Terpisah

335 33 6
                                    

Baru saja Jimin dan Hoseok menyelesaikan makan siang mereka, tiba-tiba hape Jimin berdering, nampak panggilan nomor dati Jakarta. Diangkatnya panggilan tersebut dan nampak Jimin terlibat percakapan.

Sesudah mematikan hapenya, Jimin menghela nafasnya kasar.

"Kenapa Chim?" tanya Hoseok heran melihat raut muka Jimin di depannya.

"Pihak Hotel di Jakarta membutuhkan kehadiran gw saat ini juga, karena ada situasi darurat yg membutuhkan kehadiran gw disana dan jet pribadi gw juga sudah standby di airport agar bisa langsung lepas landas ke Jakarta begitu kita tiba." jelas Jimin.

"Kita?" ulang Hoseok.

"Iya, kita Hyung," Jimin mengusak rambutnya, "Hobi Hyung juga harus hadir disana karena suara Hyung juga dibutuhkan disana."

"Yoongi Hyung?" Hoseok kembali bertanya.

"Entahlah Hyung, gw bingung." Raut muka Jimin nampak kesal, "gw tadi pengennya habis ini gw mau langsung ke kamar Yoongi Hyung untuk berbicara dengannya. Tapi...."

"Lebih baik kita berangkat sekarang, Chim," sergah Hoseok cepat, "makin cepat selesai urusan di Jakarta, makin cepat kita kembali ke sini dan loe bisa ngobrol sama Yoongi Hyung setibanya kita dari Jakarta."

Jimin hanya mengangguk, menyetujui usulan Hoseok. Kemudian mereka berdua pun bergegas meninggalkan restoran dan segere menuju airport untuk berangkat ke Jakarta.

Sementara sore itu, Yoongi masih nampak bermalas-malasan di kamarnya. Sejak kembali dari restoran tadi, Yoongi nampak banyak berpikir, mencoba mengabaikan asumsinya dan berpikir tentang berbagai macam kemungkinan. Bagaimanapun juga, Yoongi tidak ingin menyesali dirinya kalau dia hanya memutuskan berdasarkan asumsinya belaka.

"Jiminie......" lirih Yoongi bergumam, "apa yg harus gw lakukan?"

Malam tiba, Yoongi memutuskan untuk menemui Jimin untuk berbicara padanya. Dia segera menelpon resepsionis untuk menanyakan nomor kamar Jimin. Tapi alangkah terkejutnya Yoongi ketika pihak resepsionis memberi tahu dirinya bahwa Jimin sudah terbang ke Jakarta karena ada panggilan rapat oleh pihak hotel di Jakarta.

Yoongi terduduk lemas di pinggiran kasur setelah meletakkan gagang telpon, "Segitu tak berartinya kah diri gw buat loe, Jiminie? Sampai memberi kabar klo loe mau ke Jakarta pun loe ga bisa." Yoongi menatap nanar ke luar balkon kamar, memandang pekatnya malam tak berbintang.

Dalam kegundahgulana hatinya, Yoongi segera mencari penerbangan terdekat malam ini agar dia segera bisa pulang ke Seoul. Dalam 4 jam ke depan ada penerbangan yg dimaksud Yoongi. Tanpa buang waktu lagi, Yoongi segera mengemasi kopernya dan langsung pergi ke bandara, kembali ke Seoul membawa rasa sakit di hatinya.

Pagi hari tiba, dengan langkah cepat Jimin berjalan menuju resepsionis untuk menanyakan nomor kamar Yoongi. Dia harus segera bertemu Yoongi dan berbicara padanya. Tapi jawaban dari resepsionis yg mengabarkan padanya bahwa Yoongi sudah check out tengah malam tadi dan langsung pergi ke airport diantar pihak hotel, membuat Jimin terduduk lemas.

Hoseok menghampiri Jimin dan menepuk pundak Jimin, "It's okey, Chim. Nanti kita cari Yoongi Hyung di Seoul, nee."

Jimin hanya mengangguk lemah, hatinya mendadak hampa, "Yoongi Hyung, kenapa loe pergi begitu saja sebelum sempet kita ngobrol?"

Hari itu Jimin mengurung diri di kamarnya, bahkan menolak ajakan Hoseok untuk makan siang bersama. Hati Jimin bagai tercabik-cabik, dan bodohnya lagi Jimin yg bahkan belum sempat bertukar no hape dengan Yoongi, makin menenggelamkan Jimin dalam tangisannya malam itu.

Mine (Yoonmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang