❤️‍🩹Part 1 - The First Step Towards Openness

234 11 3
                                    

Setelah satu bulan pernikahan

Selina mulai terbiasa dengan jadwal Hansel yang cukup padat. Sehingga jarang sekali Selina melihatnya ketika malam hari. Pasti Hansel akan pulang larut malam dan pagi harinya akan berangkat bersama. Selina juga sudah tidak bekerja menjadi pelayan cafe lagi. Ia diberikan posisi dengan gaji yang cukup bahkan lebih dari cukup di perusahaan suaminya. 

Bersyukur sekali ia bisa menikmati hidup tanpa pikiran yang mengganggu. Tanpa beban akan hutang ayahnya yang selalu menjadi pikirannya karena setiap hari pasti ada saja kabar hutangnya meningkat. Sehingga percuma saja jika ia mencoba mencicil untuk membayarnya. 

Pagi ini sebelum berpisah dengan suaminya dalam lift, suaminya bilang dia ingin mengajak untuk makan siang di luar kantor. Selina menerima ajakan itu. Mungkin bisa membuat hubungan mereka menjadi lebih dekat. Meskipun tidak ada tantangan atau masalah yang sedang melanda hubungan mereka. 

Begitu mendekati jam istirahat. Selina langsung bersiap-siap untuk menunggu suaminya di lobby kantor. Selina menunggu di lobby kantor seperti yang telah dijanjikan oleh Hansel. Ketika Hansel tiba, dia memberikan tatapan singkat ke arah Selina dan tanpa banyak kata, mereka berdua berangkat ke restoran yang telah disiapkan.

Selina mencoba untuk memulai percakapan, "Terima kasih untuk makan siangnya." Hansel mengangguk sekilas

Mereka duduk di meja yang telah disediakan, suasana menjadi hening. Selina mencoba memecah keheningan, "Bagaimana harimu?"

Hansel menatapnya sebentar, "Sama seperti biasanya."

Selina merasa agak kecewa dengan reaksi Hansel yang pendek. Dia mencoba lagi, "Apakah ada proyek baru di kantor?" Hansel mengangguk. 

Mereka melanjutkan makan siang mereka dalam keheningan. Meskipun sedikit kecewa dengan minimnya percakapan dari Hansel, Selina mencoba memahami bahwa cara Hansel berkomunikasi berbeda.

Setelah makan siang selesai, Selina mencoba sekali lagi, "Apa kamu ingin mencoba hal baru bersama di hari sabtu ini?"

Hansel menatapnya sebentar sebelum menjawab, "Apa?”

“Kita makan bakso di Bogor, kamu mau?” Ajaknya. 

“Kenapa harus di Bogor?” Hansel menaikkan alisnya. “Karena suasananya beda aja.” Jawabnya. 

“Lihat jadwal saya dulu.” Jawaban Hansel yang cukup membuat Selina muncul secercah harapan. 

Selina merasa sulit membaca ekspresi Hansel, tetapi dia mencoba untuk bersabar. Meskipun begitu, rasa ingin tahu dan keinginan untuk lebih mengenal Hansel membuatnya gelisah.

Mereka berdua berjalan keluar dari restoran dalam keheningan. Selina mencoba menggenggam tangan Hansel, tetapi Hansel menarik tangannya dengan halus. Meskipun kecewa, Selina mencoba untuk tidak menunjukkan rasa sakitnya.

Di perjalanan pulang, mereka berdua terdiam. Hansel menuntun mereka kembali ke kantor dalam keheningan yang kembali menghiasi atmosfer di antara mereka.

Selina merasa sedikit frustasi dan bingung dengan ketidakjelasan dalam komunikasi mereka. Meskipun dia menghormati kebiasaan Hansel yang tertutup, keingintahuannya tentang suaminya semakin memuncak.

Meskipun begitu, Selina merasa ada kehangatan terselip di balik ketenangan Hansel. Meskipun dia tidak terlalu ekspresif, Selina merasa terhubung dengan Hansel dalam diamnya.

Setelah hari itu, Selina mulai memahami Hansel lebih dalam. Meskipun sikap dinginnya terlihat dari luar, ada kebaikan hati yang tersembunyi di dalamnya. Mereka mulai menyempatkan waktu bersama, meskipun keakraban mereka lebih terasa dari kehadiran mereka, bukan dari banyaknya kata yang diucapkan.

Namun, di balik kedekatan mereka, Selina mulai merasa kegelisahan. Ketidakterbukaan Hansel membuatnya penasaran tentang kehidupan pribadinya. Meskipun Selina merasa aman dan dihargai, keingintahuannya tentang sisi pribadi Hansel membuatnya merasa tertekan.

