15. Babak Baru

78 16 1
                                    

Palembang, Januari 2023

Gugatan cerainya dikabulkan.  Maisa mengucap syukur dan menyusut air matanya, kemudian berjalan mendekati Mak dan Bapak yang telah menantinya.  

Dari sudut matanya, dia dapat melihat Ibad masih duduk termangu di kursinya dengan mata memerah.  Entah apa yang dipikirkan mantan suaminya itu, Maisa merasa sudah tak layak lagi untuk peduli. 

Dia sampai di hadapan kedua orang tuanya, mencium punggung tangan Bapak, lalu memeluk Mak sambil menangis.  Perasaannya bercampur aduk. Antara lega dan sedih.  

Dia lega, bisa mengakhiri semua nestapa yang dirasakannya dalam rumah tangganya selama ini.  Namun, setengah tidak memercayai takdir, bahwa pada akhirnya, dia harus menyandang status sebagai janda Ibad.  

Ahmad Syafiq mengelus punggung putrinya untuk menguatkan. Lalu membawa keluarganya berlalu dari ruang sidang itu.  Saat berjalan di koridor, mereka berpapasan dengan Ibad.  Pria itu tengah berbicara serius dengan kedua pengacaranya.  Ekspresi gusar terlihat di wajahnya.  Ibad menoleh dan melihat mereka.

"Mak, Bapak ...," ucapnya lirih seraya mencium tangan kedua orang tua Maisa.   Perubahan yang sangat drastis.  Sorot matanya seketika menjadi sendu, raut wajahnya berubah memelas. 

Maisarah mengukuhkan hati, bahwa  Ibad hanya sedang bersandiwara.   Selama tujuh belas tahun pernikahan mereka, itulah yang selalu dia lakukan, jika ketahuan telah melakukan kemaksiatan.  Dan Maisa selalu luluh.  Dia selalu berupaya mengalah dan memaafkan demi keutuhan rumah tangga mereka.

Ekspresi wajah Syafiq mengeras, tetapi tetap menyambut tangan Ibad.  "Semoga ini bisa menjadi pelajaran untuk kau ke depannya," ucapnya kaku.

Ibad menggeleng lemah.  Lalu, memandang tepat di mata Maisarah, "Ini belum selesai, Sa.  Kita belum resmi bercerai, karena aku akan mengajukan banding," tegasnya.

Mata Maisa terbelalak, "Apa masih belum puas juga Kak Ibad menyiksaku?" cecarnya.

Ahmad Syafiq dan Shafiyah pun ikut terperangah, tetapi mereka hanya bisa terdiam. Bagaimana pun, ini adalah urusan rumah tangga putri mereka.

Ibad mencoba meraih tangan Maisarah, tetapi wanita itu langsung menepisnya, "Aku bersumpah akan berubah, sayang, A-"

"Stop!  Tidak usah sok merayuku di sini," potong Maisarah gusar.  Matanya menatap sekitar dengan sedikit panik.

Dengan sedikit berbisik dia berkata, "Aku sudah muak mendengar kalimat seperti itu.  Sudah bertahun-tahun aku mendengarnya sampai telingaku ini hampir budek, tetapi Kak Ibad selalu mengulanginya lagi."

"Tidak akan terjadi lain kali," kata Ibad serius.

"Tidak akan ada lain kali.  Sudah cukup semuanya," tegas Maisa.  

Beberapa orang lewat dan harus berjalan sedikit memutar karena keberadaan mereka di tengah koridor itu.  Nada bicara Maisarah akhirnya melunak, "Kak Ibad, aku mohon berhentilah.  Kita masih tetap bisa berhubungan sebagai orang tua Rizki, tetapi aku tidak bisa lagi menjadi istrimu."  

Syafiq berdeham, "Kita mengganggu orang-orang  yang akan lewat," ucapnya.   Itu cukup ampuh untuk menghentikan akting Ibad. 

"Baiklah, Pak, Mak, aku minta maaf untuk semuanya.  Tapi ingat, Sa, kita belum selesai.  Kita belum resmi bercerai dan aku akan terus berusaha untuk mempertahankanmu," tunjuk Ibad padanya.

"Terserah," gumam Maisarah kesal.

Ibad berlalu dengan kepala masih terus terarah kepada Maisa.  Matanya terus mematri wanita itu, berharap Maisa membalasnya. Namun, Maisarah berpura-pura tidak melihatnya.  Dia menggamit lengan Mak untuk meneruskan langkah mereka yang tertunda.

Relung Cakrawala (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang