"Enggak, Rosie... aku gak mabuk. Aku masih sadar, oke? Aku masih sadar"ucap Ian yang sudah menangkup wajah Rosé dengan kedua tangannya.
Rosé menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menarik tangan Ian dari wajah nya. Lalu berbalik, ia pergi ke ruang tamu untuk mematikan televisi, Ian mengikuti nya dari belakang, masih mengoceh.
"Rosie sayang, kamu kenapa belum tidur??? Kamu gak bisa tidur? Hm?? Kenapa gak telfon aku?" Seperti itulah kira-kira ocehan Ian.
Rosé menopang tubuh Ian, kerena sudah terjatuh tersandung sofa. Rosé menghela nafasnya berkali-kali cukup lelah membopong tubuh besar Ian ke kamar mereka. Ian sudah tertidur di atas kasur. Rosé sedikit ragu, apakah dia harus ikut tidur juga di kasur? karena sekarang kondisi Ian sedang mabuk.
Rosé sedikit takut.
Rosé menatap Ian yang sedang mencari-cari sesuatu di sebelah nya.
"Rosiee?? Rosiee??? Kamu dimana?? Aku gak bisa tidur kalau gak peluk kamuuuu"oceh Ian, Rosé menghela nafas nya.
Ian memang sedang tak sadar, tetapi Ian mengingat dirinya, otomatis. Ian juga pasti mengingat janji nya, bukan? Dia tak akan berbuat apa-apa.
Setelah meyakinkan dirinya sekali lagi, Rosé naik ke atas kasur, Ian langsung menarik Rosé ke dalam pelukannya, sampai Rosé cukup terkejut, karena gerakan cepat Ian.
Ian memeluk nya sangat erat, Ian juga menghirup-hirup leher jenjang Rosé. Membuat jantung Rosé berdetak kencang, Rosé mendorong sekuat tenaga tubuh Ian agar tak terlalu dekat.
"I-iann... jangan kaya gini"ucap Rosé, dimana matanya sudah berkaca-kaca, karena Ian sudah hampir melewati batas.
"Kenapa, hm??? Kaya gini gimana???"tanya Ian yang memang sudah hampir kehilangan kesadarannya seratus persen.
"Iann"ucap Rosé, masih dengan matanya yang berkaca-kaca, karena Ian semakin menarik nya, dan kembali menghirup tubuh Rosé, sampai akhirnya tangan Ian memasuki baju nya dari belakang, Rosé sangat terkejut dengan apa yang di perbuat Ian. Rosé mengumpulkan tenaga, dan mendorong tubuh Ian kuat.
Air mata Rosé berhasil keluar. Sedangkan Ian kembali menepuk-nepuk tempat di samping nya sembari memanggil-manggil nama Rosé.
Rosé mengusap kasar air matanya. Lalu ia pergi dari kamar itu
*****
Pagi hari nya...
Ian terpaksa bangun dari tidur nyenyak nya karena panggilan alam yang tak bisa ia tunda. Ian pergi ke kamar mandi dengan tergesa, setelah menyelesaikan panggilan alam, Ian akhirnya bernafas lega.
Saat ingin meloncat lagi ke atas kasur, Ian baru saja menyadari satu hal. Karena sudah cukup lama hidup sendiri, Ian hampir melupakan ada seseorang yang tinggal dengannya sekarang. Ian menatap sekeliling, tak ada Rosé di kamar.
Ian keluar dari kamar mereka dengan tergesa, sembari mencari Rosé ke penjuru Apart nya, Ian mencoba mengingat-ingat apa yang ia perbuat tadi malam.
Sampai di ruang tamu, Ian mendapati Rosé yang tidur di atas sofa.
Tidur di atas sofa, tak ada selimut dan hanya bantal sofa saja alas kepalanya. Ian bingung, kenapa Rosé tak tidur di kamar saja? Ian kembali berusaha untuk mengingat-ingat lagi, dan...
God, damn it!
Ian mengingat nya, Ian mengumpati dirinya sendiri. Ian mengusap kepalanya gusar, ia tak tau apa yang harus ia lakukan sekarang, dia benar-benar mengacaukan segalanya. Alih-alih malu karena secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya pada Rosé semalam, Ian lebih mengkhawatirkan sifat bejat nya yang membuat Rosé hampir menangis.