#11

772 45 0
                                    

[Clara POV]

Ponselku berdering lagi untuk kesekian kalinya hari ini. Siapa lagi kalau bukan Cassie. Sudah tiga hari terakhir ini dia dengan gigih membujukku untuk membantunya.

Dia memintaku untuk menggantikannya pada ujiannya lusa besok ini karena alasan bodohnya, masih ingin menghabiskan waktu dengan Danny.

Sebenarnya bukan hal sulit untuk aku membantunya, hanya saja, aku ingin dia sedikit memiliki rasa tanggung jawab. Aku ingin dia mengatasinya sendiri, dengan usahanya sendiri. Bukan dengan gampangnya menyuruhku untuk menggantikannya seperti ini.

Dan kali ini aku tidak akan terbujuk oleh rayuan seorang Cassie.

Dering ponselku semakin mengganggu dan aku menyerah.

"Kenapa baru kau angkat sih?"

"Aku baru selesai mengerjakan tugas, Cass. Apa kau masih mau membahas tentang ujianmu itu?" tanyaku langsung.

Cassie menghela nafas. "Tidak. Aku menyerah."

"Oke, jadi kau kembali kesini nanti atau besok?"

"Nanti, tapi tetap saja aku menyerah."

"Maksudmu kau tidak mengikuti ujian itu? Hah! Jangan anggap sepele. Kelulusanmu bisa diundur lama, Cass!"

"Lagipula aku belum mempersiapkannya! Walaupun aku mengikutinya aku pasti akan gagal."

"Masih ada waktu, Cass! Ujianmu kan masih lusa?"

"Aku tidak jenius kayak kamu yang bisa mempersiapkannya dalam waktu singkat!"

"Aku pikir kau memang tak pernah mempersiapkan apapun." sahutku kesal.

Cassie terkekeh. "Mungkin kau benar. Dan aku masih berharap kau berubah pikiran dan menggantikanku besok lusa."

"Jangan harap."

Cassie hanya tertawa lalu memutuskan sambungan telepon.

Aku menghela nafas panjang lalu mengecek panggilan misscall yang banyak di ponselku. Dan 5x nya dari Narine. Kenapa dia meneleponku?

"Hei, Rin. Ada apa meneleponku sampai berulang kali? Maaf tadi aku habis keluar." ucapku sambil menekan tombol speaker di ponselku. Dan aku mulai bergerak merapikan buku-bukuku di meja.

"Bisa kau menemuiku besok lusa saat makan siang? Aku membutuhkan saran jeniusmu untuk desain terbaruku!" ucap Narine, nada bicaranya terdengar sangat bersemangat.

"Tentu. Kurasa kau sedang menemukan sebuah ide briliant lagi." gumamku.

Terdengar Narine terkekeh. "Bagaimana kau bisa tau?"

Aku tertawa kecil. "Kau pikir sudah berapa lama aku mengenalmu,huh?"

Aku mengenal Narine 7 tahun yang lalu saat aku pertama kali pindah ke New York. Dia tetangga di apartementku yang lama sebelum orangtua ku membelikan rumah untukku dan Cassie.

Sejak dulu dia memang sudah jago mendesain baju. Itu bakat alami untuknya, dia pernah berkata bahwa inspirasi datang padanya sesering yang ia sendiri tak pernah duga. Mendesain seperti bernafas untuknya. Ia pernah menunjukkanku baju pertamanya yang ia buat ketika berumur 6 tahun, dan itu sangat mengagumkan!

Sekarang dia sudah mulai merintis karirnya, dan dia sering memintaku untuk memberikan ide tambahan. Dia bilang itu sangat membantunya, padahal aku merasa ideku tidak ada apa-apanya dibandingkan punyanya. Tapi tentu dengan senang hati aku membantunya.

Narine tertawa. "Kau memang sudah mengenalku! Kutunggu besok lusa di kantin kampus ya."

"Kenapa disana deh? Aku bosan disana."

PhilophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang