[13]

9 2 0
                                    

Aku bukan persinggahan untuknya, dia bukan geya gistaraku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bukan persinggahan untuknya, dia bukan geya gistaraku.

Joy

* * *

Setelah melihat Nanta yang babak belur Joy langsung saja menyeret pemuda itu ke mini market terdekat. Mengambil dompet pemuda itu yang hampir terjatuh di saku jeans robek yang tengah dipakai. Kemudian Joy memasuki mini market untuk membeli obat dan plester.

Tanpa kata Joy terus mengoleskan salep bening pada bagian wajah Nanta yang tampak luka. Di tengah heningnya malam, sayup suara deru kendaraan dari jalan utama memecah kesunyian yang ada.

Nanta hanya sesekali meringis meskipun tahu Joy yang tengah merawat lukanya itu dengan sengaja menekan-nekan pada bagian yang sakit.

"Ngerepotin."

"Gue ga minta diobatin."

"Tapi lo tunjukin tampang babak belur ini ke gue!"

Nanta mendesis perih begitu Joy menekan gagang pengoles salep pada sudut bibirnya yang berdarah.

"Gue udah lama keluar dari geng kakel itu."  Nanta menatap rupa gadis yang tengah membubuhkan salep pada pangkal hidungnya itu mencoba membaca ekspresi yang ditampilkan gadis tersebut.

"Tapi mereka ga terima, jadi setiap ngelihat gue jadi gini." Meskipun tidak ada tanggapan Nanta kembali melanjutkan celotehannya. "Atau emang mereka cari gue," katanya dengan kekehan pelan.

Selepas menempelkan plester terakhir pada pangkal hidung Nanta, lantas Joy menyahut, "menang atau kalah?"

Mendengar itu sontak pemilik manik coklat kayu itu memandang Joy dengan seringai senang. "Menang."

Menggeleng pelan Joy membereskan bungkus plester yang berserakan di meja. "Maksud kertas lo tadi pagi apa?" Tanyanya serambi membuang bungkus plester yang sudah ia kumpulkan tadi.

"Joyi, gue laper. Sambil makan cilor yuk."

"Gak mau lo pasti boh—"

Suara jeritan cacing dari perut Nanta menginstrupsi. Mendengus kesal Joy menarik tangan pemuda yang tengah mengeluarkan cengiran itu untuk bangkit.

"Makanya jangan buruk sangka mulu, Joyi."

"Gue ga buruk sangka! Lo yang keseringan ngibul!"

* * *

Duduk di salah satu bangku panjang Taman, Joy bersidekap dada seraya memperhatikan lalu lalang manusia yang masih menetap di taman. Kasak-kusuk disertai suara obrolan dari orang-orang membuat malam menjadi cerah.

Melirik sekilas pedagang cilor yang tengah melayani Nanta dengan sabarnya. Joy mengeratkan cardigannya merasakan udara dingin yang menerpa. Hanya dress tidur panjang bermotif floral dan cardigan rajut yang membaluti tubuhnya. Itu karena ia mengira hanya akan berbicara sebentar di depan rumah.

Hello Joy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang