Prolog

511 84 11
                                    

Genrenya apa? ya, ngikut oneshoot. Ada rom-com yang diselimuti dark-mature. Jadi, tolong perhatikan kenyamanan kalian juga ya.



Ada beberapa hal yang Shienna tidak suka terkait dengan menelepon. Pertama: ketika mama meneleponnya puluhan kali meskipun ia sudah mengatakan bahwa Shienna tengah melakukan ritual rayuan pada senior agar ia diberikan masuk dan berpartisipasi dalam pembedahan mayat. Sebagai seorang lulusan magister Antropologi Forensik, Shienna masih terus ingin bergelut dikamar mayat alih-alih menjadi pengajar professional. Suka membedah. Sensasinya luar biasa. Tubuhnya seperti semakin semangat menjalani kehidupan.

Kedua: ketika mama menelepon menggunakan ponsel papa dan terus berulang-ulang sampai ponsel miliknya menjadi panas. Ketiga: saat mama mendesak bahwa percakapannya dengan mama dan papa bulan lalu— tepat setelah wisuda kelulusannya adalah kebenaran yang harus Shienna terima. Dipaksa menerima. Keempat: Shienna tidak ingin membahas hal itu ketika ia telah mengantongi tiket selanjutnya menempuh pendidikan Doktor.

"MAMA!!!" berteriak kesal, Shienna sampai menarik rambut tergerai telah ia warnai blonde. "Demi Tuhan Shienna sedang sibuk sekarang. Bisakah menelepon nanti saja? Shienna harus menemui Professor untuk mengambil surat rekomendasi." orang-orang mungkin memandanginya dengan netra lebar. Apalagi ketika bahasa yang digunakan jauh dari kebiasaan Universitas Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.

"Anak nakal ini!" suara mama tidak kalah keras disebelah sana. "Mama masuk rumah sakit."

Alih-alih panik ataupun mengkhawatirkan kondisi mama, Shienna memutar bola mata jengah. Akal-akalan apalagi yang digunakan wanita paruh baya itu padanya sehingga Shienna mau kembali ke Seoul dan dinikahkan dengan pria seumuran dengannya sama sekali tidak ingin Shienna tau bagaimana wujudnya itu. Bulan lalu— mama mengatakan padanya bahwa mama sakit, vonisnya tiga tahun lagi. Mama ingin melihat Shienna menikah. Bahkan menangis meminta Shienna pulang dengan mereka.

Tetapi sayangnya Shienna tidak mempercayai hal tersebut, apalagi ketika mendengarkan pembicaraan mama dan papa dikamar sebelah apartement ditinggalinya selama di Boston. "Biarkan saja, Shienna harus menikah." Shienna sudah paham kebohongan yang mama katakan. Kemarin Shienna masih melihat mama memamerkan tas baru di sosial media miliknya.

"Ya, beristirahatlah."

"Kenapa kau semakin susah diatur, Shienna!"

"Memangnya ada orang sakit masih bisa meneriaki orang lain!"

"Oh astaga, anak ini." mama terdengar menghela napas. "mama menyuruhmu pulang, Shienna. Kalau kau tidak mendengarkannya juga mama akan menarik semua fasilitas yang mama dan papa berikan. Siapa mengajarimu jadi anak yang suka berteriak, sih! lagipula—"

"Mamaku suka berteriak." sahut Shienna cepat. "terserah mama. Lakukan sesuka mama saja. Aku masih memiliki tabungan untuk terus hidup disini. Lagipula mama seharusnya bangga aku bisa melanjutkan sekolahku bukan menyuruh untuk menikah dengan cepat." Shienna menggigit bibirnya kesal. Ia masih tidak mampu mencerna percakapannya dengan kedua orangtuanya tersebut— usia 26 tahun, apakah sudah menjadi perawan tua? ayolah... kenapa mereka kolot sekali dan memaksa Shienna menikah!

"Mama sudah menyetujuinya, Shienna. Orangtua Taehyung bahkan telah memberikanmu kesempatan untuk memutuskan tanggalnya. Kau bahkan memblokir nomornya, kan?"

"Taehyung lagi! oh, astaga. Kepalaku sakit sekali." Shienna mengeluh. "mama saja menikah dengan Taehyung-Taehyung itu kalau begitu. Hiduplah berbahagia dengannya dan jangan mengganggu Shienna." katanya langsung mematikan sambungan telepon keduanya. Shienna bahkan mematikan total ponselnya sebelum dimasukkan kedalam tas. Mengipasi wajahnya telah memerah lalu menarik napas dalam-dalam segera menghembuskannya.

Win-Win SolutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang