"I look weak when I only depend on someone."
***
Kilatan petir mengudara, saling sahut menyahut seakan tengah berdiskusi untuk menyambar sesuatu. Seorang gadis tengah berjalan dengan langkah cepat, menyelusuri trotoar malam. Dia mengeratkan mantel penghangatnya, menghalau dingin menusuk ke dalam kulitnya.
Sebentar lagi sepertinya akan turun hujan, dia berhenti di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Sudut bibirnya terangkat ke atas, "You chose the wrong opponent," gumamnya mengeluarkan sesuatu dari dalam saku mantelnya. Dengan langkah pasti dia membuka pintu rumah tersebut mengunakan kunci yang dia bawa.
Dia melangkah masuk, menatap setiap sudut dari ruang yang terdapat di dalam rumah tersebut. Tidak banyak berubah, itulah yang ada dipikirannya. Hingga dia berdiri tepat di depan pintu cokelat, dia kembali membuka pintu tersebut dengan kuncinya.
Ketika pintu terbuka, terlihat gadis seumuran tengah tertidur sambil meringkuk di sudut ruangan. Gadis bermanik cokelat terkekeh, kakinya menendang pintu membuat gadis yang tengah tidur itu terkejut dan bangun.
"You seem very at home here, aren't you?" tanyanya bersandar pada tembok—berpangku tangan di depan dada.
"Ngapain lo ke sini?" tanya gadis itu tidak suka.
Gadis bermanik cokelat terkekeh. "Why? Don't you like coming?" tanyanya.
"I visited to see my old friend, it turns out he's fine. And it's commendable that he's taking good care of you. Proof that you're still alive, right?" ujarnya tersenyum.
"Gadis gila!" batin gadis itu tampa menyaut perkataan gadis bermanik cokelat.
***
Naomi menatap ke bawah—ruang keluarga maupun ruang makan nampak sepi, mata panda menjadi make up nya pagi ini. Untungnya sekarang weekend, jadi dia bisa untuk beristirahat seharian. Dia cukup menyesal harus menyelesaikan drakornya semalam, sehingga sepanjang malam dia terjaga menyelesaikan episode demi episode dari tontonannya itu.
"Kak Omi, baru bangun?" tanya Delvan membuat Naomi tersentak kaget. Kapan pria kecil itu berdiri di belakangnya.
"Delvan," geram Naomi gemes, pria kecil itu memperlihatkan gigi kecilnya. "Ayo kita turun," ajak Naomi membuat Delvan mengangguk dan merentangkan tangannya—meminta digendong.
"Gemes siapa sih ini," ujar Naomi mencium pipi gembul sang adik. "Kak Omi geli," ujar Delvan membekap mulut Naomi dengan tangan kecilnya. Naomi terkekeh, mereka segera turun ke bawah.
"Delvan kamu ke mana aja, Bunda cariin loh," ujar seorang wanita datang dari belakang membuat Naomi kaget. Delvan yang berada digendongan Naomi mengalunkan tangannya ke leher Naomi.
"Kak Omi," jawab pria kecil itu tersenyum. Delvan merentangkan tangannya ingin digendong bundanya. Wanita itu—Nathali langsung mengambil Delvan dari gendongan Naomi.
Naomi hanya diam—menatap interaksi ibu dan anak tersebut.
Nathali menoleh ke Naomi, "Bunda udah masak, kamu mau sarapan sama bunda?" tanya Nathali mengajak Naomi agar sarapan bersama dirinya.Naomi sedikit kaget dengan ajakan tersebut, dia menatap Nathali kemudian mengalihkan pandangannya ke Delvan.
"Aku belum lapar," sautnya menolak. Nathali mendadak bungkam, diantara mereka seakan ada sekat yang sangat tinggi dan sulit untuk ditembus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thread of Life
Teen Fiction"One, but half. Intact, but fragile" Ini bukan tentang apa yang datang, bukan juga tentang apa yang pergi. Ini bagaimana bertahan, dalam hiruk-pikuk yang membuatmu bodoh dalam cerita orang lain. "Can I survive in fear and loneliness?" Sebuah omong...