THE NOVEL'S PART FOUR

18 6 4
                                    

"Mereka jahat banget, tapi kita nggak boleh balas mereka dengan kejahatan, doakan saja yang terbaik buat dia."

***

Bell masuk setelah jam istirahat telah berbunyi, aku duduk di kursiku sambil memandangi kursi Rennath yang kosong tanpa penghuni hanya ada buku, dan tas miliknya. Kemana dia?

Dayana datang dari toilet setelah mencuci poninya yang lepek itu. "Dayana, kamu lihat Rennath nggak??" tanyaku.

Dayana yang sibuk menatap poninya dari kaca hanya menatap kursi Rennath sekilas lalu menggeleng. "Sebaiknya jangan cari tau, kamu tau nggak sih? Kalo mainan kak Rod itu nggak boleh di ganggu sama siapapun," sahut Dayana yang masih sibuk dengan kaca dan poninya yang basah.

Aku menatap bingung ke arah Dayana lalu duduk menghadap dia dengan satu tangan kiri menopang kepalaku. "maksudnya?"

Dayana memutar bola mata malas lalu menghela napas gusar. "Hahh ... Kamu tau nggak selama ini Rennath itu bahan bulanan Rod dan teman-temannya, Rod itu kelas dua belas seharusnya dia lulus dua tahun yang lalu karena dia bandel–cuma, karena dia anak dari investor yayasan sekolah ini dia masih suka di segani semua orang mau murid atau guru sekalipun, di tambah geng dia itu tuh kasar banget, dia nggak segan-segan bully siapapun mau dia perempuan atau laki-laki. Waktu itu pernah ada juga kok, siswa yang berteman sama Rennath tapi, cuma sebentar soalnya dia juga jadi korban bulanan Rod sampai masuk rumah sakit karena patah tulang leher, sejak itu dia nggak keliatan lagi di sekolah."

Aku cukup terkejut mendengar kalimat panjang dari Dayana tapi yang masih berputar di benakku hanyalah, kenapa ya ada manusia sekeji dia masih di segani? Bukannya ini sudah masuk kriminal?

"Terus, apa ada pergerakan dari guru-guru yang lain?" tanyaku.

Dayana menoleh sebentar ke arahku lalu menggunakan pelembab bibir. "Bela Rennath maksud kamu?" Aku mengangguk.

Dayana bergeming sesaat dengan mimik wajah tengah berpikir keras. "Seinget aku sih, pernah ya, cuma tetap aja nggak bertahan lama habis itu gurunya resign tanpa kejelasan rumornya sih habis jadi bulanan Rod dan temennya juga." Aku tertawa hambar mendengar itu.

"Wow! Bisa begitu, ya? Cuma karena dia anak dari investor yayasan sekolah ini dia bisa bersikap kurang ajar? Orang tuanya kemana aja ? Jadi sekolah ini tempat ajang pencaharian siapa paling berkuasa di sini? Haha!!" kataku dengan tawa cukup keras.

Tiba-tiba Dayana berdesis dengan jari telunjuk di depan bibirnya, dengan raut khawatir dia berbisik. "Sstttt diam Venus, kalo yang lain denger gimana? Kita bisa jadi bulanan mereka loh,"

Aku tersenyum miring. "Terus, aku harus takut? Gitu?"

***

Jam pulang sudah berbunyi semua murid sudah berhamburan kecuali aku, aku berdiri di samping meja belajar milik Rennath lalu dengan telaten aku membereskan barang-barang miliknya ke dalam tasnya. Sampai detik ini pula Rennath juga belum kembali, sebenarnya aku bertanya-tanya kemana dia pergi.

Dayana menghampiriku lalu duduk di kursi Rennath kemudian menatap keluar jendela. "Semua yang aku ceritain tadi usahakan kamu jangan ikut campur, ya Venus. Demi kelangsungan hidup kamu lagipula kamu masih murid baru di sini jangan cari luka, btw ternyata view dari sini bagus juga, ya? Jadi pengen pindah meja saja, "

Aku mengangkat tas Rennath lalu melampirkannya kebahu kananku sambil menatap Dayana. "Terus aku harus diem gitu? Sekolah ini nggak adil banget Dayana, coba kamu kasih aku alasan yang kuat kenapa dia bisa begitu sampe sekarang?" tanyaku.

Dayana beranjak lalu merapikan tali tasnya yang di pundaknya. "Sekolah ini kebanyakan anak-anak penjabat sama kayak aku, Rennath cuma anak beasiswa kelas bawah yang lolos masuk sekolah ini jalur prestasi kamu tau 'kan? Orang-orang kayak kak Rod gimana? Kasta Venus, cuma karena kasta, sebenarnya aku kasian cuma ... Ayah aku juga ngelarang keras aku buat bantu dia karena, Papanya itu investor Ayah aku juga, Venus. "

Can't You See Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang