"This is more confusing than I thought."
***
Pagi ini Naomi kelihatan lesu, matanya yang memerah, begitu juga dengan hidungnya—wajah dan bibirnya ikut memucat.
"Lo nggak usah ikut jam olahraga dulu deh, Na. Deman begitu," saran Ara diangguki oleh Shireen.
Naomi menggeleng, dia mengesek-ngesek bawah hidupnya, rasanya ingin bersin. "Gue gak apa-apa, serius," ujarnya menyakini kedua temannya itu. Ara berdecak sebal, dia memilih pergi dahulu ke lapangan. Membujuk seorang Naomi sampai mau adalah suatu hal yang mustahil—gadi itu sungguh keras kepala.
"Kalau Lo nggak kuat bilang ya, Na," saut Shireen diangguki oleh Naomi. Mereka berdua berjalan beriringan dari ruang ganti.
"Katanya kita gabung olahraga sama anak ips satu," ujar Shireen membuat langkah Naomi berhenti.
"Why? Are you okey?" tanya Shireen bingung dan khawatir.
"Naomi, Shireen cepatan!" teriak Ara dari lapangan.
"Come on!" ujar Naomi melangkah lebih dahulu.
Karena terik matahari semakin tajam, Naomi menepi. Jam olahraga kali ini dibebaskan untuk melakukan apa pun, hanya saja tidak dibolehkan kembali ke kelas atau meninggalkan lapangan. Naomi duduk di bawah pohon sambil memperhatikan apa yang dilakukan teman-temannya.
"Lo sakit?"
Naomi kaget, dia sangat familiar dengan suara itu—dia menoleh mendapati Aksa juga duduk di sebelahnya, entah kapan pria itu datang.
"Ngapain lo di sini?" Pria itu tidak menjawab, dia menatap lurus ke lapangan. Melihat itu Naomi juga ikut menatap lurus ke depan.
"Lo nggak benci atas kehadiran gue?" tanyanya memecah keheningan. Naomi menghela napas sesaat.
"Kalaupun gue ngebenci Lo, apa keadaan bisa kembali?" tanya Naomi balik.
"Tapi nyokap Lo?"
Naomi tersenyum miring, dia bingung jika harus menyalahkan pihak siapa. "Mungkin udah takdirnya," saut Naomi pelan. Mendengar jawaban itu Aksa terkejut.
Melihat reaksi Aksa, Naomi tersenyum singkat. "Lo ngebenci gue kan?" tanyanya melirik Aksa. Aksa bungkam, dia bingung harus berkata apa.
"Gue lebih penasaran, siapa nyokap Lo," saut Naomi. Aksa mendengar itu bingung, "Kenapa lo penasaran sama nyokap gue?" tanyanya menatap Naomi. Naomi diam, dirinya bingung harus menjawab apa.
"Gue tahu lo orang baik Sa," saut Naomi tiba-tiba. "Kadang permainan takdir sungguh lucu bukan? Sekarang gue ketemu saudara gue sendiri," lanjutnya menerawang. Naomi menyandarkan kepalanya pada bahu Aksa, kepalanya sungguh pusing untuk saat ini. Aksa melihat itu membiaran, dia menatap wajah Naomi dari samping.
"Gue mau mengucapkan terima kasih kepada orang yang ngelahirin Lo, tapi gue juga nggak ngebenarin apa yang sudah terjadi," sautnya—matanya terpejam.
"Lalu apa yang Lo rencanakan?" tanya Aksa.
"Menjalani," jawab Naomi pelan. Mereka larut dalam pikiran masing-masing, posisinya tetap sama. Dalam hati Naomi cukup menyesal, kenapa harus Aksa yang harus menjadi bagian keluarganya, kenapa tidak orang lain saja?
Apa dia menyukai saudaranya sendiri, entahlah Naomi sendiri tidak tahu. Saat pertama kali dia bertemu dengan Aksa, dia memang tertarik dengan pria itu, tapi bukankah pertemuan mereka suatu hal yang ganjal? Sudahlah, memikirkan semua itu tambah membuat kepala Naomi sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread of Life
Novela Juvenil"One, but half. Intact, but fragile" Ini bukan tentang apa yang datang, bukan juga tentang apa yang pergi. Ini bagaimana bertahan, dalam hiruk-pikuk yang membuatmu bodoh dalam cerita orang lain. "Can I survive in fear and loneliness?" Sebuah omong...