Ian membuka matanya, pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah damai Rosé yang sedang tidur. Semakin di lihat, semakin tak bisa Ian mengalihkan pandangannya. Ia yakin apa alasannya sampai lancang mengecup pipi Rosé kemarin adalah, karena Rosé sangat cantik.
Entah dari mana saja Ian dari kemarin-kemarin, baru menyadari ia tinggal dengan seorang wanita yang begitu cantik. Ian sampai tersenyum sendiri menyadari bahwa ia sedikit terlambat menyadari nya. Ketika sibuk memandang wajah cantik Rosé, mata Ian tak sengaja menangkap koper besar berada di depan lemari pakaian Rosé, membuat Ian mengerutkan kening nya.
Ian merasa ada hal yang aneh, apakah... Rosé berniat ingin pergi dari Apartement nya? Atau, Rosé tak nyaman? Karena mereka tidur seranjang? Ian langsung bangun dari tidur nya, ia harus memastikan, apakah benar Rosé mengemasi baju-baju nya? Ian melepaskan pelukan hangat mereka dengan sangat terpaksa, ini demi kelanjutan hidup nya, agar ia lebih lama lagi merasakan hangat pelukan mereka saat tidur.
Rosé yang langsung merasa kosong saat Ian melepaskan pelukannya akhirnya terbangun. Dengan susah payah ia menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.
Matanya langsung menangkap Ian yang sedang membongkar koper nya yang memang sempat ia keluarkan, dan isi dengan baju nya. Karena benar-benar sangat khawatir jika Ian datang dengan kekasih nya.
Ian berbalik dengan wajah yang lumayan serius, dan mengambil beberapa pakaian Rosé dari koper. Rosé sudah mendudukkan dirinya bersender di tepi kasur.
"Ian-"
"Ini apa? Kamu gak nyaman tinggal sama aku? Kamu gak betah? Aku ada salah? Coba kasih tau aku salah nya dimana, biar aku bisa perbaikin. Jangan kaya gini, kamu udah buat aku yakin bahwa kamu itu nyaman, dan gak keganggu sama sifat aku, tapi apa? Kalau emang gak nyaman, ngerasa risih, bilang dari awal, biar aku gak-"Ian terdiam, benar-benar langsung terdiam, padahal Rosé tak memotong ucapannya, hanya saja. Rosé beranjak dari kasur, dan langsung memeluk tubuh Ian.
Ian masih diam, tak tau harus apa sekarang, karena Rosé memeluk nya! Ian hampir luluh, tetapi Ian harus tetap menahan dirinya, karena ini demi kelanjutan hidup nya.
"Rosie, aku lagi serius sekarang. Kamu-"
"Aku gak pergi Ian..."perkataan pertama yang keluar dari mulut Rosé setelah Ian berceloteh panjang. Seketika, wajah Ian memerah. Akhirnya, Ian bisa bernafas lega. Rosé melepaskan pelukannya, mata mereka beradu.
"K-kalo gak pergi, ini apa? Kamu udah packing gini"ucap Ian, sedikit gugup, karena ia baru saja salah tingkah.
"Itu buat jaga-jaga aja. Aku pikir kamu bakal balik ke Apart sama cewe kamu, aku udah packing biar langsung bisa pergi dari sini"ucap Rosé, yang menurut Ian sudah di luar pemikiran Ian. Karena ia sama sekali tak memikirkan hal itu.
"Rosie kok kamu mikir nya gitu?"tanya Ian
"Ya gimana? Adrian bilang, dia mantan kamu, entah mantan apa bukan. Intinya, dia yang lebih dulu kenal sama kamu. Sedangkan aku? Aku cuma orang baru, yang tiba-tiba hadir di hidup kamu"ucap Rosé, membuat Ian menghela nafas nya.
Rosé ada benar nya, Sabrina memang yang pertama hadir di hidup nya. Tapi andai Rosé tau apa yang sudah di perbuat Sabrina pada dirinya.
"Rosie kamu memang bener, dia yang lebih dulu kenal sama aku, hadir di hidup aku. Tapi kamu salah kalau ngira aku bakal tetap sama dia, bukan karena udah ada kamu. Tapi, karena apa yang udah di lakuin sama aku. Aku di tarik ulur terus sama dia. Intinya, aku udah bener-bener selesai sama dia, oke?"ucap Ian menangkup wajah Rosé dengan kedua tangannya.
Rosé tersenyum tipis, tetapi wajah nya sudah merona. Ia menganggukkan kepalanya.
"Yaudah, ayo sarapan. Kamu masuk pagi kan?"tanya Ian, Rosé lagi-lagi menganggukkan kepalanya.