"Ian" Ian menoleh pada Rosé yang sedari tadi diam, Ian sengaja tak membuka percakapan agar Rosé bisa terbiasa berbicara terlebih dulu. Karena Rosé memang sangat irit berbicara. Bahkan dalam satu hari, Rosé bisa di hitung berapa kali berbicara dengan Ian.
Ian yang sedang mengedit di Laptop nya menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh pada Rosé.
"Eum... h-hari ini Ian sibuk, gak?"tanya Rosé, Ian tersenyum dengan pertanyaan Rosé barusan, lalu ia menggelengkan kepalanya.
"Emang kenapa? Kamu pengen pergi ke suatu tempat?"tanya Ian. Rosé tak berani menatap Ian.
"Eng-gak, enggak kok"ucap Rosé.
"Jangan bohong, bilang sekarang, kamu mau kemana?"
"Gak mau kemana-mana kok, tapi mau izin pergi kerjain tugas kelompok"ucap Rosé.
"Astaga, kalo semisal mau ngerjain tugas langsung bilang. Gak usah takut, aku gak bakal larang, Rosie"ucap Ian sudah terikut Mama nya memanggil Rosé dengan sebutan Rosie.
"Maaf"ucap Rosé
"Yaudah, dimana mau ngerjain tugasnya?"tanya Ian, tanpa menjawab, Rosé lansung menyerahkan ponselnya pada Ian, dimana disana sudah ada tertera alamat cafe tempat mereka mengerjakan tugas.
"Aku antar ya"
"Eh, gak usah. Ian kan masih sibuk. Aku bisa pergi sendiri kok"ucap Rosé.
"Kamu belum hafal jalanan disini, aku antar aja"ucap Ian sudah menutup Laptop nya, ia pergi ke kamar untuk mengambil kunci motor nya.
Sedangkan Rosé memang sudah bersiap-siap tadi. Tas nya pun sudah ada di sofa.
"Ayo"ucap Ian. Rosé menghela nafasnya, tak bisa membantah lagi, ia lebih baik pergi dengan Ian saja.
Ian memasangkan helm Rosé, Rosé tetap diam seperti biasa tanpa mengatakan apa-apa. Bahkan di atas motor, Rosé tetap diam, kecuali jika Ian menanyakan sesuatu hal.
"Nanti kalo mau balik, telfon ya"ucap Ian, Rosé mendekatkan tubuh nya ke tubuh Ian, agar bisa mendengar ucapan Ian barusan.
"Kenapa?"ucap Rosé
"Nanti kalo mau balik, telfon"ulang Ian
"Iya"ucap Rosé, lalu tak ada percakapan lagi setelah nya. Sampai mereka tiba di cafe.
Rosé memang belum mempunyai teman. Maksudnya teman yang begitu dekat, paling hanya bertegur sapa, lalu jika di beri tugas kelompok, dia hanya akan menanyakan tentang tugas saja. Rosé sangat pendiam. Dia hanya bicara seperlu nya saja.
Sedangkan beberapa teman sekelas Rosé sudah langsung memiliki kelompok pertemanan.
Ian memang memberi uang saku pada Rosé jumlah nya cukup banyak menurut Rosé, ia bahkan tak tau harus ia kemanakan uang itu, tapi itu bukan masalah, masalahnya adalah, Mama Ian juga memberinya uang saku, lebih tempatnya kartu. Yang di dalam nya juga cukup banyak, Rosé sudah menolak dengan berbagai cara, tetapi Mama Ian tetap bersi keras.
Jadi Rosé hanya bisa pasrah saja, memakai uang itu sebaik-baik mungkin, ia sama sekali tak ada niatan memakai duit itu untuk hal-hal lain, selain keperluannya.
Rosé menghela nafasnya, ia menatap ponsel nya yang di belikan Ian beberapa hari lalu, dia baru saja menghubungi Ian menyuruhnya untuk menjemputnya seperti kata Ian tadi, sedangkan teman-teman Rosé yang lain sudah pulang.
Rosé tersenyum tipis pada sesuatu yang ia beli untuk Ian dari cafe tempat mereka bekerja kelompok. Rosé yakin, Ian belum mengisi perut nya, jadi ia membeli cake rasa coklat. Ia tadi memesan cake yang sama, menurut Rosé cake nya sangat enak, jadi, semoga ia tak salah membeli rasa, karena ia sama sekali tak tau apa kesukaan Ian.