Kepada readersku yang budiman. Bisa nggak vote di setiap part-nya diratain? :")
Neken tombol bintang di setiap part insyaa Allah nggak akan bikin jempol kalian keseleo. Mari bekerjasama dengan baik. Aku nulis, kalian vote dan komen kalau mau cerita ini tetap lanjut di wattpad.
Gadis berjilbab putih lebar melepas sandal lalu berlari menuju kamarnya.
"Mbak Eca, makan siang dulu!"
"Nanti, Umi!" Pipinya bersemu lalu menutup pintu. Sekotak paket dia dapatkan dari kurir yang kedatangannya telah dia tunggu-tunggu. Bermodal silet karatan di meja belajar, Keisya membuka bingkisan berwarna cokelat lalu membaca surat ucapan yang tertempel di dalam.
Sanah helwah, Zuran.
-Idad-
Buku bertajuk "Jalan Panjang" dipandangi gadis yang baru menginjak usia 13. Buku istimewa karena menuliskan catatan perjalanan seorang alumni pondok pesantren yang pergi keliling dunia.
Terselip pembatas buku berupa kartu pos dari negara Uzbekistan, tempat salah seorang ulama yang dikagumi olehnya dikebumikan. Dia tidak tahu mana yang istimewa. Apakah bukunya, penulisnya, atau yang menulis surat memberi ucapan pertambahan umur untuknya.
Sampai sekarang, Keisya masih ingat semuanya. Perasaan menggebu-gebu saat menanti-nanti surat balasan dan harap-harap cemas apakah suratnya tersampaikan atau tidak kepada si penerima. Mereka adalah sahabat kecil yang bermain bersama, tetapi lambat laun ada perasaan malu saat berjumpa.
Surat adalah media yang mampu melukiskan apa yang ingin diucapkan tanpa diketahui oleh orang lain, terutama Umi dan Abah. Walaupun, kado berisi buku dan kartu pos itu adalah surat dan hadiah terakhir dari laki-laki yang selalu dia sebut dalam doanya. Sebelum akhirnya Fikra dibawa oleh bude dan pakdenya untuk tinggal di Jakarta tanpa sebab pasti yang diketahui oleh Keisya.
Senyum terulas di wajah. Keisya tak pernah mengira, perasaan yang akan dihapus olehnya untuk Fikra dijawab melalui akad nikah dan malam pertama yang indah. Dia usap lembut pipi laki-laki yang matanya masih terpejam sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANAH BAGHDAD
EspiritualMenikah dengan seseorang yang pernah kamu cintai dalam diam saat hatimu sedang dirundung kecewa? Bukankah itu indah? Begitulah harapan Keisya saat menerima lamaran Fikra, usai kecewa menghadapi kenyataan dia hanyalah anak angkat Umi dan Abah yang sa...