Setiba di depan mobil si target Tara memecahkan kaca mobil dengan tangan kosong, ia lantas menarik kerah si pria. Tampaknya target kali ini hanyalah seorang pengecut. Tara tersenyum mengerikan memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya dengan si pria bongsor ini.
"Jangan bunuh aku! Apa kau mau uang? Akan kuberikan." Lelaki yang tak memiliki leher itu memohon belas kasih.
"Kumohon jangan bunuh aku ...."
Tubuhnya gemetaran dan bersimbah keringat berbau busuk.
"Diam, kau bajingan!" bentak Tara keras seraya menahan napasnya, sebab tak tahan dengan bau dari si lelaki yang terlihat jorok itu.
Permohonan itu dianggap layaknya angin berlalu. Tangan kiri Tara menjepit pipi si pria bongsor dengan keras. Sedangkan tangan satunya menarik keluar lidah sang pria , si gadis memotong lidah pria itu hingga putus menggunakan gunting. Jemari-jemari si lelaki berjuang melepas cengkraman tangan Tara yang kuat. Si gadis hanya meliriknya dengan sedih, seperti seekor anjing yang tidak tahu apa pun selain buang air di karpet. Air liur mengalir dari mulutnya. Tara tersenyum kecut lantas membuang ludah karena merasa jijik si pria.
Pria itu beringsut mundur sembari menatap horor, ke arah Tara.
"Aku tak akan meminta apapun darimu."
Si pria merintih tanpa suara.
"Kau mengerti?"
Dia mengangguk cepat.
Tara berdiri lantas berbalik sebentar lalu menghantam kepala si gendut dengan tendangan keras. Hal itu membuat si bongsor muntah darah, Tara pun memulai aksinya. pertama-pertama mencongkel bola mata si pria masih dalam keadaan setengah sadar. Tangannya kembali berlumuran darah, warna kesukaan Tara sejak kecil. Usai mengambil bola mata pria itu, Tara terlihat mengantongi kedua bola mata pria gendut itu, lalu memungut potongan lidah. Detik selanjutnya Tara berpindah ke tiga lelaki yang telah tewas sebelumnya. Tara mengambil ginjal dari para jenazah korban. Ia sangat paham cara memotong ginjal tanpa merusak organ lainnya.
Setelah semuanya beres Tara menyiram mobil korban dan tubuh keempat korban dengan bensin. Lalu, melemparkan pemantik api hingga api membakar semuanya. Tara kemudian pergi ke sebuah bangunan permukiman terdekat, berganti pakaian. Lalu membakar pakaian sebelumnya.
Kini ia mengenakan kacamata, rambut panjang pirang itu dikepang, dress putih layak malaikat. Tak lama mobil penjemput sudah menunggu di jarak yang sudah ditentukan. Tara berjalan menghampiri mobil merah tersebut. Dengan kedua tangan yang memeluk sekontong organ manusia. Supir mobil memacu mobil menerobos gelapnya malam sementara itu di sepanjang perjalanan Tara termenung dan berpikir, "Hari ini sungguh melelahkan." Sembari memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak
******
Di kota metropolitan terbesar, Westrimester London, pada tanggal 22 April 2012, gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, perkantoran modern, dan pusat perbelanjaan megah memenuhi ibu kota Inggris.
Pemandangan di siang hari di London sangatlah sibuk dengan berbagai aktivitas pekerjaan. Orang-orang sibuk berlalu lalang di antara lautan gedung-gedung yang menjulang tinggi di kota London.
Di Dorchester Hotel, sinar mentari siang memancar dengan cahaya yang menerobos masuk ke dalam kamar yang dihiasi dengan desain kontemporer yang mewah. Kamar ini memiliki gaya butik yang elegan dengan sentuhan sinar matahari yang menyilaukan.
Di atas ranjang yang empuk, terdapat sepasang muda-mudi yang masih terlelap tidur. Mereka terbungkus dalam selimut tebal berwarna putih yang memberikan nuansa kesegaran dan kenyamanan.
Saat ini, si pria merasa kepalanya berdenyut-denyut, mungkin akibat efek bir yang membuatnya merasa ingin meledak. Ia memijat keningnya dengan harapan rasa sakit itu segera hilang. Namun, ia merasa sangat tersiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma of Secrets: Love in Shadows
RomansaTara, seorang agen rahasia yang berdedikasi, menemukan dirinya terjebak dalam sebuah dilema yang rumit. Ia telah jatuh cinta pada targetnya sendiri, seseorang yang seharusnya menjadi musuhnya. Cinta yang tumbuh di antara mereka membuat Tara meraguka...