Biarlah semua berjalan sesuai alurnya
~Calista~
•
•
•"Van ayok pulang," ajak Zidan menatap iba Devan yang terus memeluk nisan yang bertuliskan nama Arga itu. Bahkan sekarang yang tersisa hanya mereka, sudah banyak yang pulang setelah mengucapkan belasungkawa.
Devan menggeleng lemah. "Kasihan papa. Disini gelap," lirihnya.
Gio menghapus air matanya secara kasar. Ia ikut berjongkok menyamakan posisinya dengan Devan. "Van..." panggilnya pelan.
"Kenapa papa malah ikut mama Gio? kenapa papa tega ninggalin gue sendiri? gue juga pengen ikut... pengen ketemu mama. Kenapa cuma papa yang mama bawa!"
Gio menggeleng cepat. "Istighfar Van. Lo gak boleh kaya gini. Masih ada Calista, masih ada kita, lo gak sendiri."
Devan menghela nafas pelan. Sembari mengatur nafasnya yang sedikit sesak. "Papa ninggalin gue disaat hubungan kita lagi renggang. Kalau tau papa bakal pergi gue gak mungkin cuekin papa! gue nyesal marah sama papa. Harusnya gue habisin waktu berdua sama papa, Devan nyesal pa! maaf..."
Alvin mendekap erat tubuh lemah Devan. Nasibnya sama, Alvin juga yatim piatu. "Gue faham gimana rasanya jadi lo Van. Tapi mau bagaimana pun lo harus tetap kuat, buang fikiran buruk lo itu ya? ingat ada Calista. Gadis itu juga sendiri Van, kalau bukan lo siapa lagi yang dia punya? kuat ya, setidaknya untuk Calista."
Kenapa semua orang justru membahas Calista? bahkan mendengar namanya saja sudah membuat Devan sangat muak.
"CALISTA!"
Mereka semua menoleh, menatap kedepan. Semuanya melotot, kecuali Devan saat melihat Calista berlari mendekati mereka dengan kondisinya yang lemah. Dibelakangnya ada Azha dan Viola yang berusaha mengejar. Bahkan sering kali Calista terjatuh, namun gadis itu kembali bangkit.
Bukkk
Tubuh gadis itu ambruk diatas gundukan tanah yang masih basah itu. Calista, gadis itu memeluk erat nisan yang bertulis nama Arga.
Azha dan Viola mendekat. "Ca kondisi lo masih lemah. Kerumah sakit ya?"
Calista menggeleng lemah. "Gue mau nemanin papa."
"Besok kesini lagi, lo baru siuman Ca," ucap Azha pelan.
Memang Calista baru siuman setengah jam yang lalu. Gadis itu segera meminta diantar ke makam, namun Azha dan Viola menolak keras. Namun bukan Calista namanya jika tidak keras kepala, gadis itu justru dengan nekat melepas semua alat yang terpasang ditubuhnya. Lalu berlari keluar ruangan, hal itu yang membuat Azha dan Viola terpaksa mengantar Calista kesini.
"Lista nanti pingsan gimana?" khawatir Viola.
"Gue kuat kok La," balas gadis itu dengan lirih.
Sedangkan Devan hanya menatap datar. "Pergi lo dari sini!"
Semuanya menatap kaget. Kecuali Calista hanya memilih diam.
"Semua ini gara-gara lo. Kalau papa gak ngantar lo papa gak bakal kecelakaan! lo itu selalu penyebab gue kehilangan. Gue benci banget sama lo..." tekan Devan dingin dan terdengar tajam menusuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENGGANG 《Devan and Calista》
Teen Fiction~RENGGANG~ "Aku memang mencintaimu, bahkan lebih dari mencintai diriku sendiri. Tapi hati aku bukan baja yang tetap utuh saat ditusuk duri. aku gak sekuat itu menanggung beban seberat ini. Aku mengalah, aku tidak bisa melawan takdir. Pergilah bersam...