Selina merasa tertekan dengan ketidakjelasan yang terus berlanjut dalam komunikasi mereka. Perasaan gelisah nya semakin terasa setiap kali dia mencoba mendekati Hansel, yang tampaknya selalu menjaga jarak.

Malam itu, ketika Selina sudah bersiap untuk tidur, Hansel masih sibuk di ruang kerjanya. Dia duduk sendiri, memikirkan betapa tersembunyinya segala hal yang terkait dengan Hansel. Keingintahuannya tentang suaminya membuatnya semakin merasa terasing, meskipun dia hidup dalam kecukupan material.

Tiba-tiba, pesan masuk di ponselnya.
--

Hansel
Today

Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan besok pagi

--

Selina merasa ada getaran aneh dalam pesan itu. Berbagai skenario berkecamuk dalam pikirannya. Dia merasa tegang tapi juga penasaran. Apa yang mungkin ingin dibicarakan oleh Hansel? Apakah akhirnya Hansel akan membuka diri lebih jauh kepada Selina?

Pagi berikutnya, suasana di rumah terasa tegang. Selina dan Hansel duduk di ruang tamu, terdiam sejenak sebelum Hansel akhirnya mulai berbicara, "Selina, saya menyadari betapa tertutupnya saya dalam hal komunikasi. Saya ingin memperbaikinya."

Selina terkejut dengan pengakuan Hansel. Matanya memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut suaminya, memahami bahwa ini adalah momen yang langka.

"Saya ingin memulai dengan hal sederhana, saya menyadari bahwa komunikasi adalah kunci, dan saya ingin memperbaikinya. Mungkin hubungan kita baru terjalin sebentar dan dimulai tanpa rasa cinta. Mari kita mulai mencoba memperbaiki semuanya…, bersama."

Selina merasa lega mendengar kata-kata itu dari Hansel. Rasanya seperti lonceng pertama bagi perubahan yang lebih baik dalam hubungan mereka. Meskipun masih ada banyak yang harus dijelajahi, tapi inisiatif dari Hansel itu memberinya harapan akan masa depan yang lebih harmonis bersama suaminya.

"Mungkin kita bisa mulai dengan rencana makan bakso di Bogor yang sempat aku bicarakan?" ucap Selina dengan senyum kecil.

Hansel mengangguk, "Baiklah, kita coba akhir pekan ini."

Saat itu, atmosfer di antara mereka berdua terasa lebih ringan. Selina merasa lega bahwa Hansel akhirnya membuka diri sedikit demi sedikit. Langkah pertama menuju komunikasi yang lebih baik telah diambil, dan Selina optimis bahwa ini adalah awal yang baik bagi hubungan mereka.

Perasaan Selina campur aduk antara senang dan khawatir. Dia senang Hansel bersedia untuk melakukan perubahan, tetapi khawatir bahwa kenyataannya bisa berbeda dengan janji-janji itu. Namun, dia memilih untuk percaya pada niat baik Hansel kali ini.

Setelah percakapan itu, Selina merasa lebih dekat dengan Hansel. Meskipun tidak banyak kata-kata manis yang terlontar, namun kesungguhan Hansel membuatnya merasa dihargai.

Beberapa hari kemudian, saat akhir pekan tiba, mereka berdua bersiap-siap untuk pergi ke Bogor. Hansel keluar dari ruang kerjanya tepat waktu, dan mereka berdua berangkat menuju destinasi tersebut.

Selina mencoba memulai percakapan lagi untuk menghangatkan suasana, "Hari ini cuacanya bagus, ya?"

Hansel menatapnya sejenak, "Ya, cukup cerah.”

Meskipun jawaban Hansel masih terasa agak dingin, Selina menghargai keberanian Hansel untuk berusaha berkomunikasi lebih banyak daripada sebelumnya. Mereka berdua terus berbincang tentang perjalanan mereka ke Bogor, mencoba menemukan hal-hal yang bisa mereka bicarakan tanpa terlalu terbebani oleh kekakuan di antara mereka.

Saat tiba di tempat tujuan, mereka berdua menikmati hidangan bakso di tengah suasana yang berbeda dari keseharian mereka. Selina bisa melihat bahwa Hansel, meskipun terlihat serius, juga menikmati momen ini.

Ketika mereka berdua sudah selesai makan, Selina berkata, "Terima kasih sudah mau pergi bersama, Hansel. Aku senang."

Hansel mengangguk, "Sama-sama. Ternyata gak terlalu buruk."

Momen ini membuat Selina merasa lebih dekat dengan Hansel. Meskipun percakapan mereka masih terasa sedikit kaku, setiap usaha kecil yang dilakukan Hansel membuatnya merasa dihargai dan diperhatikan. Dan itu memberinya harapan akan masa depan yang lebih baik bagi hubungan mereka.

Bersambung...

Destined HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang