Aku adalah orang yang di temani luka dan di peluk oleh rasa sakit.
---Tayana memejamkan matanya dengan mulut yang sesekali meringis. Pagi ini ia bangun kesiangan, karena ia merasakan cahaya matahari yang mengenai tubuhnya.
Dengan perlahan ia duduk dan menjajarkan kaki nya ke lantai, tatapan nya menatap lurus ke arah dinding. Pagi ini, tayana sedang melamun kan kejadian yang silih berganti.
Tangannya meraba badan nya, hingga tak terasa ia terisak.
"Tubuh ini, selalu di peluk rasa sakit dan luka yang senantiasa menemani rasa sakit ini." Tayana berucap lirih, ia kembali meringis ketika rasa perih dan linu menyerang punggung dan telapak tangan nya. Ia bahkan hampir lupa bahwa semalam ia di cambuk oleh ayah nya sendiri hingga pingsan.
Bangun tidur dan melamun adalah aktivitas yang setiap pagi tayana lakukan, ia merenung. Berpikir, apakah orang tuannya akan bisa menyayangi nya seperti orangtua diluar sana. Yang menyayangi anak nya tanpa melihat kekurangan anak nya.
Tangan yang lecet itu kembali meraba tubuh nya, mengelusi bekas luka. Ada luka yang sudah sembuh dan meninggalkan bekas, ada luka yang baru kering, ada juga luka yang masih basah namun kembali dibuat luka.
Andai ia terlahir dengan normal, ia tidak akan di perlakukan seperti itu. Dan tayana hanya bisa berandai-andai.
Pagi ini ia harus mengepel lantai, ia seakan-akan adalah seorang pembantu. Tidak ada yang menghargai nya, keluarga nya memang tak membuang nya. Namun, ia terasingkan. Nama belakangnya yang tak ada nama keluarga, tidak diakui di muka umum. Dan selalu diperlakukan layak nya hewan. Semenyedihkan itu hidup nya.
🌟🌟🌟
"Jangan lupa dipel dengan bersih ya, babu tayana." Hina Ayu sambil tertawa, melihat anak bungsu majikan nya tersiksa adalah kebahagiaan tersendiri untuk nya dan jua Marni.
"Iya, mba." Jawabnya dengan seadanya, ia mulai berjongkok untuk mengepel, ia menggunakan kain segiempat untuk mengepel lantai.
Bruk!
Tayana langsung berhenti mengepel setelah mendengar suara orang jatuh.
"Tayana...." Teriak Rati yang terjatuh karena terpeleset.
"Bunda?" Tayana merangkak untuk mendekati sang ibu. "Bunda, kenapa?' Tayana ingin menyentuh tubuh Rati namun langsung ditepis dengan kasar oleh Rati.
Rati berdiri dengan mulut yang meringis sakit. "Kenapa kamu bilang? Gara-gara kamu saya jatuh, kamu bisa ngepel dengan benar engga sih!?" Sentak nya. "Buta ya buta, bukan berarti sengaja menumpahkan air ke lantai." Ucapnya dengan geram
Tayana memasang raut wajah bingung. "Tapi tayana memeras kain nya dengan kencang, bagaimana bisa banyak air di lantai?" Tanya nya bingung.
"Cih, menjijikkan!" Hinanya. "Ayu ... Ayu ..." Teriak Rati membuat ayu yang sedari tadi mengintip langsung berjalan ke arah nyonya nya.
"Ada apa, nyonya?" Tanya nya dengan suara pelan, berbanding balik jika berbicara dengan tayana. Jika ia bicara dengan tayana, pasti ia akan berbicara ketus dan angkuh.
"Ambil air di ember itu," tunjuk nya ke arah ember yang penuh dengan air bekas pel. "Siramkan air itu pada anak sialan, itu." Perintah nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAYANA [HIATUS]
Roman pour Adolescents"Sesakit itu, ya?" *** Tayana Osha Dhara Seorang anak yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang keluarga nya. Terlahir dengan fisik yang tidak sempurna membuat keluarga nya yang ambisiuso merasa terhina. Tapi terlahir sebagai tunanetra bukan lah pi...