24 Jam

3.7K 277 28
                                    

Seorang wanita tidak sanggup untuk menahan air matanya, matanya sudah sangat merah. Ia menengadahkan wajahnya agar air mata itu tidak jatuh membasahi pipinya.

"Saudari Freen, akan dihukum mati sebagaimana pasal....."

'Aku tau ini pasti terjadi'

"Bec"

Wanita yang tak lain adalah Becky berbalik ke arah sampingnya, dimana ada seorang wanita mengusap pundak Becky berulang kali bermaksud untuk menenangkannya.

"Ini udah keputusan hakim. Kita ga bisa ngubah lag-"

"Andai aku tidak menangkapnya, andai aku membiarkannya lepas, dia mungkin tidak akan seperti ini Anda. Dia tidak mungkin dihukum mati seperti ini."

"Sstttt.... Aku tau posisi kamu serba salah, aku tau kamu bingung untuk pilih yang mana. Dan satu yang aku akan bilang, apapun keputusan kamu, ini adalah yang terbaik"

Mendengar jawaban Anda , Becky tidak dapat menahan air matanya lagi. Wajahnya yang putih bersih memerah seketika, ia membiarkan air matanya mengalir sambil menatap punggung Freen yang semakin menjauh.

Setelah kepergian Freen, semua yang berada diruang pengadilan bersorak gembira karena rencana mereka untuk memberi hukuman kepada Freen sudah terlaksana.

Becky beranjak dari duduknya, ia tidak sanggup jika harus membayangkan kehilangan Freen. Walau mereka sudah menghabiskan waktu semalaman berdua, itu masih tidak cukup.

"Apa yang bisa aku lakukan Freen? Aku tidak sanggup jika harus kehilangan kamu, aku tidak akan mampu untuk hidup didunia ini."

Becky perlahan terduduk dilantai, ia menangis sesegukan berharap Freen bisa bebas dan hidup bersama dengannya. Tapi, itu semua tidak mungkin. Becky tau bahwa keputusan hakim bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.

Anda yang menyusul Becky keluar segera berlari dan duduk didepan Becky. Ia membawa sahabat kecilnya itu ke dalam pelukannya, berusaha untuk menenangkan.

"Mau aku antar bertemu Freen?"

Becky menggeleng,
"Aku lebih tidak sanggup jika harus melihatnya dulu, tatapan matanya akan selalu membayangiku. Aku suka senyumnya yang lebar. Aku lebih memilih untuk tidak menemuinya lagi hari ini."

Mendengar jawaban Becky, Anda mengangguk dan tidak mengatakan apa apa. Sebagai sahabat yang baik ia hanya bisa mendampingi Becky tanpa harus ikut campur keputusannya.

~~~~~~~~~~~~~~~

Keesokan harinya, Becky berjalan gontay menuju kantornya. Lebih tepatnya ke ruangan Arlan. Ia ingin mengecek sesuatu.

Pintu ruangan itu terbuka, ia melihat meja yang dipakai oleh Freen selama bekerja dengan Arlan. Terdapat satu pulpen yang berada diatas meja. Becky bisa menebak bahwa itu milik Freen. Ia pun mengambilnya lalu tersenyum, bayangan akan Freen yang sedang mengerjakan tugas kuliah berada dipikirannya.

Saat Freen sedang mengerjakan tugas kuliah, tangannya akan memutar mutar pulpen dengan kecepatan yang lambat. Becky tau bahwa itu pertanda Freen sedang berpikir keras.

Dengan sembunyi sembunyi ia akan tersenyum sambil terus memperhatikan seluruh gerakan Freen.

"Aku merindukanmu, apa aku tidak akan melihatmu selamanya lagi? Sepertinya iya".

Becky memandangkan langit cerah melalui jendela ruangan, ia menghembuskan nafasnya pelan.

"Aku tau bahwa hari ini kamu akan dieksekusi. Tapi, entah kenapa aku tidak bisa melangkahkan kakiku untuk menemuimu. Rasanya sakit Freen. Melihatmu harus menghadapi hukuman sedangkan aku tidak bisa berbuat apa apa."

I love you, Freen! - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang