"I only played a little, then why do you call me a monster?"
***
Akhir pekan sudah berlalu, kegiatan pelajar kembali dimulai di awal minggu ini. Naomi, menatap ke lapangan dari lantai dua di mana kelasnya berada.
"Belum apa-apa, tapi sudah sangat menyebalkan," gumamnya menatap satu objek yang membuatnya selalu berdecak malas.
Dia segera turun ke bawah, bergabung dengan teman-temannya lain. Sebentar lagi upacara bendera akan segera dimulai lantaran bunyi bell sudah berdentang 15 menit yang lalu.
"Hi, kembali berjumpa kita." Bahu Naomi ditepuk dari belakang. Naomi reflek menoleh ke belakang dan dia mendapati Aksa tersenyum ke arahnya.
"Aksa," sapa Naomi tersenyum senang.
"Udah mulai sekolah di Rajawali lagi nih ceritanya," ledek Naomi berjalan beriringan ke lapangan. Aksa terkekeh, "Ya, begitulah," sautnya.
"Ah, akhirnya," celetuk Shireen merentangkan tangannya. Kakinya cukup pegal berdiam diri di bawah terik matahari pagi selama kurang lebih satu setengah jam, hayo lah itu upacara terlama yang dia rasakan, pasalnya kepala sekolah tengah mengasih pencerahan terkhusus untuk anak kelas 12 yang sebentar lagi akan meninggal bangku pendidikan bangku sekolah menengah atas itu. Saat ini, dirinya dengan Naomi dan Ray tengah menyantap semangkok bakso di kantin.
"Untung jam kosong ya sampai pulang," ujar Ray menyeruput tes esnya hingga habis. Naomi mengangguk, sadari tadi dia hanya menikmati baksonya tanpa ikut menimpali omongan Ray dan Shireen.
"Na, Lo rencana mau lanjut ke mana?" tanya Ray menatap gadis bermanik emerald itu.
Naomi mengangkat pandangannya, menatap Ray dan Shireen bergantian. "Iya, loh. Cuman lo dong belum ngasih tahu kita," saut Shireen menimpali pertanyaan Ray.
"Gue—" Naomi tidak menjadi melanjutkan omongannya. Dia menghela napas.
"Why?" tanya Ray bingung.
"Gak apa-apa," saut Naomi singkat. Dia cukup bingung dengan kemauan dirinya sendiri.
Shireen ada keperluan, gadis itu cukup aktif dalam berorganisasi di sekolah. Sekarang tinggal lah Ray dan Naomi. Mereka memutuskan untuk ke rooftop.
Naomi berdiri di dekat pembatas atas gedung itu, menatap ke satu titik dan sekali-kali melirik ke arah jam dipergelangan tangannya itu.
"Sepuluh," gumamnya lirih, sudut bibirnya tertarik ke atas lantas dia berbalik ke belakang menuju bangku panjang yang ditempati Ray.
"Lo kenapa ngerokok lagi sih?" kesal Naomi mendapati cowok itu tengah menyulut sebatang rokok di mulutnya.
Ray terkekeh, "Lo mau?" tanyanya menyodorkan sebungkus rokok. Naomi melihat itu merebut bungkus rokok itu dari tangan Ray, lantas menginjaknya sampai gepeng.
"Gila lo," celetuk Ray mengembuskan gumpalan asap dari dalam mulut.
"Sedeng," gumam Naomi tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Btw, Bang Isha kapan pulang sih?" tanya Ray menginjak puntung rokok yang sudah habis itu.
"Kenapa?" ketus Naomi, tidak heran jika Ray menanyakan Isha—abang kandung Naomi, karena mereka sangat berteman baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread of Life
Teen Fiction"One, but half. Intact, but fragile" Ini bukan tentang apa yang datang, bukan juga tentang apa yang pergi. Ini bagaimana bertahan, dalam hiruk-pikuk yang membuatmu bodoh dalam cerita orang lain. "Can I survive in fear and loneliness?" Sebuah omong...