[9]

10 2 0
                                    

2018

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2018

"Joyi."

"Hm," menyahut dengan gumaman Joy senantiasa memusatkan perhatian pada kegiatan yang sedang ia kerjakan. Jari-jarinya yang mengapit bolpoin ungu bergerak cepat menggores sobekan kertas dari bukunya. Menuliskan sebuah angka-angka yang sedang dihitungnya.

"Lo suka banget buku jelek itu?" Seorang pemuda berambut gelap yang tengah bersila di hadapan Joy memprotes kesal. "Jauh-jauh gue datang bawa martabak telor, lo ga ngelirik sama sekali," ucapnya lagi.

"Tanggung ini sebentar lagi selesai," sahut Joy dengan terus memecahkan soal-soal dari buku LKS nya.

"Martabaknya dingin."

"Sepuluh soal lagi."

Terdengar dengusan keras dari sang pemuda, sepasang manik coklat kayunya melengos sebal. Tanpa menoleh Joy menanggapi dengan kekehan geli. Sementara itu otak dan tangannya terus berkerja sama memecahkan soal-soal penuh rumus.

Hari itu angin dingin berhembus melewati dua remaja yang tengah duduk di gazebo itu. Angkasa mulai kelabu sebab awan-awan mendung yang bergerombol. Joy membolak-balikkan LKS serta buku tulisnya mencari rumus yang tepat untuk soal yang sedang ia cari jawabannya.

Merasakan ada cairan mengalir di hidung Joy sontak menariknya kuat kemudian mengelap yang sudah sedikit keluar dengan punggung tangan. Mengira itu cairan bening akibat pilek yang diderita, namun saat melihat punggung tangannya yang terdapat cairan merah sontak ia melotot kaget. Menegakkan badan ia menepuk panik lengan pemuda yang tengah sibuk melihat kesana-kemari di depannya.

"Kenapa? Astaga!"

"Jangan dongak! Badannya tegak terus miring, nunduk!"

Joy menuruti perintah tersebut, tetapi ia kelabakan melihat darah masih mengalir keluar dari sana. "Nanta! Ambil tisu di ruang tamu sana!"

"Sebentar! Jangan nangis!"

Terlambat, air asin dari sepasang netra bulat itu tengah berdesakkan ingin segera keluar dari tempat. Tetap saja ia berusaha menahan isakan meskipun berbagai pikiran negatif datang tanpa diundang.

Beberapa saat kemudian Nanta tiba dengan berlarian membawakan sekotak tisu. Pemuda itu dengan tergesa menyumpal hidung yang masih saja mengalirkan cairan merah.

"Heh dibilang jangan nangis! Joyi cengeng banget sih."

"Ini masih keluar darahnya, kalau gue mati gimana?" Joy menyentuh tisu yang mulai memerah dilubang hidungnya. Pikiran buruk tentang berbagai cara kematian hinggap dalam kepala sehingga bibir Joy semakin melengkung ke bawah.

"Ga ada yang meninggal gara-gara mimisan. Lo itu kecapean." Menyahuti dengan santai sejurus kemudian Nanta mengambil satu potong dari sekotak martabak telur yang teronggok tanpa disentuh sedari datang. "Nih makan aaa," tawarnya dengan terus membuka mulut memperagakan.

Hello Joy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang