"Liaaa"
"Apa buu" sahut Lia dari kamar saat di dengar ibunya memanggil, suara itu semakin jelas yang artinya ibu Lia berjalan ke arah kamarnya. Tidak lama, pintu kamar Lia pun terbuka. Cewek itu menatap bingung dengan ibunya.
"Itu nak, ada cowo ganteng nungguin kamu. Katanya mau ketemu sama kamu"
"Hah?" Lia langsung berfikir itu Jeno, tapi untuk apa sang ibu memanggil dengan sebutan 'cowok ganteng' jika ibunya sendiri sudah kenal baik dengan Jeno.
"Jeno?"
"Bukan Li, ibu gak kenal..baru kali ini kok ketemunya" makin berkerut alis Lia mendengar pernyataan ibunya.
"Siapa si" keluh Lia sambil turun dari kasur dan menuju pintu depan.
"Yampun, ibu keknya punya calon mantu ganteng-ganteng. Perlu ibadah minta petunjuk sama tuhan ini dapat yang mana"
Lia mendengar semua ucapan ibunya, namun memilih tak acuh. Dia hanya penasaran siapa yang datang mengunjungi nya pada malam hari begini. Saat cewek itu mengintip lewat jendela, cukup kaget Lia mendapati Nana yang sedang bersandar di pagar rumahnya. Cewek itu segera menggambil jaketnya, cukup untuk menutupi lengannya yang menggunakan baju tidur lengan pendek serta celana panjang. Ia membuka pintu keluar dan berjalan ke arah Nana. Spontan Nana juga melihat keberadaan Lia. Cowok itu memberi senyum simpul dan siap dengan pertanyaan yang akan dia lontarkan pada cewek itu.
"Nana? Kok tiba-tiba ke rumah?" Tanya Lia.
"Karna udah ketahuan, jadi lebih enak buat terus terang kan? gue mau ngomong sama lo"
Lia terdiam sejenak dengan isi kepalanya yang penuh dengan pikiran "ngomong?"
Cowok itu mengangguk "tapi gak di sini, gak enak sama orang tua lo. Sekalian gue traktir jajan, tapi minta ijin dulu sana kalo mau keluar"
Lia mengangguk, bukan anggukan pasti. Sebenarnya Lia keraguan, tapi entah lah. Perasaan cewek itu sekarang benar-benar campur aduk. Mungkin benar ucap Nana, lebih baik terus terang dan di selesaikan secepatnya.
*******
"Ini Li" Nana menyodorkan es krim vanila pada Lia. Sekarang keduanya duduk di taman dengan sekantong plastik yang penuh dengan cemilan.
"Makasih" Lia menerima es krim yang sudah di bukakan Nana dan menyantap sedikit demi sedikit es krim tersebut. Padahal malam ini cukup berangin, tapi entah kenapa es krim ini tetap enak di makan dan tidak membuat Lia kedinginan. Keduanya menikmati es krim masing-masing, dengan suasana hening dan tidak ada percakapan sama sekali. Mungkin hanya suara angin yang terdengar jelas karena keheningan antara Lia dan Nana.
"Li.." keduanya sontak saling menatap, entah kenapa Lia jadi sangat takut dengan segala ucapan yang akan di lontar kan Nana.
"Gini Li, pasti lo udah paham kan maksud dari gue ngasih bingkisan" ucap Nana, namun Lia malah diam dan hanya menggerakan bola matanya bergeser tidak beraturan, sesekali cewek itu juga mengedip-ngedipkan mata. Karena sejujurnya Lia bingung harus merespon bagaimana.
"Atau perlu gue perjelas, kalo gue suka sama lo" lanjut Nana yang reflek membuat Lia menatap lurus ke wajah cowok itu. Iya, Lia sudah paham. Tapi cewek itu masih saja kaget dan tidak menyangka seorang Nana bisa menyimpan rasa padanya. Bahkan sudah lama sebelum ia dekat dengan Jeno. Jika begini, wajarkah Lia jadi merasa bersalah?. Inilah yang membuat Lia sedari awal masuk SMA tidak tertarik dengan cinta. Selain rumit juga bisa menyakiti perasaan orang lain.
"Na, lo sama Jeno sahabat an kan?"
Saat itulah Nana meneguk ludah, tiba-tiba sekujur tubuh Nana merasa lemas dan takut saat Lia menyebut nama Jeno. Namun cowok itu tetap merespon dengan sebuah anggukan.
"Iya, lebih ke saudara mungkin"
"Lo gak mungkin gak tau kan, kalo gue juga sering bareng Jeno?"
Pasrah lah sudah Nana, ia kemudian menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya pada kursi taman. Cowok itu mengalihkan pandangannya dari Lia dan hanya bisa menatap langit malam. Menyadari itu, rasa bersalah langsung menyelimuti cewek itu.
"Gua minta maaf! Terus terang gue suka dengan Jeno Na, tapi makasih banget lo udah suka sama gue dan segala bentuk perhatian lo ke gue!" Ucap Lia sambil menundukkan wajahnya.
Nana tidak menjawab, malah tangannya sekarang menggapai tangan Lia dan menarik cewek itu untuk dia peluk. Cowok itu mendekap tubuh Lia erat.
"Na?" Ucap Lia kebingungan, sesekali ia berusaha mendorong tubuh Nana yang memeluknya.
"Sebentar aja Li, abis ini lo gak jadi cewek gue juga kan?"
Mendengar itu, Lia hanya bisa pasrah. Mungkin hanya ini yang bisa Lia bayar atas segala rasa bersalahnya. Tapi tidak mungkin juga cewek itu membohongi Nana soal perasaannya, yang ada malah Nana akan jadi sakit hati karena kebohongannya.
"Maaf ya Na" Lia mengangkat tangannya dan menepuk-nepuk punggung Nana, berharap Nana bisa merasa lebih tenang. Sedangkan cowok itu hanya diam dan menenggelamkan wajahnya pada pundak Lia.
********"lia pulang" ucap Lia pada ibu dan ayahnya yang kebetulan sedang menonton TV di ruang tamu.
"Eh gimana tadi? Sama Nam Gong Min ituu? ibu baru sadar loh dia mirip sama aktor drama korea yang ibu tonton" sambut ibunya antusias, bukan antusias atas kepulangan Lia, namun antusias dengan kemunculan Nana tadi.
"Yampun ibu, semuanya aja di mirip-mirip in. Kemarin ada Jeno bilang mirip Donghae Suju, sekarang mirip Aktor Nam Gong Min" Kesal Lia pada Ibunya.
"Ya tapikan emang mirip nak"
Lia hanya bisa mengulum senyumnya mendengar pemebelaan dari sang ibu. "gak ada apa-apa sama Nam Gong Min, udah Lia bilang jugakan tadi cuman mau ambil barang buat kegiatan sekolah besok" Bohong Lia pada ibunya dan sang ibu hanya mengangguk mendengar alasan Lia. Cewek itu langsung pergi ke kamarnya, bersiap untuk segera tidur. Hari ini sungguh banyak cerita yang cukup menguras pikiran Lia.
"Dia kira ibu ini kek baru lahir kemarin aja, kena tolak kayaknya Nam Gong Min pak" celetuk sang ibu pada Ayah Lia yang sedari tadi tidak ikut campur dengan percakapan istri dan putrinya.
"ya keliatan aja toh, dia lebih deket sama yang mirip Donghae itu. Dah lah bu, itu mah urusan Lia" Tegur sang ayah yang di balas tatapan kesal oleh ibu Lia. Ibu lia hanya mengawasi putrinya saja, ya sambil menikmati drama percintaan putrinya.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang J&L [Jeno-Lia]
RomanceCinta itu rumit. Lia benar-benar tidak tertarik. Ia hanya ingin hidup dengan sederhana di masa SMA nya, sederhana seperti karakter sampingan yang seringkali di gambarkan tanpa wajah dan buram. Walau terlihat tidak penting, setidaknya mereka hidup le...