BAB 13 DIBULLY

11 0 0
                                    

Para murid bersorak gembira ketika mendengar suara lonceng bel berbunyi, yang artinya sudah memasuki jam istirahat. Begitu Bu Gerald meninggalkan kelas, satu per satu murid pun pergi keluar menuju kantin karena perut mereka sudah meronta-ronta meminta makan.

Setelah selesai mengajar mata pelajaran olahraga di kelas lain, Hunter menuju ruang pribadinya. Tiba-tiba, suara deringan ponselnya membuat kakinya berhenti di sebuah kelas tak terpakai. Ia menyempatkan diri untuk mengangkat telepon tersebut.

"Bagaimana perkembangan penyelidikanmu?" tanya suara Hunter dengan pelan namun tajam.

"Ya, kecurigaanmu tidak salah. Gadis itu bersikap tidak seperti gadis sekolah pada umumnya," ujar pria suruhan Hunter, merendahkan suara karena kebisingan siswa yang ribut di kantin.

"Apa kamu yakin?" Hunter sedikit meragukan perkataan pria tersebut, teringat akan kerapuhan gadis itu.

"Sangat yakin, Tuan. Maaf, Tuan. Saya juga mendapatkan informasi yang sangat berguna," ujar pria itu kemudian.

"Baik, semua informasi itu segera kirimkan ke email saya!" Telepon pun berakhir, Hunter berpikir bahwa banyak hal yang perlu dia selidiki. Sejak awal, ia sudah menduga ada yang aneh dengan gadis itu.

Setelah keluar dari kelas tersebut, di jalan menuju ruangannya, banyak siswa yang menyapanya dengan senyuman manis, genit, dan sebagainya.

"Siang pak," sapa dua gadis cantik dengan seragam ketat yang terlihat malu-malu dan gugup akan kehadiran guru tersebut.

"Siang juga," Hunter tersenyum canggung. Bagi Hunter, tidaklah aneh jika ia menerima tatapan kagum dari siswa-siswa seperti mereka.

"Bapak tidak ke kantin?" tanya salah satu dari mereka sambil membuka kancing seragamnya dan memperlihatkan bra hitamnya.

Tingkah mereka seolah sedang merayu Hunter. Hunter tersenyum canggung. "Tidak, mungkin nanti. Kalau begitu, saya duluan ya." Hunter segera melanjutkan langkahnya, sementara mereka terdiam dan memandang punggung lelaki itu. Tampaknya bukan hanya mereka berdua yang dipenuhi pikiran fantasi liar, berharap menjadi salah satu sosok yang bisa diperhatikan oleh Hunter. Namun setiap gadis yang bertegur sapa dengan lelaki itu.

****

Di meja dekat pintu masuk kantin, Tara terlihat duduk bersama Alrga. Lelaki itu menatap Tara dengan rasa penasaran. Merasakan tatapan itu, Tara menghela napas panjang. Dia tahu bahwa mereka harus bekerja sama, jadi tidak ada gunanya menyembunyikan sesuatu dari lelaki itu.

Mengucapkan sesuai keinginan Alrga, Tara tiba-tiba teringat seseorang. "Alrga, aku ingin menanyakan sesuatu."

Alrga mengangkat alisnya. "Apa itu?"

"Apa kau mengenal seorang pria bernama Devin?" tanya Tara dengan serius.

Alrga menggeleng. "Tidak, aku tidak mengenalnya. Tapi nanti aku akan mencarinya. Ada masalah apa?"

"Coba cari tahu saja!" kata Tara.

Alrga mengangguk sambil mengiyakan.

"Ngomong-ngomong, tadi kamu mencatat penjelasan Pak Hunter, kan, Alrga?" tanya Tara sambil meniup-niup kuah mie ayamnya.

Alrga mengangguk. Setelah meneguk jusnya, ia bertanya, "Tara, katakan jujur, kenapa kamu dipanggil ke ruangan kepala sekolah?" Alrga balik bertanya.

Tara mengernyitkan alisnya mendengar pertanyaan itu. Sambil mengunyah mie ayamnya, ia menjawab, "Ah, tidak ada yang penting. Itu hanya urusan kecil."

Alrga menatapnya dengan tidak percaya. "Minimal beri aku penjelasan. Jangan bersikap seperti itu!" Dia mengingatkan Tara sambil menyendok nasi gorengnya.

Tara memberikan penjelasan singkat dan padat kepada Alrga, yang mendengarkannya dengan penuh perhatian. Tidak lama kemudian, aktivitas mereka terhenti sejenak saat mereka melihat kelompok biang onar datang dari arah pintu kantin, diikuti oleh Abel dan teman-temannya yang berada di belakang mereka.

Perlahan, mereka berjalan menuju meja yang ditempati oleh Tara, menarik perhatian semua orang di kantin. Abel tersenyum sinis sebelum dengan kasar menarik lengan seragam Tara hingga membuatnya terjatuh ke lantai. Para murid yang melihatnya langsung berseru heboh, bahkan ada yang langsung merekam kejadian tersebut untuk membagikannya di media sosial.

Alrga ingin segera menolong Tara, namun tatapan mata gadis itu memberi isyarat agar dia tidak ikut campur. Tidak ada yang bisa menahan diri ketika melihat seseorang yang dilindungi malah diperlakukan dengan semena-mena oleh orang lain!

*****

Bisa dikatakan Alrga sedang khawatir tentang Tara. "Kamu yakin?" Isyarat matanya menanyakan kepada gadis itu, yang menjawab dengan kedipan mata yang menandakan bahwa dia baik-baik saja. Alrga merasa emosinya terbakar oleh kejadian ini.

"Alrga sayang! Kok kamu makan dengan cewek culun itu, sih?" Abel memeluk lengan Alrga dengan manja.

Alrga hampir menghempaskan tangan itu dengan kasar, tetapi sekali lagi tatapan Tara menghentikannya. "Sialan!" gumamnya, tidak mengerti mengapa Tara terlibat dengan mereka.

Dia yakin orang yang diceritakan Tara tadi tidak lain adalah geng ini. Alrga hanya duduk memandangi Tara yang masih terduduk di lantai, dengan kedua tangan yang kuat mengepal sambil menopang tubuhnya.

"Kalian tidak pacaran, kan?" ujar Abel dengan tatapan kesal kepada Tara, kemudian beralih ke Alrga yang diam. "Pasti tidak, kan? Tidak mungkin kamu menyukai cewek culun itu! Haha, memalukan..." Ledakan tawa dari teman-temannya menyusul ejekan tersebut.

"Mau apa lagi dari kau? Hah? Jangan berbuat seenaknya," balas Tara dengan tidak terima.

Saat mendengar itu, Abel mengernyitkan dahi. Matanya tertuju pada Devin yang berdiri di sebelah Citra, memberi kode agar cowok itu melakukan apa yang dia suruh.

Seolah tahu apa yang dimaksud dengan kode tersebut, Devin segera bertindak cepat. Semua orang berkumpul dan mengerumuni mereka, tidak ingin melewatkan aksi yang akan dilakukan oleh Devin.

BYUR!

Tanpa aba-aba, Devin menyiram baju seragam Tara dengan jus lemon yang sisa setengah milik Alrga yang berada di meja. Kejadian itu membuat suasana di kantin menjadi mencekam, sesaat...

BYUR!

Kuah mie ayam milik Tara ikut membasahi tubuhnya. Tidak ada seorang pun yang berani menolongnya. Ada, tapi sosok itu ditahan oleh tatapan mata Tara.

Kini separuh baju putih Tara sudah basah karena jus lemon dan kuah mie ayam yang langsung merembes ke dalam seragamnya, menyebabkan perasaan dingin dan panas menjalar ke permukaan kulit Tara. Kemarahan Alrga mencapai puncaknya saat ia meninju permukaan meja.

Sontak Abel dan teman-temannya terkejut. Tara juga terkejut dan menoleh ke arah lelaki itu. Tanpa memedulikan risiko yang diambil, cowok itu membantu Tara bangkit, yang sadar bahwa dia tadi sudah mengeluarkan aura menakutkan. Tangan besar itu menutupi pundak Tara dengan jaketnya, melindungi tubuhnya yang basah.

Sejenak, Tara menatap Devin dengan tatapan yang sulit diartikan. Tangan Devin gemetar. Tanpa berkata-kata lagi, Tara dan Alrga pergi meninggalkan kantin.

Berbeda dengan Abel yang marah pada Tara, Devin justru terdiam sambil menatap punggung Tara dan cowok di sebelahnya.

"Maafkan aku," ucap Devin dengan rasa bersalah yang mengikat hatinya dengan kuat setelah melakukan hal tersebut. Walaupun begitu, wajah Abel terlihat puas. Citra menjijikkan dengan menyentuh bahu Devin, membuat cowok itu menoleh.

"Kerja bagus, miskin!" seru Citra sambil tersenyum kemenangan, tetapi tidak mendapatkan respon apa pun dari Devin, hanya tatapan mata yang berkaca-kaca.

Bersambung....

Dilemma of Secrets: Love in ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang