SALAH PAHAM

444 30 5
                                    

Wonu merebahkan tubuhnya di atas kasurnya sambil memejamkan matanya dengan tenang. Salah satu lengannya terlentang hingga menutupi sebagian wajah tampannya. Saat ini, ia membutuhkan kedamaian untuk menenangkan pikiran yang terus mengusiknya. Rasa bersalahnya terhadap saudaranya sendiri benar-benar membuatnya hampir gila.

Bisa-bisanya gue ngelakuin hal bodoh sama pacar adek gue sendiri. Wonu menghela napas berat untuk yang kesekian kalinya. Ia bingung harus berbuat apa untuk menyelesaikan masalah ini? Atau jangan-jangan, memang tidak ada jalan keluarnya?

Ponsel di samping Wonu tiba-tiba berbunyi - memberikan tanda notifikasi pesan masuk. Wonu lalu membuka matanya dan langsung mengambil benda pipih tersebut.

Cacha? Tanpa sadar, kedua sudut bibir Wonu sedikit terangkat hingga membentuk senyuman tipis di wajahnya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, kemudian memeriksa pesan dari orang yang sangat berharga di hidupnya.

Cacha:
Kak Wonu, Cacha kesepian. Cacha main ke rumah Kak Wonu, ya?

Wonu:
Besok aja, ya datangnya?

Cacha:
Cacha maunya sekarang. Cacha juga belum makan malam. Cacha datang, ya? Sekalian kita makan bareng. Udah lama juga Cacha gak ketemu sama Kak Wonu sama Kak Mikeee. Cacha rinduuu ಥ⁠‿⁠ಥ

Wonu menghela napas berat. Bukannya ia tak mau Cacha datang, tapi di rumahnya ini lagi ada Icha. Ia tak mau jika Cacha harus ketemu dengan gadis gila itu. Apalagi jika Cacha sampai merasa kesulitan karenanya.

Cacha:
Boleh, ya? Boleh, ya? Ó⁠╭⁠╮⁠Ò

Sekali lagi Wonu menghela napas berat, kemudian sedikit berpikir untuk mempertimbangkan permintaan gadis kecil menggemaskan ini.

Wonu:
Ya udah, oke. Tapi biar Kaka yang jemput, ya? Bahaya kalau kamu nyetir sendirian jam segini.

Cacha:
Yeeeee, oke, Kak. Cacha prepare dulu biar cantikkkk (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Wonu hanya tersenyum sembari geleng-geleng membaca pesan singkat dari Cacha yang menurutnya terlampau menggemaskan. Kayaknya, kekhawatirannya terlalu berlebihan mengenai Icha yang akan membuat gadis imut ini kesulitan. Apa gunanya ia kalau tak bisa melindungi Cacha dari orang seperti Icha?

Wonu:
Iya, tapi kamu udah cantik, kok Cha.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Setelah menyegarkan tubuhnya selama beberapa menit di kamar mandi, Mike masuk ke dalam kamarnya untuk melihat kondisi Icha. Gadis itu tengah beristirahat di atas kasurnya. Lalu, Mike mendekat dan duduk ditepi kasur.

"Cha, maaf karna sifat Abang gue yang kasar sama lo, ya?"

Icha yang rebahan membelakangi Mike masih terdiam. Ia sedang menikmati empuknya kasur yang menghilangkan rasa lelahnya.

"Gue juga minta maaf karna gue tadi asal nyebut lo pacar gue."

"Gue marah, Cha ..."

Marah karna cewek yang gue suka dikasarin.

"... Marah karna Abang gue juga emang udah kelewatan."

Sama kayak gue yang udah kelewat jatuh cinta sama lo.

Icha menghela napas. Perasaan, dulu masa remajanya di dunia aslinya tidak seruyam ini. Ia kemudian mendudukkan tubuhnya malas-malasan dan menatap ke arah Mike yang juga tengah melihatnya. Sebagai perempuan, ia tidak terlalu mempermasalahkan berbicara sama Mike dengan penampilannya yang amburadul seperti sekarang ini. Apalagi ia sama sekali belum menyegarkan diri sejak keluar dari hotel.

"Sans aja. Gue ngerti, kok. Gak usah terbebani sama apa yang udah terjadi. Gue malah yang harusnya ngomong makasih karna lo udah mau bantu gue. Makasih banyak, ya Mike." Icha memamerkan senyuman tulusnya.

Mike terkekeh kecil. Tingkah Icha yang seperti ini begitu menggemaskan di matanya. "Iya, Cha sama-sama. Cha, malam ini lo maunya kita makan di luar atau di rumah aja? Atau ... Lo mau mandi dulu sebelum makan?"

Icha tampak berpikir, menimbang hal yang ingin dilakukan terlebih dahulu. "Emangnya ada handuk yang belum dipake?"

"Ada. Gimana, mau mandi dulu?"

"Karna gue lelah seharian di luar, boleh, gak kita makan di rumah aja?"

"Boleh," jawab Mike menyetujui permintaan Icha dengan cepat.

"Ya udah, gimana kalau gue mandi dulu, terus lo beli makan? Gimana, gapapa, kan?"

"Iya, Cha. Aman aja." Mike kemudian berdiri dari duduknya, melangkahkan kaki menuju lemarinya untuk mengambil jaket yang akan ia kenakan.

"Lo tunggu dulu di sini, ya Cha? Gue ambilin lo handuk baru dulu."

"Oke, Mike. Makasih, ya."

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Icha keluar dari bilik kamar mandi dengan tubuhnya yang terbalut handuk dari atas dada hingga atas lutut. Rambutnya yang basah terurai bebas menyentuh punggung mulusnya, juga kulit putihnya itu masih terasa lembab. Ia melangkah dari ruang tengah dengan perasaan was-was menuju kamar Wonu. Pasalnya, gadis ini tidak memiliki pakaian dan dalaman ganti untuk ia kenakan. Meminta tolong pada lelaki itu untuk membelikan yang ia butuhkan, bukan masalah besar, kan?

Icha kini berada tepat di depan pintu kamar Wonu. Dimantapkannya hatinya berkali-kali untuk berani mengetuk papan kayu di depannya. Saat ia akan merealisasikan niatnya, pintu itu tiba-tiba saja terbuka menampakkan seorang lelaki bertubuh tinggi yang menggunakan seset pakaian hitam di seluruh badannya. Aroma tubuhnya begitu harum membuat Icha terpesona hingga hampir melupakan niat awalnya mendatangi lelaki ini.

Pesona cowok berkacamata yang ini emang beda, ya?

Wonu sebenarnya sangat terkejut dengan keberadaan gadis di depannya ini, tapi untungnya ia masih dapat mengendalikan ekspresi wajahnya. Ia menghela napas berat, lalu membuang pandangannya ke samping. "Apa lagi mau lo, hm?" Nada suaranya terdengar jengah menghadapi Icha.

Icha meneguk salivanya. "Lo mau ngedate, ya?" Mendengar pertanyaannya sendiri, sontak pupil matanya melebar kaget, lalu ia membekap mulutnya cepat dengan kedua telapak tangannya. Astaga, ngomong apa, sih Cha? Itu, kan bukan urusan lo!

"A-anu, maksud gue bukan itu. Gue sebenarnya datang ke sini buat ..." Belum selesai Icha menyelesaikan kalimatnya, Wonu langsung menyambar memberikan balasan. Ia menoleh ke Icha dengan tatapan arogannya.

"Kenapa? Lo rindu sama kecupan gue?"

"Bu-bukan itu ..." Icha jadi gugup setengah mati untuk menyangkal ucapan Wonu. Padahalkan, niatnya tadi bukan untuk menanyakan hal yang tidak berguna seperti itu.

Wonu maju selangkah membuat Icha pun harus mundur selangkah.

"M-Mau ngapain lo?"

Wonu tersenyum licik, menundukkan sedikit tubuhnya hingga membuat jarak wajahnya sangat dekat dengan wajah Icha. Ia mengangkat dagu gadis di depannya dengan kasar. "Entahlah. Mungkin kali ini gue bakalan lebih bringas ketimbang malam kemarin."

Ck, gini doang gue udah tambah jijik sama dia.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Vote, demi membantu keberlangsungan cerita ini.

My Arrogant HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang