Jaya menyusul Jenaka beberapa saat kemudian. Sebagian karyawan ada yang pulang karena waktu kerja sudah habis. Sisanya memilih lembur, termasuk Jenaka. Gadis itu masih sibuk menjahit kancing baju. Masih ada setengah keranjang lagi yang harus diselesaikan.
"Tuh, udah disusul suami," ucap Malika setengah bercanda. Jenaka memilih tidak menggubris, bahkan tidak menoleh sama sekali saat Jaya duduk di dekatnya.
"Itu bisa dilanjutin besok, kok. Kamu mendingan pulang sana sama Jaya," lanjut Malika.
"Tinggal dikit lagi, Mbak."
"Dikit dari mana? Itu masih banyak. Sampai malam kalau kamu selesaiin itu sekarang. Mbak nggak mau Jaya marah gara-gara dikasih kerjaan banyak."
"Dia nggak mungkin berani marahin Mbak," balas Jenaka dan masih enggan menatap wajah Jaya. Memang matahari sebentar lagi menyelesaikan tugasnya. Jika dulu Jenaka mengulur waktu pulang dengan alasan bapaknya, sekarang karena tidak mau terlalu lama bersama Jaya.
Perasaan campur aduk yang dirasakan setiap kali berhadapan dengan Jaya tidak bisa dihilangkan. Ditambah malamnya Jenaka selalu waswas laki-laki itu menyelinap masuk dan melakukan hal macam-macam saat Jenaka sedang tertidur.
"Nggak apa-apa kalau Jena mau selesaiin sekarang, Mbak. Aku tungguin." Jaya bersuara. Refleks Jenaka menyeringai. Yakin laki-laki itu mau menunggunya sampai selesai? Paling nanti tidak betah.
"Ya udah kalau gitu Mbak tinggal dulu, ya? Soalnya mau kondangan."
"Iya, Mbak," jawab Jaya dan Jenaka serempak.
Sepeninggal Malika, Jenaka kembali memasukkan jarum ke lubang kancing, mengaitkannya ke kain yang di dalamnya dilapisi kain keras. Tidak ada pembicaraan. Jenaka juga tidak tahu mau bicara apa.
"Kamu tadi beli rujak di mana, Jen?" Jaya membuka percakapan.
"Di depan," jawab Jenaka singkat.
"Kamu mau nggak bikin rujak? Nanti saya yang beli bahan-bahannya, terus kamu yang bikin."
Seketika gerakan Jenaka terhenti, lalu menatap Jaya yang sepertinya berharap sekali dibuatkan rujak. "Saya nggak mau ngurusin orang sakit perut gara-gara kebanyakan makan rujak."
"Ya udah, besok aja gimana?"
"Nggak usah aneh-aneh. Saya itu tahu kalau dituruti sekarang, pasti besoknya minta lagi, minta lagi. Emangnya enak bolak-balik kamar mandi gara-gara sakit perut?"
Bukannya menjawab, Jaya justru menyunggingkan bibirnya. Tangannya mengacak rambut Jenaka hingga perempuan itu merengut kesal.
"Kalau dibilangin itu dengerin! Bukan malah acak-acak rambut orang!" ketus Jenaka.
"Saya itu seneng banget denger kamu yang masih perhatian sama saya. Kamu masih inget kejadian itu, ya?"
"Nggak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelujur Cinta Jenaka
RomanceJenaka ingin menjadi perancang busana seperti Didiet Maulana meskipun hanya lulusan SMA. Namun, ia harus menelan pil pahit saat mengetahui bahwa instruktur di kelas menjahitnya adalah Jaya, mantan pacarnya tujuh tahun yang lalu. Karena sebuah inside...