatas. Negara-negara kolonial ini keluar bukan hanya untuk pemetaan. Tapi juga sumber daya."
"Ada lagi?" tanya Pak Guru memberikan kesempatan lebih.
"Kolonial mencari nama. Kemudian berkuasa. Lalu mulai meraup sumber daya. Memimpin perdagangan internasional. Satu bahasa untuk internasional. Juga usaha untuk menyebarkan ideologi yang bersifat terbuka. Tapi ada yang kontradiksi di sini Pak. Saya rasa ini tidak baik."
"Silahkan lanjutkan Nak."
"Ideologi yang dikumandangkan ialah keseragaman dan kesetaraan. Tapi praktik nyatanya, hanya spesial untuk Ras tertentu saja. Pengendalian media online seperti alogaritma. Tidak masalah kalau yang sering tampil di layar ialah konten-konten baik. Lihat saja layar kita. Dampak buruk malah menjadi trend. Ini buruk sekali. Apa dampaknya bagi kita?"
"Oke cukup Nak. Buka di halaman selanjutnya."
Pak Guru lanjut menjelaskan masa lalu. Materi selesai lalu pertemuan dengan walikelas sebelum pulang sekolah. Dan selesai sudah sekolah untuk hari ini. Nara dan Ilona berjalan keluar kelas. Seorang kakak kelas menghampiri mereka.
"Hai, Nara kan?"
"Iya kak. Ada apa ya?"
"Saya Amelia. Mau masuk di Jurnalistik gak?"
"Kakak ajak saya?'
"Saya ajak kalian berdua."
Keduanya saling bertatapan. Tersenyum karna mereka tertarik untuk bergabung. Tapi Nara ingin memastikan sesuatu.
"Kak, di jurnalistik itu bikin apa saja?"
"Kita akan liput acara sekolah. Bikin artikel. Bangun IG mandiri. Pegang madding sekolah. Seperti wartawan."
"Kenapa kakak memilih untuk mengajak kami?"
"Maksudnya dek?"
"Maksud saya. Alasan kakak memilih kami."
"Ohh, saya dengar ade Nara sering berpendapat di kelas. Kepercayaan diri seperti ade bisa berguna untuk ekskul Jurnalistik."
Nara tersenyum senang, "Makasih kak."
"Bagaimana? Kalian bergabung?"
Ilona menjawab, "Ya kak. Kami gabung sama kakak."
"Okeyyy, ini ya. Pakai ini," memberikan klip baju dengan logo pena.
"Lucuuu," ungkap Ilona kesenangan saat memakainnya.
Nara terlihat senang juga.
"Okey, kakak pergi dulu ya."
"Makasih kak," ucap keduanya bersamaan.
Kakak kelas itu pergi. Mereka berdua pun meloncat-loncat kesenangan. Bagaimana tidak, mereka bergabung dengan ekskul yang kegiatanya seru. Berjalan ke luar lalu naik angkot. Menuju ke rumahnya Ilona. Dengan kabar baik yang menggembirakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shine Like Sky
Teen FictionMasa remaja seorang gadis cantik. Problema nyata mendewasakannya.