"Gimana? Lo pada udah ketemu si Blaze sama anak yang mukanya mirip kayak dia itu?!"
Menggebrak meja kayu yang sudah reyot di depannya, Saepudin—atau lebih sering disebut Sa—Udin—memaki dengan kesal saat mendapati anak buahnya—Asep dan Slamet yang baru saja datang dengan tangan kosong ke gudang kosong terbengkalai di belakang gedung IPS yang dengan seenak jidat Udin labeli sebagai markas mereka. Tidak tahu saja bahwa gudang itu sering sekali dirumori aneh-aneh oleh siswa lain karena dianggap sebagai tempat keramat nomor dua selain pohon beringin di halaman belakang sekolah. Katanya seringkali terlihat penampakan hantu berseragam compang-camping dengan muka jelek sampai bikin siswi-siswi pas jurit malam teriak-teriak nangis macam orang kesurupan.
"Maaf bos, kita udah cari-cari sampai ke gedung sebelah tapi Blaze gak ada juga." Ucap Slamet sembaru berdiri tegak dengan tangan dibelakang punggung—persis perwira militer yang sedang melaporkan kejadian.
"Gue juga bos! Pas sama Slamet cuma nemu cew—eh—maksudnya anak MIPA yang culun-culun itu!" Asep menambahkan.
Jelas saja, Udin yang lagi kesakitan karena wajahnya membengkak karena bogeman ganas Blaze itu mendesis. Ditambah lagi rasa dongkol dan jengkel di dalam dadanya rasanya sudah seperti gunung merapi yang mau meledak. Pertama, dia kecolongan buah mangga yang sudah dia tunggu dari DUA BULAN yang lalu itu berbuah dan matang sempurna—tapi dengan kurang ajarnya malah dicolong oleh Blaze—sebenarnya anak yang mirip Blaze itu—tapi tetap saja Udin tetap menyalahkannya pada Blaze. Kedua, anak miskin yatim-piatu itu malah memukul pipinya sampai muka gantengnya itu rusak. Ketiga, harga diri Saepudin sebagai preman sekolah ini tercoreng sudah karena sejak Blaze menginjakkan kakinya di sekolah ini, Udin merasa posisinya sebagai orang populer—yang sebenarnya itu halusinasinya sendiri—direbut oleh Blaze.
DAN YANG PALING BIKIN MARAH. Gak mungkin seorang Udin sampai pingsan karena bogeman mentah itu di pipinya.
Heh, dia itu panglima tempur seperti Dilan yang dibanggakan orang-orang itu. Kerjaannya kalau nggak bolos ya tawuran. Udin itu raja sekolah dan jalanan!
Jadi mana mungkin dia terima begitu saja saat Blaze memukulnya?! Kalau ketemu akan Udin buat perhitungan dan habisi Blaze jadi potongan dadu seperti kepala Mang Amed.
"Gak becus ya lo pada! Masa nyari bocah cupu di antara anak-anak culun itu aja nggak bisa?! Gue bayar lo semua bukan cuma buat numpang populer sama gue doang ya, tolol!"
"Ya maaf bos, Blaze itu kan susah ditemuin. Ada banyak yang ngantri buat cuma lihat ujung rambutnya doang." Asep membalas.
"Betul bos. Ada juga yang Cuma bisa liat sepatunya doang udah jejeritan—" Slamet juga dengan polosnya menyetujui.
Lantas Udin merongrong seperti kerbau merah milik Meg—maksudnya kerbau yang marah karena diganggu dan mau menyeruduk orang sampai terbang ke akhirat.
"Gue gak peduli ya bangsat! Mau ujung kukunya kek, ujung rambutnya kek, pokoknya cari tuh bocah ke gue?! Lagian lo pada nyari dimana sih! Bisa-bisanya makhluk yang Cuma sebiji itu lo gak bisa nangkep hah?!" Sangking kesalnya, Udin malah mengomel—hampir mirip seperti ibunya yang lebih cerewet. Memang benar darah itu lebih kental dari air.
"Ke fanclubnya si Blaze, bos! Pas kita nanya ke cew—maksudnya anak-anak culun itu katanya kalau mau lihat Blaze harus ngantri!" Slamet berujar.
Oh iya, di sekolah ini seperti yang Udin bilang dia itu populer—ini serius halusinasinya doang—sebelum Blaze menginjakkan kaki dan merebut semua panggungnya. Udin sudah banyak makan hati apalagi saat dia tahu anak-anak perempuan yang dulu menggemarinya itu kini beralih pada Blaze yang katanya gantengnya mampu menyangi idol-idol korea—dan dengan sukarela membangun fanclub berbasis teratur hanya demi untuk melihat seujung rambutnya saja. Katanya, Blaze itu laki-laki berspesifikasi male lead di cerita-cerita novel. Dia keren, nakal, seksi, badboy, dan gantengnya bisa bikin mimisan. Walau kasar dan hidup serampangan, Blaze masih tetap baik hati dan bikin klepek-klepek seperti lemper.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah (Boboiboy Elemental)
Fanfiction"Kata siapa beban jadi anak laki-laki cuma kerja dan cari uang? Lo juga harus tau kalo jadi anak sulung laki-laki dan menghidupi enam orang pemberontak adalah kiamat." Menjadi anak sulung yang dipaksa harus tegar dan dewasa, Halilintar sudah lebih d...