2. Luka-Luka Tak Kasat Mata

542 61 17
                                    

Matahari sudah menghilang di ujung barat sana. Langit  mulai gelap. Lampu-lampu di seluruh jalanan dinyalakan, termasuk lampu di taman kecil di ujung jalan.  Jam segini tidak ada anak-anak yang bermain di sekitar taman, menyisakan Kyungjun dan Dabeom yang duduk di kursi panjang.

Dabeom membeli banyak obat-obatan dari apotek, juga membeli kain kasa dan plester. Lelaki itu mengobati Kyungjun dengan telaten. Kyungjun tidak banyak bicara, dia tidak tahu harus mengatakan apa kepada si kutu buku ini. 

Sebagian dari dirinya ingin berterima kasih, tapi sisanya malah ingin menyangkal pertolongan Dabeom, Kyungjun merasa harga dirinya tergores karena Dabeom melihatnya dalam kondisi yang terburuk, sangat bertentangan dengan citranya di sekolah.

Kyungjun menahan napasnya saat wajah Dabeom berada tepat di bawah kepalanya yang mendongak. Dari jarak sedekat ini dia bisa mencium aroma rambut Dabeom yang wangi, entah kenapa Kyungjun jadi penasaran tentang sampo jenis apa yang dipakai oleh si kutu buku.

"Kau harus merawatnya dengan baik." Dabeom memundurkan tubuhnya. Dia menaruh gulungan plaster ke tempatnya. Lalu meraih sebuah salep untuk mengobati memar di wajah Kyungjun.

"Kau tak perlu—" Dabeom bergeming. Dia tidak peduli dengan penolakan Kyungjun. Tangannya sudah mengoleskan salep ke atas memar itu.

Kyungjun sedikit meringis. "Apa ayahmu sering melakukan ini?" tanya Dabeom setelah menyelesaikan pengobatannya. Kyungjun mengernyit, dia memperbaiki jaketnya.

"Melakukan apa?" Kyungjun pura-pura tidak mengerti.

"Memukulimu," ucap Dabeom tanpa ragu, lelaki ini terlalu terang-terangan. Dia bahkan menarik tangan Kyungjun, menyingkap sesuatu di balik jaket tangan panjangnya. Di sana ada luka bakar yang masih belum kering, seperti sengaja dibuat oleh puntung rokok.

"Kau melihat kejadian tadi?"

Dabeom menggeleng. "Aku hanya melihat ayahmu keluar rumah, dia membanting pintu." Kyungjun tidak bereaksi. Dia memandangi Dabeom yang sedang mengoleskan salep di lengannya.

"Lalu kenapa kau bertanya tentang luka-luka yang ada di tubuhku?" Dabeom mendongak, memperhatikan raut wajah Kyungjun yang terlihat lebih penasaran darinya. Jawaban Dabeom akan membantu Kyungjun untuk memutuskan, apakah Kyungjun akan menjelaskan situasinya atau tidak.

"Supaya kau bercerita," jawab Dabeom sembari merapikan semua obat-obatan yang dipakainya.

"Lalu? Apa kau mau mengejekku karena bersikap sok kuat ketika di sekolah?"

"Untuk apa aku mengejekmu?" Dabeom malah balik bertanya. Menurutnya semua orang memiliki masalahnya sendiri-sendiri dan Dabeom merasa tak berhak menertawakan permasalahan hidup mereka.

"Bukankah kau membenciku karena aku merundung Pildo?"

Dabeom menggeleng. "Aku tidak begitu kenal dengan dia."

"Lalu kenapa kau menyelamatkannya waktu itu?"

"Aku tidak menyelamatkannya, tapi aku menyelamatkanmu." Kedua alis Kyungjun semakin bertaut, dia tidak mengerti bagaimana cara berpikir si kutu buku ini.

"Kalau Pildo melompat, kau akan terkena masalah yang besar, semua hal buruk yang telah kau lakukan padanya akan dibahas sampai tuntas," jelas Dabeom seakan bisa membaca pikiran Kyungjun.

"Oh ... jadi kau suka berada di pihak perundung rupanya." Kyungjun tertawa, dia tidak tahu orang yang culun seperti Dabeom malah mempunyai pemikiran kejam.

"Tidak. Aku tidak menyukai orang-orang yang sok berkuasa." Suara tawa Kyungjun mereda. Kalimat itu tentu saja menyindirnya. Kyungjun selalu bersikap seolah dirinya tidak bisa dikalahkan, hingga citra itu melekat di seantero sekolah.

B.A.D || KyungbeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang