Yeay bisa update lagi!
Terima kasih atas vote dan komennya di part 6. Aku harap kalian akan terus stay di sini sampai cerita ini tamat.
Jangan lupa tekan tombol bintang sebelum baca dan ramein kolom komennya lagi. Ada target yang harus kalian penuhi supaya bisa baca part 8.
Siapin mental and happy reading.
PPMI Fathimah Al-Fihriyah malam ini dihebohkan dengan pingsannya Ustazah Isna saat menilai hafalan hadis para mahasantrinya. Ibunda dari 4 anak perempuan dilarikan ke rumah sakit dan mendapat pemeriksaan cukup intensif dari dokter.
"Minum obat dulu, Mi." Fathimah si putri bungsu duduk di tepi ranjang membawa nampan berisi segelas air putih hangat dan obat.
"Umi nggak apa-apa, Nduk. Nggak usah minum obat."
Fathimah meletakkan nampannya di meja tempat Abah biasa membaca kitab di kamar. "Kata dokter tadi di rumah sakit, kalau Umi mau rawat jalan di rumah, Umi harus minum obat supaya cepat sembuh. Minum obatnya, ya, Mi. Adek takut Umi semakin sakit."
Melihat wajah anaknya memelas, Isna luluh juga. Dia bangun perlahan-lahan lalu menenggak obat-obatan yang diharapkan menjadi pereda sakit di paru-parunya yang tersinyalir terkena bronkitis.
"Dek, coba kamu ambilkan minyak gosok Umi di sana," tunjuk Isna pada lemari kayu di sudut kamar.
"Umi mau Adek urut?"
Lagi-lagi kesedihan itu menyerang batin. Tawaran Fathimah justru membuat Isna teringat akan seorang putri yang tak lagi tinggal bersamanya. "Nggak usah, Nduk. Kamu bobok aja. Besok sudah harus kembali ke Darussalam, kan?"
Fathimah tak menghiraukan pertanyaan Isna. Tetap dia tuang minyak gosok yang terbuat dari campuran cengkeh, jahe, dan kayu putih. Dibalurkannya dengan lembut ke tangan dan kaki ibunya. "Mi, gimana kalau aku kuliah di Jogja aja? Sekarang Mbak Eca udah nggak di sini. Siapa yang akan jaga Umi kalau Abah lagi safar begini?"
"Nduk, kamu ini ngomong apa tho? Umi di sini banyak yang jaga. Banyak mahasantri yang sayang dengan Umi. Kamu fokus saja nyantri dan kuliah yang baik."
Fathimah menghela napas. Dia tahu permintaannya akan ditolak oleh Umi. Sebab mondok dan berkuliah di Pesantren Darussalam bukan hanya cita-cita Fathimah, tetapi juga cita-cita Umi dan Abah untuknya. "Ya sudah, tapi mumpung Abah lagi safari dakwah ke Klaten, izinin Adek bobok dengan Umi."
Isna mengangguk dan tersenyum lembut. "Sini, bobok di samping Umi."
Mahasiswi semester 5 itu naik ke ranjang ibunya dan tak perlu menunggu waktu yang lama untuk terlelap.
Isna terbatuk-batuk dengan mata menerawang jauh. Dia tatap jendela kamar yang menampakkan bulan sabit di langit malam. Belum ada satu minggu salah satu putrinya meninggalkan rumah, tetapi rasa rindu dan khawatir terus menghantui hingga matanya selalu sukar untuk terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANAH BAGHDAD
SpiritualeMenikah dengan seseorang yang pernah kamu cintai dalam diam saat hatimu sedang dirundung kecewa? Bukankah itu indah? Begitulah harapan Keisya saat menerima lamaran Fikra, usai kecewa menghadapi kenyataan dia hanyalah anak angkat Umi dan Abah yang sa...