Chapter 10 : Kucing

1.5K 164 63
                                    

"Kalian berdua ini kenapa?"

Berdiri di depan pintu rumah, seragam yang penuh lumpur, kacamata yang setengahnya sudah retak, tas yang sudah tergeletak di atas teras, sosok Iwan yang bersembunyi di belakang Solar; kemudian kucing berbulu hitam legam yang mengeong dengan sumringah. Gempa jauh dari kata shock saat melihat kondisi adik bungsunya itu pulang dengan keadaan yang bisa dibilang lebih mirip gembel daripada manusia.

Tatapan mata Solar sudah tampak malas, mengkerut di ujung sudut matanya, bibirnya menekuk, dan sialnya kucing di dalam pelukannya malah mendusel mencari kehangatan setelah dengan kurang ajar membuatnya harus nyebur ke dalam empang lumpur hanya untuk menyelamatkannya, yang sempat-sempatnya ingin menggoda kucing betina dalam pelarian mereka dari si Saepudin dan kawan-kawannya.

Memang betul hari sial itu tidak ada di kalender.

"WEH CIL, LO HABIS NGAPAIN?? KOK KAYAK GEMBEL."

Blaze yang sedang menyedot es dawet yang baru saja dibeli oleh Gempa muncul sembari teriak-teriak. Tidak hanya kesal karena sekarang badan Solar jadi kotor serta lengket karena lumpur, kacamatanya rusak, dan sekarang harus meladeni si bengal Blaze yang sepertinya akan mengolok-ngoloknya kemudian. Solar tidak tahu apa yang diocehkan oleh kakak laki-lakinya itu sampai Gempa memaksanya untuk berhenti berteriak dan masuk ke dalam rumah—sebab takut tetangga sebelah akan datang lagi untuk marah-marah karena mereka terlalu berisik.

"Blaze, masuk sana, jangan gangguin Solar." Gempa menyundul Blaze dan memelototi adik laki-lakinya itu. sampai-sampai Blaze hanya bisa mengaduh kesakitan dan terpaksa masuk sembari ngedumel bahwa Gempa sama sekali tidak asik untuk diajak menggoda adiknya.

Kacamatanya yang retak diambil Gempa dari wajahnya, tasnya yang kotor karena dijatuhkan ke atas rerumputan sebelum Solar dengan bodohnya malah melompat mengikuti kucing ke empang itu—dipungut Gempa. Kakak laki-lakinya itu menatapnya—tidak mengatakan apa-apa saat tangan Gempa menyibak rambut Solar hingga dahinya terlihat, dia juga mengecek bagian wajahnya yang lain—seolah-olah itu adalah rutinitas yang sudah pernah Gempa lakukan.

"Bersih."

"Apa?" Gempa mengerutkan alisnya saat mendengar Solar tiba-tiba berbicara.

"Gak ada apa-apa di wajah gue, kak."

Tatapan Solar lurus, menatap manik kecoklatan Gempa yang berdiri diam setelah dia menjauhkan jemarinya. Sunyi di antara mereka berdua mendadak membuat atmosfir di udara terasa mencekik—padahal halaman teras rumah mereka harusnya terasa segar karena Duri rajin menanam macam-macam tumbuhan—sampai-sampai dari jauh—daripada rumah, halaman mereka lebih mirip greenhouse mini. Situasi itu juga jadi bikin Iwan yang berdiri di belakang Solar menatap dengan takut-takut di antara keduanya.

Iwan gak tau bagaimana hubungan Solar dengan kakak-kakaknya. Soalnya, di sekolah Solar hanya sibuk belajar, makan di kelas, atau belajar ke perpustakaan. Dia juga hampir gak punya teman kecuali Iwan. Itu pun yang mereka bicarakan tidak banyak, hanya lego karena Solar suka sekali mengoleksi benda-benda seperti itu. Saat berkontak dengan kakak-kakaknya yang lain di sekolah pun, Solar biasa hanya menanggapi dengan ketus atau bersikap seolah tidak mau terlibat lebih jauh. Makanya, gak heran kalau banyak yang gak tau Solar itu saudara kembar Duri dan bersaudara juga dengan si kembar Blaze dan Ais.

Oh dan satu lagi, Solar itu sangat tertutup, sampai-sampai Iwan kaget saat Solar dengan senang hati menyuruhnya ikut ke rumahnya.

"Meong.."

Atmosfir tegang di antara keduanya itu syukurnya langsung pecah saat kucing hitam di pelukan Solar membuka mulutnya. Tatapannya memelas, seolah sedang melerai keduanya untuk berhenti memberi pandangan yang membuat suasana tidak mengenakkan. Walaupun aslinya, kucing hitam itu mengeong karena dia kelaparan dan mencium bau enak dari dalam rumah.

Rumah Ke Rumah (Boboiboy Elemental)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang