Sebuah usaha menjadi manusia utuh

2 0 0
                                    

Ramadhan, 27 Maret 2024

Ada satu tipe manusia, yang selalu mau kelihatannya "sempurna" sampai menolak sadar, bahwa diantara "ketidaksempurnaannya" itu justru manusia utuh jadi manusia.

Manusia yang kaya gitu, pakai kata "self love" untuk memboikot ketidaksempurnaannya jadi sesuatu yang sempurna. Dia menolak sadar, bahwa dalam segala kelebihannya yang satu dua kali divalidasi orang lain. Ada hal-hal besar yang ia coba sembunyikan dari orang lain, bentuknya hal-hal buruk yang seakan "memalukan" untuk jadi bagian dari dirinya.

Orang tersebut itu AKU.
Dulu sekali, saat aku masih muda dan naif. Konsep "SELF LOVE" selalu hadir dan jadi PR berjalanku. Makin besar, aku jadi lebih terobsesi untuk merealisasikannya. Aku kadang begitu "SOMBONG" ingin semua dunia tahu bahwa aku layaknya DUTA SELF LOVE. Aku mencoba cari validasi hanya agar orang lain menengoku sebentar lalu terucap dari mereka bahwa "wah, dia keren ya!". Padahal, dimata manusia lain, aku tak lebih kurangnya sebagai "pemeran pembantu" atau "figuran" yang hanya bantu meramaikan. Aku gak bisa selalu mau jadi pemeran utama di hidup orang lain.

Tanpa sadar, aku jadi selalu menunggu pujian dari orang lain tiap berbuat sesuatu. Aku haus validasi. Aku baru bisa puas, kalo hasil kerjaku di notice orang lain dan aku baru bisa tidur tenang kalau ada komentar "baik" dari apa yang aku lakukan tiap harinya.

Sebenarnya, apa sih yang aku cari? Pengakuan orang lain kalau aku memang "layak", kah???
Kadang rasa percaya diriku yang besar, hanya jadi topeng dibalik sikapku yang layaknya "PENGEMIS CINTA".

Bohong kalau aku bilang, aku ga butuh cinta karena tabung cintaku sudah penuh. Aku payah tentang hal itu. Aku payah mengakui kalau aku "ga selalu bisa keren"

Aku merasa rendah diri, sampai rasanya ga sanggup untuk sekedar mendongkakan kepala di tengah kerumunan orang.

Apa, jangan - jangan selama ini sikap "PERCAYA DIRIKU" itu hanya sebagai SELF ESTEEM atas kemungkinan PENOLAKAN dari orang lain?

Sejujurnya, aku haus pengakuan, pujian dan validasi dan eksistensi yang gabisa ditoleransi.

Aku "malu" mengakui kalau aku ga pernah merasa cukup atas diriku sendiri tanpa adanya pengakuan dari orang lain.

Akuu.. rasanya ga sanggup bertahan hanya dengan kata-kata dariku. Aku merasa muak dengan diriku. Aku merasa bodoh dengan diriku. Aku merasa benci dengan kepribadianku.

Apa semua hal perlu aku rayakan? Kenapa semua orang perlu tahu apa yang kurayakan?

Kenapa aku bodoh sekali untuk "peka" terhadap kondisi oranglain.
Hal ini selalu menggangguku.
Aku baru sadar, bahwa aku sangat pandai "bercitra" aku sangat lihai "menipu" orang lain bahkan "diriku sendiri" kalau aku SEKEREN ITU.

Aku bahkan malu mengakui kalau aku "sedang ga baik baik aja"
Aku malu dan sudah seharusnya aku mengakui itu.
Aku kalah, bahwa ternyata benar.
Aku bukan pemenang di segala hal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Goresan FatihaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang