Chapter 13

39 2 1
                                    


Semua anggota beranjak dari bangku mereka, lalu para anggota club dance yang tadinya berkelahi keluar dari ruangan dengan emosi yang masih mengebu-ngebu. Sementara itu, Jessica beranjak membantu Saras mengobati lukanya. Neris yang merupakan bagian dari struktur ekstrakulikuler harus mengikuti Desmon ke ruang pribadinya, bersama dengan partnernya yang lain.

"Neris, gue baru sadar lo nyeker. Sepatu lo mana?" notice Jessica.

"Ohh, tadi gue lari, terus ... gue copot karena ribet," ungkap Neris cengengesan.

"Nyengir lo, ya, kita berdua jantungan nunggu lo kagak muncul-muncul," komentar Saras.

"Ya maaf, tadi ...," Neris berpikir sejenak. "Gue kelamaan nyari kain kasa-nya."

"Woi cewek tepung, lo udah ditunggu rombongan tuh, buruan," protes Agam masih berdiri tak jauh dari tempat duduknya.

Neris melirik ke arah pintu dan benar Finn beserta struktur ekstrakulikuler yang lain tengah menunggu dirinya. "I-iya gue pergi sekarang."

Begitu keluar ruangan, Neris menyempatkan diri untuk mendatangi sepatunya yang ia lempar tadi. Beruntung Neris bisa menemukan sepatunya di tempat yang sama. Ia pun memakainya dengan benar kali ini, diikatnya dengan erat tali sepatu itu. Kemudian Neris segera menyusul yang lain.

Di ruang pribadi Desmon, mata Neris memandangi tiap sudut ruangnya. Ruang ini dirancang sebagai ruang rapat kecil. Terletak di bagian paling dalam apartemen di lantai tiga. Di tengah ruangan, terdapat meja besar berbentuk oval yang menjadi fokus utama. Meja terbuat dari kayu berkualitas tinggi dengan warna yang gelap dan permukaan yang mengkilap.

Sejumlah kursi kulit berwarna senada mengelilingi meja, Desmon telah duduk di sana. Para anggota struktur ekstrakulikuler pun duduk atas instruksi Desmon. Peralatan teknologi terkini tersebar di sekitar ruangan, termasuk layar sentuh besar di salah satu dinding. 

Dinding-dinding dihiasi dengan lukisan dan beberapa buah karya seni abstrak yang memberikan nuansa hangat dan pribadi. Warna-warna yang dipilih memberikan kontrast yang menyenangkan. Namun, suasana dalam ruangan ituu saat ini bertolak-belakang dengan karya seni itu.

Desmon memberikan tugas pertama untuk masing-masing posisi. Mentor ekstrakulikuler itu juga menerangkan bahwa mereka bisa menggunakan ruangan ini sesukanya. Mereka hanya perlu menempelkan sidik jari mereka pada alat yang ada di samping pintu.

***


Wawancara berlanjut tanpa henti, Ellen menangkap setiap detail dari percakapan dari teman-temannya di ruang rapat. Ellen sedang melaksanakan tugas pertamanya untuk merekap data masing-masing akun. 

Neris yang telah selesai wawancara empat mata dengan Ellen, melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mendengarkan, lalu mendekati sekretaris ekstrakulikuler itu dengan hati-hati.

"Kak Neris, ada yang mau kakak omongin?" tanya Ellen sambil menutup buku catatan.

Neris menatap Ellen dengan mata serius, "Gue butuh akses informasi data anggota yang lebih detail. Gue ... perlu itu untuk sesuatu, gue perlu informasi lebih lanjut."

"Apa ... ini soal kematiannya kak Geya?" tanya Ellen hati-hati, berusaha agar tak menyinggung.

Neris mengangguk. "Lo kayaknya juga sadar sesuatu, ya, El."

Ellen juga balas mengangguk, merasa perlu membantu Neris atas kejanggalan dari kematian Geya. "Gue bakal kasih liat datanya buat lo kak. Tapi, harap berhati-hati, jangan terjerumus terlalu dalam, kak."

Neris memegang peringatan Ellen, ia menyetujuinya. Setelah memperoleh data yang diinginkan, Neris meninggalkan ruangan wawancara dan di sana, dia bertemu dengan Nolan, secara kebetulan absennya dalam ekstrakulikuler adalah setelah gadis remaja itu.

Dengan gerakan natural, Neris berbisik kepada Nolan saat hendak menutup pintu. "Kak Nolan, tolong temuin gue di supermarket setelah ini."

Setelah itu, Neris langsung berjalan ke arah tempat pertemuannya. Menunggu kedatangan remaja laki-laki itu untuk mengajukan beberapa pertanyaan. 

Tak lama menunggu, Nolan datang dengan kedua teman sekelasnya, yang tak lain adalah Agam dan Izzat. Begitu melihat mereka, Neris kebingungan, rasa canggung mendominasi perasaannya.

"Jadi, apa yang mau lo omongin?" tanya Nolan sambil berlagak memilih-milih snack. "Ngomong aja, teman gue dua ini bisa jaga rahasia kok."

Neris menatap waspada dua orang di belakang Nolan, lalu ia berusaha mempercayai mereka dan mulai bicara.

"Dari gue yang jadi bendahara, gue bertanggung jawab buat urus transaksi dari dalam apartemen ke luar apartemen. Gue ... kepikiran buat ngirim barang bukti kemarin ke ahli forensik buat dianalisa."

"Lo ... kenapa bisa kepikiran hal kayak gitu?" tanya Nolan penasaran.

"Gue enggak tahu juga kak, tiba-tiba aku mikir gini. Tapi sejujurnya gue bingung nanti di laporannya gue harus tulis apa."

"Mau gue bantu?" Agam secara mendadak menyela pembicaraan. "Lo bisa manfaatin konten gue."

"Maksud kak Agam ... gue boleh bikin laporannya berkaitan sama konten kakak?" Neris membalas cepat tapi tetap dengan intonasi pelan.

"Bagus, lo langsung ngerti maksud gue." 

"Lah, gue tahu lo sok keren, Gam, tapi apa lo yakin ini enggak bikin diri lo dalam bahaya?" tanyaa Izzat setengah meledek, setengah khawatir.

Agam menjitak dahi Izzat. "Diam lo, Jat, harusnya gue aman kok. Malah gue lebih kepikiran sama dia yang jadi bendaharanya."

"Menurut lo gimana, Neris?" Kali ini Nolan bertanya.

"Gue setuju, makasih bantuannya." Neris mengambil napas panjang dan mengeluarkannya. "Gue janji enggak bakal bikin kak Agam kena masalah karena laporannya."

Keempatnya lalu mengakhiri diskusi mereka. Pada hari itu juga, Neris mengurus laporan dan mengirim emesis Geya ke ahli forensik. Namun, sebelum hari berganti, seseorang tewas malam itu juga.

"Gue enggak dorong dia, bukan gue yang buat dia mati!"

"Jelas-jelas itu lo, di grup dance kita cuma lo yang benci dia, ngaku lo!"

Finn datang menyela. "Gue bisa liat rekaman cctv nanti di ruang Mr Desmon, gue bakal cari pelakunya."

"Lo ... dibolehin lihat cctv Finn?" tanya Mila terkejut.

"Iya, tapi cuma bisa sekali dalam tiga hari, sama kayak evaluasi. Gue dapat ini sebagai privilege jadi ketua kelas." 


to be continued_





FATAL FOLLOWERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang