Freen

991 135 13
                                    

Becky POV

Semua orang yang berada didalam ruangan ini tertidur , Gio yang memeluk erat Freen, dan Anda yang berjaga disampingnya. Sedangkan aku terjaga karena memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Tangisan Gio begitu pilu ditelingaku, begitu menyakitkan mendengarnya. Aku menyandarkan punggungnya ke belakang, pikiranku melayang saat pertama kali mengenal Freen.

////////////

Kini aku berada di taman belakang kampus, tempat yang tidak terlalu banyak orang. Aku menengadahkan kepalaku menatap langit siang ini yang cerah. Aku sudah berhasil menipu Freen kemarin dengan cara berpura pura buta. Kebetulan kami bertemu di tempat kotor, aku sedang melakukan penyelidikan.

Awalnya aku tidak tahu itu Freen, tapi setelah melihat lebih seksama, aku menyadari bahwa dia adalah Freen. Aku berpikir, bagaimana caranya agar bisa mendekatinya. Hingga aku berpesan kepada penjaga nya ,

"Jika orang itu, yang memakai jas dan berambut pendek"

"Yang pendek apa tinggi nona?" Tanya, melihat orang yang ku tunjuk

"Yang pendek, jika dia memesan room disini, pastikan akulah yang dipanggil." Setelah berkata begitu, aku memberikan penjaga itu beberapa lembar uang.

Setelahnya , aku menunggu di ujung ruangan gelap dan benar dugaanku. Bahwa Freen akan memesan room. Hatiku berdetak kencang, aku dekat dengan pelaku walau aku belum tau yang sebenarnya. Tapi ada beberapa petunjuk yang bisa meyakinkan.

Hingga akhirnya Freen pergi menuju sebuah kamar di ujung lorong, penjaga itu memberiku kode agar mulai mengikuti Freen, aku berjalan pelan dan siap dengan resiko apapun yang terjadi.

Lagi pula, Freen adalah perempuan bukan? Aku tidak akan hamil olehnya, ku ketuk pintu itu. Dia mulai tersenyum nakal dan mempersilahkanku untuk masuk, langkahku pelan sekali. Dia memelukku dari belakang dan mulai membalikanku menghadap dirinya.

Ciuman itu terjadi, awalnya dia melumat bibirku pelan, tapi semakin lama, gerakannya semakin tak terkendali. Aku tidak bisa menahan diriku sendiri, aku mulai mengalungkan tanganku ke lehernya. Aku terbuai oleh cumbuannya hingga lupa aku berada disana untuk apa.

Kemudian aku tidak sengaja menarik wig nya, dia melepaskan ciumannya dan menatapku marah, karena takut aku tidak berani menatap manik matanya. Tiba tiba alisnya berkerut, dia menatapku lama kemudian memanggilku. Aku yang tiba tiba saja terpikir untuk menjadi buta berjalan pelan menuju arahnya. Tapi ku belokan sedikit langkahku.

Setelahnya benar benar tidak terduga, dia menyeretku keluar ruangan dan membawaku ke depan petugas tadi sambil memarahiku.

"Kenapa kalian mempekerjakan orang buta sepertinya?"

Aku melihat penjaga itu dan memberi kode untuk tetap diam. Setelah omelan omelan Freen berlalu, laki laki yang tadi datang bersamanya keluar ruangan dengan bagian selangkangan yang sudah mengembung.

"Ada apa?!"

Setelah berdebat cukup lama, akhirnya laki laki itu menyeret Freen keluar. Dia menatapku sebentar lalu meninggalkanku.
.
.
.

Panas siang ini sungguh terik, aku akan gosong jika terus berada disini. Tapi, sebelum aku benar benar meninggalkan tempat ini. Mataku menatap sosok yang beberapa hari ini sangat ingin ku selidiki, aku kembali berpura pura buta untuk mengelabuinya. Terlihat dia nampak kaget tapi tetap menghampiriku dan duduk disampingku walau jarak kami cukup jauh.

Ku kibaskan tongkat yang ku pegang bermaksud untuk mengenai kakinya, dia nampak kaget akhirnya dia memperkenalkan dirinya sendiri.

aku membuat nya merasa bersalah atas pekerjaanku di tempat kotor itu, dan tidak ku sangka dia akan bertanggung jawab untuk memberikan sejumlah uang.

Kemudian kesepakatanpun tercipta, dia akan mengunjungi rumahku dan memberikan uang 10 juta.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Malam hari sudah tiba, aku menunggu Freen didalam rumah bersama Ani dan ibunya yang akan aku katakan sebagai adik dan juga nenekku. Aku harap Freen bisa percaya, setelah menunggu cukup lama akhirnya sebuah mobil terparkir diujung sana. Aku bisa perkirakan itu adalah Freen.

Beberapa kali dia memanggil namaku, aku keluar dengan tongkat andalan. Dan kalian tau apa yang pertama kali aku cium ketika berhadapan dengannya?

'Bau darah'

Ku pancing dia dengan mengatakan apakah dia sedang datang bulan, karena baunya sangat menyengat. Wajahnya panik bukan main, itu semakin membuatku yakin bahwa mungkin saja Freen adalah pelakunya. Akhirnya semuanya berlalu. Dia menepati janjinya memberiku 10 juta lalu aku mengajaknya berkeliling disekitar sini beralasan ingin membayar rumah yang aku tempati.

//////////

Drrrtttt... Drrttttt...

Aku tersadar dari lamunanku lalu mengambil ponsel yang tergeletak disampingku.

"Hmm? Nomor siapa ya?"

aku mendiamkan telpon itu dan mencoba untuk tidur, rasanya lelah sekali. Dengan pikiran yang melayang layang aku mencoba untuk kembali terlelap. Tapi, lagi lagi aku mendengar suara getaran dari ponselku, aku melihat nomor itu kembali menelpon, karena takut jika ayahlah yang menelpon atau orang orang dikepolisian, akhirnya aku mengangkatnya.

"Hal...."

"Udah nemu cara buat ngebebasin Freen?"

"Sa-Sana?"

"Bagus kalo kamu tau, kalo memang tidak ada cara lain, serahkan Freen pada kami. Kami akan mengaman-"

Aku menutup telponku dengan cepat, Sana hanya menambah beban pikiranku saja. Aku tegaskan sekali lagi, jika saja aku punya cara untuk membebaskannya sudah pasti aku akan melakukannya!

Tak lama ponsel disamping Freen berbunyi, Freen membuka matanya sedikit lalu mengangkatnya.

"Halo?"

"......"

"Aku tau"

"........"

"Apartemen Becky"

"........"

"Iya aku tau, waktunya hanya 16 jam lagi"

"......."

"Halah, berisik anj*ng"

Tuuttt.

Aku menatap Freen iba, dia nampak sangat marah lalu memejamkan matanya kembali.

"Ayo segera ke kantor polisi, aku sudah bosan berada disini. Tidak ada yg bisa aku lakukan lagi."

Aku berdiri ketika Freen mengatakan itu , menghampirinya lalu duduk dipangkuannya.

"Apa yang bisa aku lakukan agar kamu tidak bosan dan agar kamu terbebas dari hukumanmu?"

Kulihat wajahnya sedikit menegang tapi tak berapa lama matanya menjadi sayu,

"Aku tidak tahu Becky, lakukan apapun yang bisa membebaskanku. Aku tidak ingin mati sekarang."

Aku memeluknya erat, "beri aku petunjuk atau saran, aku juga tidak ingin kamu dihukum mati Freen."

Freen terdiam, kami sama sama tidak tahu apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Aku berada dalam pelukan Freen cukup lama, menikmati setiap debaran debaran khas yang selalu aku rasakan jika sedang bersama dia.

Hening menyelimuti kami, Freen mengelus ngelus pinggangku dengan matanya yang seakan ingin memakanku.

"Boleh...kah?" Tanya nya menggantung.

"Pindah ke kamar dan tutup rapat pintunya."

Dengan anggukan antusias, dia menggendongku ke kamar tanpa membangunkan Gio yang sedang tertidur tadi.

Pintu tertutup rapat, dan dia mulai menurunkanku dari pangkuannya.

"I'm yours" Ucapku pasti.

"Jangan salahkan aku jika kamu tidak bisa berjalan normal nantinya sayang."

Aku menggangguk dan tersenyum.

"Lakukan apa yang kamu mau"





To be continue

I love you, Freen! - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang