11. Yang Harus Mati

312 36 4
                                    

Hari hujan di saat matahari terik. Ini jarang terjadi, meski air turun menghujam bumi, tapi suasana tetap hangat karena sinar matahari. Kyungjun menoleh ke arah jendela, memerhatikan bintik-bintik air yang menempel di kaca. Lelaki ini tiba-tiba merasa kesepian di tengah-tengah keramaian. 

"Kyungjun!" Suara ini membuat Kyungjun mengerjap, lelaki itu baru menyadari kalau dia sedang melamun, dia menoleh ke depan, melihat Pak Gi Hoon sedang berdiri di samping papan tulis. Gurunya itu berkacak pinggang sembari menunjuk-nunjuk menggunakan sebilah kapur yang masih panjang.

"Iya, Pak?" tanyanya kebingungan. 

"Apa yang sedang kau pikirkan sembari menatap hujan seromantis itu? Apa kau adalah seorang penyair yang sedang patah hati." Kalimat sindiran Pak guru langsung memantik tawa seluruh siswa. Tentu itu sangat lucu karena citra seorang penyair tidak cocok dengan Kyungjun yang kasar.

"Maaf, Pak!" ujarnya sama sekali tidak terdengar tulus. Kyungjun sedang tidak ingin memperpanjang masalah, tapi pak Gihoon sebaliknya. Dia tidak ingin melepaskan Kyungjun begitu saja.

"Coba kamu maju ke depan sini!" perintahnya kemudian. Kyungjun mengernyit heran, biasanya Pak Gihoon hanya memanggil murid-murid favoritnya.

"Untuk apa, Pak?"

"Membuat puisi cinta." Seisi kelas kembali tertawa, tentu saja pak Gihoon tidak serius. Dia tidak mengajar bahasa dan sastra, melainkan matematika. "Kamu tidak lihat soal di papan tulis ini, Kyungjun?"

Kyungjun mengembuskan napas kasar. Dia terpaksa maju meskipun tidak mengerti dengan soal-soal perhitungan seperti itu. Andai saja Dabeom ada di sini, Pak Gihoon pasti tidak akan menjadikan Kyungjun sebagai sasarannya.

Sudah tiga hari Dabeom tidak masuk sekolah. Kyungjun tidak tahu alasannya. Awalnya dia tidak ingin memedulikan Dabeom, tapi nyatanya diam-diam Kyungjun menyimak pengumuman Jun-Hee setelah pak Gihoon meninggalkan kelas.

"Teman-teman, aku mendapatkan kabar bahwa Dabeom sedang dirawat di rumah sakit. Aku akan menjenguknya sebagai perwakilan kelas kita, apa di sini ada yang mau ikut denganku?"

Hening sejenak, hampir semua orang saling pandang, tidak ada yang merasa dekat dengan Dabeom, jadi mereka mungkin enggan ikut dengan Jun-Hee, kecuali Somi, dia langsung mengangkat tangan, bukan karena Dabeom, dia hanya ingin berpergian dengan Jun-Hee.

"Oke Somi, siapa lagi?"

Kyungjun mengepalkan tangannya di atas meja, otak dan hatinya sedang bertengkar habis-habisan. Kyungjun ingin melihat bagaimana keadaan Dabeom, dia khawatir, tapi—

"Kyungjun?" Kening Jun-Hee mengernyit saat melihat tangan Kyungjun terangkat. Semua murid langsung menoleh ke arahnya, bodo amat, tangannya tiba-tiba bergerak sendiri, Kyungjun tidak bisa melawan kehendak hatinya.

"Lihat apa kalian? Apa salahnya kalau aku ikut, hah?" Semua orang di kelas ini sudah tahu Kyungjun dan Dabeom mempunyai hubungan yang dekat, tapi mereka juga tahu bahwa akhir-akhir ini hubungan itu sedang merenggang.

"Oke Kyungjun. Nanti sepulang sekolah kita langsung berangkat." Suara Jun Hee menengahi emosi Kyungjun yang mulai tersulut.

Sebenarnya kalau Kyungjun mau, dia bisa pergi sendiri tanpa Jun-Hee, tapi dia tidak ingin menemui Dabeom. Kyungjun hanya ingin memastikan bahwa Dabeom baik-baik saja, dia tidak ikut masuk ke ruang rawat inap VIP itu, Kyungjun berdiri di luar, jauh di ujung koridor.

Ragu-ragu Kyungjun melangkahkan kakinya, dia ingin mengintip ke dalam kamar Dabeom dari sela-sela kaca yang tertanam di pintu. Namun, bukannya berhasil melihat ke dalam, Kyungjun malah terpergok sedang mengendap-endap oleh Dabeom.

B.A.D || KyungbeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang