Tara duduk dengan tenang di atas pohon, memegang erat senapan laras panjang di tangannya. Dia mengawasi dengan seksama, menggunakan teleskop senapan untuk melacak sebuah mobil sedan hitam yang melaju di jalan.
Ketika mobil itu melewati titik yang telah diprediksinya, Tara dengan cepat menarik pelatuk senapan dan melepaskan beberapa tembakan --
Dor! Dor! Dor!
Tembakan-tembakan itu mengenai mobil tersebut, membuatnya kehilangan kendali. Pengemudi dengan cepat menginjak rem, namun mobil itu tergelincir dan terbalik di jalan.
Tara melompat dari atas pohon dan mendekati mobil yang terbalik. Dari dalam mobil, dia melihat seseorang yang masih hidup, wajahnya penuh dengan darah akibat luka-luka yang disebabkan oleh pecahan kaca.
Langkah Tara terdengar saat dia mendekati mobil yang terbalik. Dengan tatapan datar, dia memperhatikan pria yang berada di dalam mobil.
"Poor guy," gumam Tara sambil terus mengamati pria itu.
Mendengar suara Tara yang begitu dekat, pria itu berusaha membuka matanya. Dia dengan samar-samar melihat wajah Tara yang menatapnya tanpa ekspresi saat dia berada di ambang kematian.
Tangan pria itu terulur ke luar, berusaha meminta pertolongan. "P-please, help me," bisiknya dengan suara parau.
Tara memiringkan kepalanya, berpikir tentang langkah selanjutnya. Dia melihat asap keluar dari mesin mobil yang terbalik, menandakan bahwa mobil itu akan segera terbakar dan meledak.
Ketika bau yang tidak sedap mulai tercium di hidung Tara, dia melihat ke atas mobil. Dalam sekejap, mobil itu terbakar dan meledak dengan keras. Puing-puing mobil berserakan di sekitarnya.
Tara menjauh dari tempat kejadian dan mengeluarkan telepon genggamnya. Dia menghubungi orang yang perlu dia hubungi. "Misi selesai," lapor Tara sambil berbalik. Beberapa saat kemudian, terdengar ledakan yang keras, menghancurkan sisa-sisa mobil yang terbakar.
Tara pergi dari tempat itu tanpa meninggalkan jejak. Seolah-olah tidak ada hubungannya dengan kejadian yang baru saja terjadi.
****
Restoran mewah di sebuah hotel bintang lima di kawasan XX untuk makan malam. Dari sana, bisa melihat pemandangan kota di malam hari.
"Kamu mengundangku dengan alasan tertentu, bukan?" tanya Yasmine sambil melihat menu di hadapannya.
Hunter tersenyum tipis sebagai tanggapan. "Pesanlah terlebih dahulu."
"Baiklah, Hunter." Yasmine menatap Hunter dengan pandangan kesal, lalu dia memesan nicoise salad. Minumannya adalah teh lemon. Pelayan mencatat pesanannya dengan tanda centang di menu.
Sementara itu, Hunter meminum bir anggurnya. Matanya teralihkan ke kolam renang yang dihiasi lampu-lampu halogen di bawahnya.
"Kemarin, aku melihat seorang gadis di makam Isabella," ujar Hunter langsung pada intinya. "Apakah kamu belum menceritakannya padaku?" Matanya melihat Yasmine dengan penuh pemikiran.
"Siapa nama gadis itu?" tanya Yasmine.
"Lara Anggina. Lebih tepatnya, Tara... apakah itu memberikanmu ingatan apa pun?" Hunter menjelaskan apa yang dia ketahui.
"Kurang lebih aku tahu," jawab Yasmine sambil menceritakan masa lalu Isabella kepada Hunter. "Dia pernah bercerita padaku bahwa kakeknya menjodohkannya, terutama dengan seseorang yang terhormat dalam masyarakat. Siapa tahu jika mereka menikah? Mungkin saja Tara adalah anak mereka, tetapi Isabella juga pernah mengatakan bahwa dia mengalami keguguran. Alasan di balik kegugurannya tidak diketahui," jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma of Secrets: Love in Shadows
RomanceTara, seorang agen rahasia yang berdedikasi, menemukan dirinya terjebak dalam sebuah dilema yang rumit. Ia telah jatuh cinta pada targetnya sendiri, seseorang yang seharusnya menjadi musuhnya. Cinta yang tumbuh di antara mereka membuat Tara meraguka...