16. Berpikir Positif

72 5 0
                                    

Yara gelagapan tiba-tiba Zayna membahas kejadian tadi siang. Ditambah sahabat Zayna menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. "O-oh itu. Mbak dapat nomor Mas Fatih dari Mama," gugup Yara. "Dan niat Mbak menelfon hanya mengajak Pak Fatih untuk ikut berkumpul dengan teman lama. Kita dulu satu sekolah."

Di sinilah Zayna antara percaya atau tidak percaya dengan jawaban Yara. Alasan Yara kenapa mencoba menghubungi suaminya karena mereka ingin mengajak Fatih berkumpul di salah satu tempat makan di Mall ini, sekedar bernostalgia.

Setelah basa-basi, Zayna dan kedua sahabatnya melanjutkan kegiatan berbelanja. Satu keranjang penuh di isi barang belanjanya tiga orang tersebut. Mereka membayar dan menitipkan belanjaan ke tempat menitipkan lalu naik eskalator ke lantai atas.

Zayna bersama kedua sahabatnya masuk food court lantai paling atas dengan menampilkan pemandangan kota tersebut. Berjalan ke sana kemari untuk memutuskan menu makanan apa yang akan dipesan.

"Masyaallah. Jadi tadi itu Kakak kamu, Zay? Wah!Cantik banget! Auranya beda banget. Jalan aja bikin orang lain menoleh ke arahnya. Wajahnya kayak wanita turki!" takjub Salwa memuji kecantikan Kakak Zayna. "Kok aku baru tahu kamu punya Kakak secantik itu, ya?" Baru saja duduk sambil menunggu pesanan, Salwa sudah heboh sendiri.

"Mbak Yara namanya, Wa. Dia memang sudah lama tinggal di Singapore, baru balik ke Indonesia," jawab Zayna seadanya. "Aku aja sempat nggak kenal saking cantiknya, lebih cantik dari yang dulu."

"Pasti banyak lelaki yang mendekati. Ingin menjadikannya pendamping hidup."

"Kalau itu aku kurang tahu, Wa. Sifat Mbak Yura cuek bebek sama laki-laki yang tidak dikenal. Awalnya Mbak Yara yang akan dijodohkan dengan Mas Fatih, tapi Mbak Yara menolak. Makanya aku yang menikah dengan Pak Dosen itu. Tapi Mbak Yara nggak tahu kalau lelaki yang akan dijodohkan itu teman lamanya. Mereka bertemu lagi saat acara pernikahanku selesai di hotel," cerita Zayna panjang lebar.

"Oh, I see!"  Salwa mengangguk paham apa yang diceritakan Zayna. Otak Salwa tidak bergerak lambat untuk mencerna cerita orang lain.

Arin sedari tadi melamun, jarinya mengetuk meja. Satu tangan digunakan untuk menompang dagunya, pandang lurus ke depan tanpa berkedip. Dua menit kemudian tersadar, langsung memandang Zayna dengan seksama membuat Zayna terdiam kebingungan.

"Kenapa, Rin? Ngeri amat ekspresi kamu. Kayak orang mau kesurupan aja," tutur Salwa mengerut kening.

"Aku nggak mungkin salah lihat, Zay. Tadi jam terakhir aku kan ke toilet, nggak sengaja lihat wanita mirip Kakak kamu di lorong kampus," cerita Arin. "Memaksa narik tangan orang lain ke tempat sepi, seperti ingin mengobrol berduaan gitu. Aku syok lihat laki-laki itu ternyata suami kamu, Zay."

"Hah? Serius kamu? Nggak bohong?!" Otak Zayna berpikir keras, kenapa Yara berani menyentuh miliknya?! Ya Allah. Ada apa ini?

"Salah lihat kali." Salwa berpikir positif.

Arin memasang wajah serius, mengangkat dua jari membentuk huruf 'V.' "Beneran, Wa. Aku nggak mungkin salah lihat. Bajunya mirip banget sama Kakak Zayna yang tadi pakai." Arin sangat yakin.

"Buat apa Kak Yara ke kampus coba?"

Arin mengangkat bahunya. "Mana aku tahu," balasnya mengalihkan pandangan ke Zayna. "Kamu kok diam, Zay. Apa yang kamu pikirkan?"

Kakakku Meminta Untuk Berbagi SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang