15. Kasus Alea

21 2 0
                                    

Keesokannya, saat aku tak sengaja bertemu Sena yang tengah berjalan menaiki tangga, aku memintanya untuk mengatakannya pada Satya, aku ingin bertemu dengannya jam makan siang kali ini. Dan di sinilah kami, di bangku taman belakang sekolah yang sunyi dari huru hara anak-anak yang lain. Aku sengaja mencari tempat yang tenang untuk membahas ini dengannya.

"Jadi sebenernya Alea itu siapa?" tanyaku langsung. Tak ada gunanya bertele-tele. Jika ingin tahu kebenaran, aku harus mendesaknya.

Satya terdiam lama, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Dia.. seseorang yang dikhianati orang-orang di sekitarnya. Dia nggak bunuh diri kayak yang mereka bilang."

"Lo tahu siapa yang setega itu bunuh dia?

Ekspresi Satya masih terlihat santai, sementara disini aku benar-benar sudah penasaran sekali. "Erwin," ucapnya pelan.

"Erwin?" Suaraku menghilang di antara ketidakpercayaan. Erwin adalah sosok alumni yang selalu dipuja-puja oleh semua orang di sekolah ini. Sikapnya ramah, prestasinya luar biasa, dan tak pernah sekalipun dia menunjukkan sisi gelap di balik topeng keramahan itu.

Satya mengangguk pelan. "Iya, Erwin yang Luna dengar dengar memang Erwin yang dibentuk oleh pujian dan sanjungan. Tapi di balik itu, dia punya sisi lain yang nggak pernah diketahui siapa pun. Alea.. dia kekasih gelapnya. Hubungan mereka berlangsung secara sembunyi-sembunyi karena Erwin ingin menjaga citranya."

Aku terdiam, berusaha mencerna informasi ini. "Lantas kenapa dia ngebunuh Alea?"

"Karena entah bagaimana, Alea tahu sesuatu yang seharusnya tidak dia ketahui," lanjut Satya. "Erwin pernah terlibat dalam skandal yang mengancam masa depannya. Alea tahu tentang itu dan mengancam akan mengungkapkan semuanya. Erwin kalap. Dia takut reputasinya hancur, jadi... saat mereka bertemu di kamar mandi itu, pertengkaran hebat terjadi. Erwin mendorong Alea, dan tanpa sengaja, kepalanya terbentur wastafel dengan keras."

"Terus dia ninggalin dia gitu saja?" Tanyaku, nyaris tak percaya.

Satya menggeleng. "Erwin panik, lalu dia memalsukan semuanya agar terlihat seperti bunuh diri. Sekolah, yang tak ingin namanya tercoreng, menyetujui untuk menutupi semuanya dan menyatakan itu sebagai kecelakaan tragis." Wajahnya masih terlihat santai.

Aku terhenyak. Bagaimana bisa seorang gadis yang kehilangan nyawanya dibiarkan begitu saja tanpa keadilan? Hanya karena seseorang ingin melindungi citra dirinya, dia tega melakukan hal sekeji itu?

"Terus kenapa dia masih ada di sana? Apa mau dia sebenernya? apa dia juga.. ngedatengin anak-anak lain?" tanyaku.

"Dia hanya ingin kebenaran terungkap. Dia ingin seseorang tahu bahwa dia tidak mati dengan kemauan sendiri. Dan... dia ingin seseorang mengingatnya, tidak membiarkan namanya tenggelam begitu saja dalam cerita yang dibuat-buat oleh pelaku yang sebenarnya."

Aku terdiam, aku benar-benar geram sekali setelah mendengar semua ini. Geram pada pelaku, juga pada sekolah ini. "What can I do for her?"

"Luna harus mengungkapkan semuanya. Cari tahu lebih banyak. Bongkar semua yang sudah terkubur selama ini," ujar Satya, suaranya tegas. "Jika Luna bisa menguak rahasia ini, mungkin Alea bisa benar-benar pergi, meninggalkan tempat ini dengan damai."

Aku memikirkan semuanya sekali lagi, ini mungkin akan sedikit berat bagiku. Aku harus memperjuangkan keadilan Alea bagaimanapun juga, setidaknya sebagai sesama perempuan aku harus peduli pada kasus ini.

"Gue bakal coba," bisikku pelan, namun pasti.

                                    ・༓☾•☽༓・

Setelah hari itu, aku tahu aku tak bisa hanya diam dan menunggu kebenaran terkuak dengan sendirinya.  Tugas ini terasa begitu berat—seakan-akan sebuah beban yang mustahil kuselesaikan sendirian. Tapi jika aku menyerah, arwah Alea akan tetap terperangkap di sekolah ini, terikat oleh ketidakadilan yang membelenggunya.

Bisikan Bulan 🌙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang