Prolog: Malam Yang Aneh

795 76 8
                                    

Hujan tak kunjung reda. Di tengah gemercik yang menerpa genting perumahan, jatuh menimpa atap gedung-gedung tinggi, menusuk-nusuk tubuh yang berdiri di tengah hujan yang mengguyur.

Beberapa orang menertawakannya, lelaki yang sedang merangkak, dipermainkan di tengah-tengah genangan air yang terkumpul di atap sekolah. Mulut yang gemetaran itu tidak henti-hentinya memohon, meminta agar kaca matanya dikembalikan.

Namun, permohonannya diabaikan bagai angin lalu, terbang kemudian menghilang di angkasa sana, melebur bersama air hujan, larut di antara tangisan lelaki yang menyedihkan itu.

"Yak! Kenapa kau menangis, Pildo?" bentak lelaki berambut panjang, dia bos di sini, Kyungjun namanya. "Apa kau haus?" tanyanya. Sebenarnya itu bukan pertanyaan. Kyungjun sudah menyiapkan sebotol kecap asin untuk Pildo. Lelaki itu bersama dengan dua temannya memaksa Pildo untuk meminumnya.

Bukan Kyungjun kalau tidak bersikap kasar. Dia tidak sabaran, jadi Kyungjun menumpahkan semua kecap asin itu tepat di atas wajah Pildo. Dia tertawa sangat kencang, wajah kesakitan Pildo sangat menghiburnya. Apalagi lelaki itu tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Kyungjun melemparkan botol kosong yang digenggamnya ke samping, menghilang di antara tumpukan meja dan kursi tidak terpakai. Lelaki itu mengambil sesuatu dari sakunya, sebuah kaca mata, dia memakaikan kaca mata itu ke wajah Pildo.

Sekarang wajah si culun terlihat lebih menderita. Kyungjun meraih rambut Pildo yang basah, menariknya sampai dia meringis. Namun, sebelum sempat Kyungjun melakukan serangan yang lain, tiba-tiba ada suara gelebuk dari tumpukan meja-meja bekas.

Suara itu berhasil mengalihkan perhatian mereka hingga Pildo memanfaatkannya untuk melarikan diri dari cengkraman Kyungjun. Pildo dibiarkan kabur sebab Kyungjun sudah mengunci atap, dia tidak akan bisa ke mana-mana.

"Siapa yang—" Kalimat Kyungjun terpotong karena kehadiran seseorang yang tidak diperhitungkan olehnya. Orang itu bersembunyi di antara susunan meja-meja tak terpakai. Kini dia berdiri di hadapan Kyungjun.

Wajahnya datar tanpa ekspresi. Di lehernya selalu tersampir headphone berwarna putih gading. Penampilannya dari ujung rambut, seragam, sampai kaki pun terlihat perlente, butuh keahlian khusus untuk mempertahankan kerapian itu sampai malam, hanya si kutu buku yang bisa melakukannya, Dabeom namanya.

"Kau mengganggu tidurku, Kyungjun." Dabeom memperlihatkan botol kecap yang tadi dilempar Kyungjun.

"Terus, apa yang akan kau lakukan?" Kyungjun tertawa, wajah tanpa ekspresi itu malah menggelitiknya, terlihat lucu di matanya.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu, Kyungjun." Dabeom maju beberapa langkah. Dia mengambil sebilah kayu yang tergeletak di lantai. "Apa yang akan kau lakukan kalau—" Dabeom mengangkat kayu itu seolah-olah akan memukulkannya kepada Kyungjun. Hingga lelaki itu refleks menggeser tubuhnya.

Namun, kayu itu malah melayang ke belakang Kyungjun, menghantam kaki Pildo yang akan menaiki pagar pembatas. Pildo mengaduh, tubuhnya ambruk ke lantai. Kyungjun menoleh ke arahnya, dia berdecih kasar. Lelaki culun itu berusaha melarikan diri dengan meloncat dari atap, gila.

"Kalau Pildo meloncat dari sini." Dabeom melanjutkan kalimatnya. Artinya lemparan Dabeom tidak meleset, dari awal dia memang menargetkan Pildo, mencegahnya supaya tidak bisa melompat.

Kyungjun kembali memperhatikannya, penampilan Dabeom tidak berbeda jauh dari Pildo, mereka sama-sama culun, tapi sorot matanya berbeda. Kyungjun menatap ke dalam bola mata kecokelatan itu, semakin diperhatikan maka rasanya dia semakin tersihir oleh sesuatu yang mengintimidasinya.

"Kau berutang padaku, Kyungjun."

***

Hai!
Saya penasaran apakah akan ada orang yang membaca cerita ini. Kalau kalian baca dan merasa cerita yang saya buat ini akan seru, maka tolong sapa saya di kolom komentar ya ...

Hormat saya,
Master dunia cerita.

B.A.D || KyungbeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang