20-1-2024
Ini cerita tentang seorang manusia, ia punya rumah yang selalu terbuka lebar. Ia biarkan seluruh debu, angin topan bahkan banjir bandang mengotori segala sudut rumah karena tidak pernah sekalipun ia coba tutupi.
Katanya, ia benci "sepi". Biar saja ia harus letih membersihkan segala rupa kotornya, asal rumahnya tetap terasa "ramai". Padahal ramai tak selamanya baik dan sepi tak selamanya buruk, bukan?
Apa mau dikata, ia seakan menulikan pendengarannya. Ia benci jadi bahan gunjingan, katanya "biarlah aku hidup semauku. Terserah aku mau bagaimana, jadi apa, begini begitu. Toh ini hidupku, mau apa kamu atur-atur aku?"
Orang-orang yang tadinya sibuk komen terang-terangan sampai jadi suara bisik-bisik pada akhirnya menyerah. Seberapapun usaha mereka menasehati, ia tidak peduli. Pada akhirnya, orang-orang ini jadi diam dan tidak peduli lagi.
Suatu hari... Saat segerombol anak-anak hendak pergi bermain bola dilapangan dan harus melewati rumah itu. Rumahnya tertutup rapat. Anak-anak heran sekaligus panik, akhirnya mereka berteriak ke seluruh penjuru kampung dan berita itu menyebar secepat burung bermigrasi saat musim kawin. Bising dan berulang-ulang.
Semua orang bergegas menuju rumah itu. Mereka berbondong-bondong pergi tergesa-gesa, dengan wajah khawatir dan penasaran. Apa penyebab sang pemilik rumah tiba-tiba menutup rumahnya?
Saat sejengkal tangan Pak RT mencapai daun pintu untuk mengetuknya. Suara decitan terdengar "drrrrtttt". Ternyata pintunya akan terbuka. Semua pasang mata menatap ke arah yang sama.
Twinggggg, cahaya yang gelap hadir...
Sang pemilik rumah keluar dengan mata sembab dan wajah kusut. Bukan hanya wajah, seluruh pakaiannya kusut. Tubuhnya ambruk bahkan sebelum sempat diinterogasi oleh Pak RT.Semua orang panik, akhirnya bergegas menggotong sang pemilik rumah dan segera membawanya ke puskesmas terdekat. Selang satu jam kemudian, sang pemilik rumah bangun.
Diberikannya air putih oleh Bu Dokter, di tengah harap-harap cemas seluruh warga yang seakan ingin "melahap" pemilik rumah agar segera mendeklarasikan alasan ditutupnya pintu rumah kayu besar itu.
"Ga semua orang mau masuk" katanya singkat padat dan ambigu. Pak RT mencoba memastikan "memangnya siapa yang ga mau masuk nak?"
Sang pemilik rumah, yang juga seorang wanita muda berkata sambil matanya meremang.
"Aku sudah coba sebisaku untuk buka semua aksesnya. Aku buka lebar pintu rumahku. Nyatanya, semua hanya sibuk bertanya kenapa tanpa berniat masuk. Semua orang hanya berusaha mau tahu alasannya tanpa benar-benar masuk, diam dan menerimaku tanpa banyak tanya".Akhirnya semua hanya diam, dan gadis kecil itu terisak diantara heningnya semua orang yang mendadak kelu.
Rumah layaknya diri sendiri, seberusaha apapun kita "buka" pada akhirnya semua orang hanya mau "tahu" tapi menolak diajak masuk. Mereka hanya mau "mengintip" kemudian berusaha mengorek kurangmu untuk mereka gunjing dan syukuri kemalanganmu. Ironis tapi sering terjadi.
"Jangan terlalu terbuka, ga semua orang mau masuk"
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Fatiha
RandomAku mungkin sama denganmu Yang suka banyak hal menyenangkan Aku pun sama denganmu Yang ingin sesekali dikenal. Izinkan aku hadir ya, Menemanimu kala semesta tak di sisimu Menemanimu bermuara dalam lautan yang sama kemudian Menemanimu melangkah dan...