Beberapa hari setelah kasus itu meledak dan menyisakan riak-riak yang tak kunjung tenang, aku masih mencoba mengabaikan desas-desus yang menggema di seantero sekolah. Suasana tampak normal di luar, tetapi di dalam hatiku, ada kecemasan yang tidak kunjung padam. Setiap langkahku menuju ruang klub siaran di lantai tiga terasa sedikit lebih berat daripada biasanya. Semenjak kasus itu terungkap, banyak yang menyayangkan seorang Edwin yang terkenal dengan seribu personal branding yang mungkin sudah ia susun sedemikian rupa. Namun, hanya aku yang tahu detailnya. Mereka hanya mendengar rumor, dan rumor selalu jauh dari kebenaran.
Aku menggenggam erat kunci di sakuku, kunci ruangan yang selalu kubawa. Aku sudah terbiasa menjadi yang pertama datang, membuka pintu, menyalakan lampu, dan memastikan segalanya siap sebelum yang lain tiba. Tapi hari ini terasa berbeda. Bukan karena kasus itu, tetapi karena hari ini adalah hari pertama siaran menfess, sebuah program yang kami diskusikan dan kami putuskan untuk dimulai. Ada sedikit harapan di tengah ketegangan. Aku ingin program ini berjalan lancar, aku ingin sesuatu yang baru, sesuatu yang mungkin bisa mengalihkan perhatian dari semua yang sedang terjadi.
Ketika pintu terbuka, ruangan yang biasanya terasa begitu familiar, sekarang terasa agak asing. Ada kesunyian yang aneh. Aku pun masuk—menutup pintu di belakangku—dan berjalan menuju kursi rapat. Kertas-kertas materi siaran yang sudah kusetujui dari divisi produksi tersusun rapi di atas meja. Aku duduk di kursiku, menarik napas dalam, dan mulai memeriksa lembaran-lembaran itu lagi, meskipun aku tahu semuanya sudah siap. Ini lebih untuk menenangkan diri daripada untuk memastikan apa pun.
Siaran menfess ini adalah ide yang kami gagas kemarin—sesuatu yang berbeda, mungkin sedikit lebih interaktif, tapi juga mungkin penuh dengan risiko. Kami sepakat untuk memoderasi setiap pesan yang masuk, memastikan tidak ada yang melanggar aturan atau merusak suasana. Namun, di balik itu, aku tahu bahwa program ini juga bisa menjadi jalan bagi orang-orang untuk membicarakan apa yang terjadi tanpa takut. Mungkin mereka akan berbicara tentang kasus itu, mungkin mereka akan berbicara tentang keluh kesah mereka, atau mungkin tentang hal lain yang jauh lebih sederhana seperti kesempatan emas untuk menyatakan cinta pada orang yang mereka suka. Tetapi hari ini, kami akan membuka jalur komunikasi baru. Aku hanya berharap kami bisa mengendalikannya dengan baik.
Jam di dinding berdetak pelan, menemaniku dalam kesendirian. Aku memeriksa daftar jadwal, memastikan semua host siap dengan segmen mereka, dan mengecek lagi apakah semua teknis sudah berjalan sesuai rencana. Pikiranku melayang, membayangkan bagaimana reaksi pendengar nanti. Apakah mereka akan tertarik? Apakah mereka akan merasa program ini membantu mereka merasa lebih terhubung satu sama lain?
Tak lama, satu per satu anggota klub mulai berdatangan. Aku mendengar derap langkah mereka di lorong sebelum pintu kembali terbuka, diikuti dengan senyuman dan sapaan singkat. Mereka, seperti biasa, datang dengan buku catatan dan bolpoin di tangan. Beberapa di antaranya—terutama dari divisi kreatif dan divisi publikasi—membawa laptop mereka. Ada yang langsung mencari colokan untuk memastikan baterai cukup selama rapat, sementara yang lain dengan tenang mengambil tempat duduk di meja rapat yang sudah disediakan.
Ruangan perlahan-lahan terisi, tapi suasana tetap tenang dan terkendali. Aku memperhatikan mereka menyiapkan diri, menaruh tas di lantai, membenarkan posisi duduk, dan melirik ke arahku seolah-olah menunggu instruksi. Mereka semua sudah terbiasa dengan rutinitas ini, duduk rapi di kursi rapat sebelum segala sesuatu dimulai. Mereka memusatkan pandangan ke arahku, menunggu. Meski aku sudah terbiasa berada di posisi ini, hari ini ada rasa gugup yang tak biasa menghinggapiku. Namun, aku menutupinya dengan menarik napas dalam dan memulai dengan senyuman tipis.
"Oke, kayaknya semua udah hadir," ucapku, membuka diskusi dengan nada yang tenang namun tegas. "Sebelum mulai siaran, ada beberapa hal yang perlu kita bahas sebentar."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Bulan 🌙
TerrorTadinya Luna adalah siswi pindahan yang kini menetap di asrama Decelis semenjak orang tuanya pindah di kota ini. Harapnya tak muluk-muluk, ia hanya ingin beradaptasi di asrama dengan baik, mendapatkan banyak teman dan ilmu yang bermanfaat. Namun sem...