14. Iblis dan Permaisurinya

421 30 4
                                    

🔞⚠️ ya masih ada adegan berbahaya, hati-hati ....

***

Baju putih yang dipakai Dabeom penuh dengan darah. Dari dahinya perlahan menetes peluh, susah payah Dabeom mengembalikan jasad Jungmin yang sudah tak bernyawa ke atas kursi kayu. Lalu Dabeom mengambil dua kursi lain, dia meletakkan kedua kursi itu tepat beberapa langkah di hadapan mayat Jungmin yang masih meneteskan darah segar.

Dabeom duduk di salah satu kursi itu. Lalu dia menoleh kepada Kyungjun, Dabeom mengulurkan tangannya, mengajak Kyungjun untuk duduk di sampingnya. Keduanya terdiam cukup lama, memandangi Jungmin layaknya sebuah karya seni yang baru saja diselesaikan dengan baik.

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Kyungjun?" tanya Dabeom. Ini bukanlah pertama kalinya Dabeom menanyakan hal itu. Kyungjun membunuh karena emosi sesaat, emosi yang suatu saat bisa berubah menjadi penyesalan. Fakta itu sedikit mengganggunya.

Kyungjun tidak menjawab, mata itu terus memandangi mayat bapaknya sendiri. "Semuanya sudah selesai sekarang. Biar aku yang membereskan sisanya," ujar Dabeom. Kondisi Jungmin saat ini sangat mengerikan untuk orang kebanyakan, jadi Dabeom tidak ingin Kyungjun terus melihat itu.

Namun, Kyungjun menggeleng tegas. "Tidak, Beom. Biarkan aku melihatnya lebih lama."

"Kenapa? Apa kau suka bekas jahitanku?" Dabeom sedikit menunjuk benang-benang yang mengikat luka-luka sayatan di wajah Jungmin. Dabeom menjaitnya ketika Jungmin masih bernyawa, tentu saja tanpa obat bius, jarumnya menusuk-nusuk daging lelaki itu berkali-kali, Jungmin menjerit kesakitan, dia meronta-ronta, bahkan sempat menggigit tangan Dabeom.

Kyungjun mengangguk samar, itu juga menjadi salah satu alasannya. "Kau memang berbakat menjadi dokter, Beom."

"Kalau saja Jungmin tidak banyak merengek, pasti jahitannya akan lebih rapi." Mendengar itu, Kyungjun jadi terkekeh pelan, Dabeom benar-benar tidak berperasaan, tapi Kyungjun malah semakin menyukainya.

"Kau lihat itu, Beom?" Kyungjun menunjuk paha kanan Jungmin yang ditusuk olehnya sendiri. "Aku ingin menjahitnya, bisakah kau mengajariku bagaimana cara melakukannya?"

Dabeom tersenyum penuh arti. Kalimat itu tidak terdengar seperti permintaan biasa bagi Dabeom, secara tersirat, Kyungjun membantah pikiran Dabeom, dugaan bahwa mungkin saja Kyungjun menyesali perbuatannya kepada Jungmin.

Tentu Dabeom mengajarinya dengan senang hati. Mereka berdua tampak serasi, bukan? Yang satu gila dan yang satunya lagi lebih gila karena menggilai orang gila. Mereka bahkan bisa membersihkan diri dengan santainya.

Di sebuah kamar mandi yang tidak terlalu luas, tapi memiliki bathtub. Kyungjun melepaskan bajunya lebih dulu, menyisakan celana pendeknya. Lelaki itu membawa serta minuman anggur yang tidak banyak mengandung alkohol. Bukan karena Kyungjun tidak kuat minum, tapi karena dia ingin mengajak Dabeom minum-minum.

"Kau harus menjalani hidup yang baru, Kyungjun," ucap Dabeom sembari membuka kancing kemejanya.

Kyungjun memajukan tubuhnya, dia meraih pinggang Dabeom, Kyungjun menatap jauh ke dalam mata yang tak pernah berubah, selalu bisa menghipnotisnya. "Tapi aku ingin hidup bersamamu, bolehkah?"

"Kau yakin? Aku tidak bisa menjamin bahwa aku tidak akan menyakitimu lagi. Kyungjun, aku—"

Kyungjun menghentikan kalimat itu dengan mengecup singkat bibir Dabeom yang masih menyisakan bercak darah, rasanya manis. "Aku tidak peduli, Beom."

"Kyungjun, kalau kau tidak pergi sekarang, mungkin aku tidak akan bisa membebaskanmu lagi."

Kyungjun mengangguk pelan, dia terus memajukan kepalanya hingga kedua kening mereka bersentuhan. "Beom-ah, lagi pula siapa yang meminta dibebaskan?" tanyanya lirih. Pandangan lelaki ini benar-benar berubah, Kyungjun tidak peduli lagi apakah itu cinta atau obsesi.

B.A.D || KyungbeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang