Chapter 40

475 48 9
                                    

Wanita matang, tengah malam, menunjukkan layar ponselnya bahwa ia ingin membeli postpil. Memangnya hal positif apa yang bermunculan dibenak penjaga apotek dua puluh empat jam selain yang iya-iya? apalagi Shienna tanpa ekspresi itu sesekali menoleh kearah mobil hitam diparkirkan ditepi jalan raya. Meskipun didalam hati Shienna berdumel setengah mati, tatapan tajamnya menelisik lurus kearah kursi pengemudi, Lim Taehyung.

Gaun makan malam dibaluti jaket milik Taehyung, rambut nyaris kering, Shienna menunggu pil sembari memainkan ponselnya, tak ada yang penting. Hanya melakukan scrool chat yang sudah-sudah. Cukup payah, sih. Setidaknya sampai ponselnya bergetar dan Shienna berbalik menghadap mobil.

"Apa?" dasar, si pemberang.

"Masih lama? haruskah aku turun?" tanya Taehyung memiliki pandangan lain ketika Shienna menjadi objek diperhatikan diam-diam. Dua pria dibalik etalase, padahal istrinya tidak sedang menjual lekukan badan, tidak juga berbicara dengan nada mendayu. Sopankah memandangi istri orang dengan tatapan seperti itu? Taehyung mendadak takut juga kalau-kalau mereka akan menjadi korban kebodohan perasaan seperti Taehyung pada Shienna. Ahh, jatuh cinta maksudnya.

"Ck, aku menyuruhmu tadi ya Taehyung. Pembual." sebenarnya, Taehyung yang disuruh Shienna untuk membelikannya, tetapi pria itu melontarkan kalimat nyaris memanaskan isi kepala.

"Masih bisa dirumah, Shienna."

"Memangnya secepat apa kau mengendara? bisa menang dengan ini yang berenang?" Shienna bahkan menunjukkan perutnya pada Taehyung ketika mereka mencari apotek terdekat.

Menghela napas, Taehyung menatapnya sangat dalam. "Jadi siapa yang bersemangat betul?"

"Aku." jawab Shienna tanpa keraguan. "aku yang semangat seperti sedang menyelamatkan negara, sih. Kau juga tidak pasif seperti siput! jangan mengelak dong."

"Iya sudah diberikan, jadi harus bagaimana? melihat saja? sekarat Shien."

"Kan... jadi, bisakah kau turun Lim Taehyung? ini fase kritis kita loh."

Sempat Taehyung terkekeh, sedikit mengulur waktu untuk semakin melihat ekspresi Shienna seolah tengah memohon padanya rupa-rupanya tak baik juga. "Yasudah, beli sana. Berani memangnya?"

"Kau menguji keberanianku?"

Shienna mendumel lalu ia sendiri yang keluar dengan langkah kaki besar-besar.

Lalu sekarang Shienna menghadap penjaga apotek ketika mengatakan bahwa transaksi Shienna telah selesai. Berani sih, tetapi sebenarnya perasaan Shienna tengah ia tekan setengah mati. Kenapa membeli barang seperti ini kesannya memalukan, ya? padahal ia kan bukan bocah cilik tengah coba-coba. Shienna istri orang. Sudah punya dua bocah pula. Tetap saja ia menahan diri agar kulit pipinya tak memerah bak dimusim semi.

Membawa pil serta mineral, Shienna berjalan cukup angkuh tanpa memalingkan wajahnya dari Taehyung. Menatap cukup mematikan, rasa-rasanya kaca mobil temaram tersebut bisa saja pecah kalau mata Shienna adalah senjata tajam.

Taehyung tengah menyandarkan badan kekursi pengemudi itu tersenyum miring, mematikan panggilan mereka dan meletakkan ponselnya diatas dashboard. Ketika Shienna sudah duduk disampingnya, Taehyung segera meraih botol mineral lalu membukanya untuk Shienna.

"Masih pusing?" Shienna menidurkan badan kesisi kursi, sedikit miring menghadap Taehyung memegangi puncak kepalanya. Mengusap lembut.

Shienna menggeleng, mengambil tangan Taehyung memindahkan ke pangkuan. Tau-tau sudah saling menggenggam, mengisi kekosongan jemari. "Sebenarnya aku lapar." ucap Shienna.

"Ingin makan apa?" Taehyung menoleh sekilas ketika mengendarai mobil lebih cepat. Jalanan semakin sepi, cukup memudahkan menguasai arah pulang.

"Entahlah, aku sedang malas berpikir." Shienna menghela napas membuat Taehyung tak memusingkannya juga. Paling nanti ia akan menyerbu Taehyung dengan berbagai hal atau bahkan akan memejamkan mata begitu tiba dirumah. Sebab, ya, wanita itu berusaha sangat keras malam ini.

Win-Win SolutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang