THE NOVEL'S PART ONE

20 7 0
                                    

"Kamu sedih?? Berat ya??"

"Tidak, pergilah!"

***

Jam pelajaran berlangsung, Venus terus menoleh ke arah kirinya yang terdapat Rennath yang duduk sendiri di mejanya, Venus menghela napas gusar saat melihat teman sebangkunya kini menatapnya dengan tatapan manis.

Beberapa menit sebelumnya...

Venus yang telah memperkenalkan dirinya di depan kelasnya kini berjalan menuju ke arah pusat perhatiannya, seseorang yang ia kenal tadi pagi. Saat ia hendak memilih kursi di samping orang itu yang kebetulan kursi di sebelahnya kosong namun, saat ia ingin menyapa objeknya ia malah terhuyung ke arah kiri dan duduk di samping siswi manis yang menatapnya dengan tatapan tak percaya.

"Wah!! Akhirnya aku nggak sendiri lagi! Selamat datang Venus, btw nama kamu lucu juga ya hahaha!" sapanya dengan antusias.

Venus bergeming sejenak lalu menoleh ke arah kiri tubuhnya melihat objeknya tadi kini sibuk dengan dunianya dan buku, Venus menghela napasnya lalu berkata dengan lesu, "Maaf, tapi aku mau duduk di samping dia," kata Venus jujur.

Siswi di sampingnya melirik ke arah objek yang Venus lihat lalu menatap Venus tak percaya. "Kau mau duduk sama dia? Aku saranin sih jangan ya anak baru, oh ya aku Dayana salam kenal!"

Dan inilah endingnya walaupun dengan berat hati Venus duduk dengan teman sebangkunya Dayana namun, apa boleh buat ia hanya bisa berpasrah yang terpenting ada yang mau berteman dengannya saja ia sudah bersyukur. Jam pelajaran berjalan tenang selama empat jam penuh tanpa jeda istirahat bell istirahat berbunyi semua murid berhamburan keluar menuju Cafeteria untuk sekedar makan siang atau ke taman sekolah memakan bekal bersama dengan sahabatnya.

Hari ini Venus tidak pergi ke cafeteria melainkan Room Tour mengelilingi sekolah barunya bersama Dayana, Venus belum membayar makan bulanannya di sekolah barunya. Saat ia hendak bersiap keluar kelas bersama Dayana Venus melirik kembali ke arah Rennath yang kini tengah mengerjakan tugas di tiga buku sekaligus dengan gerakan terburu-buru lalu bergerak cepat merapikan semua bukunya dan pergi keluar kelas dengan jalannya yang sangat cepat. Venus hanya bergeming melihat gelagat Rennath hingga lamunannya di buarkan oleh Dayana yang kini menggandeng tangannya.

"Kamu fasih Bahasa Inggris atau Melayu? Cuma nanya aja sih supaya aku bisa ngomong banyak dengan bahasa yang kamu bisa," sahut Dayana seraya menarik lengan Venus untuk ikut dengannya, Venus tersenyum tipis.

"Dua-duanya bisa."

Dayana mengangguk mengerti lalu mengajaknya berkeliling sekolah, di sisi lain Rennath tengah berjalan cepat menuju gedung kelas dua belas yang gedungnya cukup jauh dari gedung kelas sepuluh, tiga siswa kelas dua belas kini berdiri di depan kelasnya seraya menggoda banyak siswi yang lewat di depan mereka, seragam yang berantakan, rambut yang tidak rapi, menjadi ciri khas mereka bertiga terlebih lagi mereka most wanted penjuru sekolah hingga kalangan guru sekalipun. Ketiga siswa itu bernama Rod sebagai pimpinan sangat suka bermain dengan wanita, paling di takuti banyak kalangan karena Papanya adalah seorang donatur sekolahnya akan tetapi sifat malaikat beliau tidak turun kepada sang anak, Rod. Siswa kedua bernama Sanchez ia keturunan Malaysia - Australia memiliki warna rambut coklat alami dan warna mata coklat yang sangat di sukai banyak siswi dan guru wanita dengan sekali kedip banyak wanita yang luluh dan yang terakhir adalah Jackson dia adalah siswa yang cukup waras diantara mereka, memiliki sifat dingin karakter Korelis dan Plegmanis menjadi satu, terkadang iblis kadang kala menjadi Malaikat dan sangat manis.

"Lama banget! Dia lupa nggak sih kalau dia harus mengumpukan tugas kita?" tanya Rod dengan nada kesal terlihat juga raut wajahnya yang geram akan orang yang ia tunggu.

Jackson yang tengah bermain game onlinenya melirik ke arah Rod lalu menghela napasnya. "Sabar."

Tak lama kemudian Rennath datang dengan terangah-engah setelah berlari dengan sangat jauh  menuju gedung kelas dua belas seraya memeluk tiga buku tulis milik mereka, tanpa butuh waktu panjang Rod merampas buku itu lalu memukul kepala, tubuh Rennath dengan buku sangat keras hingga remaja itu mengaduh kesakitan. Rennath menunduk takut, Rod tersenyum remeh. "kalau masih lelet terus, hukumannya akan bertambah kayak lari  muterin lapangan tanpa seragam, hahaha!"

Rennath yang takut akan hukuman itu hanya bisa diam menunduk menatap kedua sepatunya, tak lama Rod menendang tulang kering kakinya hingga jatuh tersungkur, mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya.

"Aduh sakit, ya? Kakinya gatel pengen menendang orang sorry kadang kakinya suka otomatis nendang, ayo pergi, terimakasih babu!" sahutnya dengan nada mengejek tak lupa memukul kepala Rennath dengan buku itu lagi dengan sangat keras.

Di waktu yang bersamaan Dayana dan Venus berjalan mengelilingi gedung kelas dua belas, mata Venus melirik objek yang kini sedang duduk menahan sakit di lihat dari postur tubuhnya Venus langsung berlari ke arah objek itu dan memegangi pundaknya dengan nada khawatir.

"Nath! Kamu gapapa?" tanya Venus dengan nada khawatir begitu juga raut wajahnya.

Rennath yang mendengar penuturan itu menatap tajam ke arah Venus. "Jangan sok peduli, aku gapapa." Rennath menepis tangan Venus dari pundaknya lalu mencoba berdiri walaupun kakinya terasa sangat sakit sehabis di tendang Rod dengan sepatunya.

Rennath terhuyung karena kakinya itu dengan sigap Venus langsung menangkap tubuh Rennath dengan cara memegangi lengan kanannya lagi-lagi tangan Venus di tepis kasar.

"Tolong jaga jarak, jangan terlalu deket dan jangan sok peduli, minggir!" bentak Rennath lalu berjalan pincang meninggalkan Dayana dan Venus.

Dayana bergerak menggandeng lengan Venus lalu berkata, "dia agak aneh sebenarnya, kalo bisa jangan deketin dia, banyak rumor yang bilang ia autis makanya dia selalu sendiri dan selalu diem,"

"Autis? Dia normal nggak ada gejala autis sedikitpun,"

Dayana menghela napasnya lalu mengedikkan bahunya. "kita cuma di himbau supaya nggak temenan, ngomong sama dia, kak Rod yang minta, udah banyak rumor yang jadi buah bibir orang-orang di sini, entah mana yang bener jadi lebih baik kamu menghindar dia biar nggak di jauhi seluruh sekolah di sini,"

Venus bergeming mencerna perkataan Dayana, "kalo aku temenan sama dia kamu bakalan jauhin aku?"

"Nggak." jawab Dayana cepat.

"Kamu bilang seluruh." sahut Venus sebal lalu pergi meninggalkan Dayana sendiri.

Venus  dan Dayana kembali ke dalam kelasnya, Venus kini melihat ke arah Rennath yang kini sibuk mendengarkan Earphonenya dengan tubuh bergerak sesuai irama lagu, Venus membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah camilan biskuit vanilla sisa tadi pagi.

Venus berjalan ke arah Rennath lalu duduk di samping anak remaja itu, Rennath yang peka terhadap lingkungan kini menoleh ke arah kanannya dengan wajah bingung lalu melepas sebelah earphonenya kemudian menatap Venus yang tengah menyodorkan biskuit vanilla dengan senyum merekah. "buat kamu, hadiah pertemanan tadi pagi, kamu lagi dengerin apa?" tanya Venus dengan nada bersahabat namun, tidak di gubris oleh Rennath.

Venus menghela napasnya lalu menaruh Biskuit itu di atas meja belajar Rennath lalu beranjak dari kursi itu menuju kursinya namun, ia di buat terkejut saat Rennath datang ke arah mejanya mengembalikan biskuit itu. "aku nggak suka biskuit kasih aja ke Dayana dan tolong jaga jarak."

Lagi-lagi Venus bergeming lagi melihat biskuit yang ia berikan di kembalikan di depannya, Rennath menatap mata Venus sebentar lalu kembali ke mejanya dan kembali melakukan kegiatannya yang tertunda.

"Kan udah di bilangin 'kan? Kalo di bilangin tuh dengerin." tegur Dayana lalu mengambil biskuit vanilla yang masih tersegel itu dan memakannya. Venus menatap Rennath dengan hati yang berbicara, "Kamu mirip banget sama Cio," 

***

Cukup untuk hari ini see u!^^

Can't You See Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang