Mengusap peluh, daun yang beterbangan telah melepas pengap yang mengaduh di dalam rumah kayu kokoh sederhana. Suaranya telah bising sejak subuh semalam, gaduh di dalam yang diiringi oleh senggukan air mata duka milik kerabat terdekat. Bisik tetangga dan obrolan basa-basi telah menjadi penguat punggung bagi keluarga yang telah ditinggalkan. Setiap manik merah memberi ujaran kokoh bahwa ia telah baik-baik saja walau ada rasa sesak, para tamu hanya akan menepuk bahunya, lagi-lagi menguatkan sang kerabat mendiang lewat tatapan iba dan simpati yang tertinggal.
Tok Aba telah berpulang di penghujung usianya yang senja.
Walaupun paman dan bibinya telah ikhlas, tak sedikit dari mimik mereka ikut bersedih sepeninggal kakeknya satu-satunya. Halilintar yang merupakan sulung yatim dari tujuh bersaudara telah menguatkan hatinya setelah dia diberikan kabar kilat di subuh buta dari bibinya yang tersendat karena menangis tersedu-sedu di rumah sakit. Kini, rumah kayu kokoh yang bersih dari debu—yang telah dia kunjungi setiap kali dia penat dari lelah menuntut ilmu telah senyap dari suara dan tepukan petuah milik Tok Aba. Mungkin, senyumnya yang hangat telah menghilang di antara wajahnya yang tertidur dengan tenang di antara lapisan kain kafan.
Tidak apa, Halilintar telah menguatkan diri.
Dia menarik napas lagi di halaman samping rumah Tok Aba yang masih berisik oleh suara tamu membaca Yasin. Walaupun jasad Tok Aba telah dikuburkan di dalam tanah gembur di bawah sana, para tamu-tamu yang tidak dikenalnya terus berdatangan untuk mengucap belasungkawa, pada cucu-cucu dan kerabat lain yang ditinggalkan.
Halilintar percaya pada karma dari perbuatan. Walau jasad telah rusak dan jiwanya pergi ke alam lain, Tok Aba masih dicintai oleh orang-orang di sekitarnya. Jadi, saat dia menatap langit yang biru dia ingin percaya bahwa semilir angin dari rasa pengap yang dirasanya adalah hembusan sejuk dari Tok Aba yang telah melihatnya dari atas. Tempat bahagia lain di sebuah alam yang berbeda. Ia telah terlepas dari belenggu kehidupan yang menyesakkan dan tenang di tempatnya.
"Bang Alin,"
Manik kemerahan yang datar dan lurus menjatuhkan atensi pada sosok suara tak asing. Ada si bungsu sulung Duri yang menatap dengan sayu dan canggung di balik tembok dengan ragu-ragu. Sebuah kopiah yang digunakannya telah miring, entah bagaimana cara dia bergerak hingga tampilannya bak bocah SMP yang tidak niat untuk menuntut ilmu.
"Kenapa?" Menggeser pinggulnya yang duduk di atas teras dingin, suara Halilintar terdengar bergetar di ujung udaranya.
"Kerabat yang datang mau pada pulang. Tante manggil buat salaman." Ujaran balasan membuat Halilintar mengangguk.
Baju koko yang dikenakannya telah meringsek kusut saat dia bangkit untuk berdiri. Kakinya yang telanjang tanpa alas mengikuti langkah Duri yang memimpin masuk melalui pintu belakang—tempat para tamu banyak mengucap belasungkawa. Hadir di ruang tamu, ia melihat paman dan tantenya sedang mengucap beberapa patah kata, dikelilingi oleh para kerabat terdekat yang ramai mengusap pundak untuk memperkuat kesedihan. Saat dia mengedar melalui manik kemerahan, dia menemukan adik-adiknya berdiri berjajar dengan tatapan sendu.
Taufan biasanya jarang pulang karena sibuk dengan dunia perkuliahannya yang memeras otak, sampai-sampai pelampiasannya hanyalah mabuk-mabukan di malam hari. Namun, hari ini dia tampak tenang, sadar dengan wajah segar yang bertitik sendu karena kesedihan sejenak. Gemma biasa banyak bicara untuk membangun suasana, tapi karena ini adalah situasi duka—dan dia yang paling dekat dengan Tok Aba selain Halilintar—ia mengurung diri semenjak mayat Tok Aba masuk ke dalam liang lahat. Blaze dan Ais biasa bertengkar saat ia pulang, tapi kali ini keduanya hanya berdiri sembari menggenggam dua tangan masing-masing di depan dada saat kerabat saling menguatkan diri. Duri yang riang dan tidak bisa diam bertingkah canggung dan Solar hampir tidak terlihat karena mengurung diri sejak datang ke rumah Tok Aba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah (Boboiboy Elemental)
Fanfic"Kata siapa beban jadi anak laki-laki cuma kerja dan cari uang? Lo juga harus tau kalo jadi anak sulung laki-laki dan menghidupi enam orang pemberontak adalah kiamat." Menjadi anak sulung yang dipaksa harus tegar dan dewasa, Halilintar sudah lebih d...