Wonu melajukan mobil yang dikemudikannya dalam kecepatan rata-rata. Sorot mata elangnya memandang lurus jalanan yang akan dilewati dengan pikiran yang terus terusik tentang kejadian beberapa menit lalu di rumahnya. Kini Wonu cuma diam, enggan mengeluarkan suara sedikit pun, membiarkan keheningan menguasai ruang mobilnya sebab emosinya masih berkecamuk di tubuhnya. Sementara Cacha yang duduk di sampingnya tengah berusaha untuk meredakan tangisannya sembari menyusun rencana matang-matang buat menjatuhkan Icha.
Pertama, Cacha harus buat Kak Wonu ilfeel se-ilfeel-ilfeel-nya sama Kak Icha. Kedua, sebentar Cacha harus chat Kak Mike buat conffes soal perasaan Cacha. Cacha yakin, Kak Mike pasti mau putusin cewe kasar kayak Kak Icha itu demi Cacha. Dan terakhir, selamat tinggal CEWE MURAHAN!
"Kak, Cacha boleh nanya, gak?" lirih Cacha yang mulai beraksi dengan suara serak.
"Iya, Cha," jawab Wonu dengan oktaf suara rendah. Ia tidak bisa mengabaikan Cacha walau sebenarnya ia lagi malas untuk berbicara, tetapi ia juga tidak mau kalau kelakuannya malah dapat menambah kesedihan gadis kecil itu.
"Sebenarnya Cacha penasaran, apa bener, Kak Mike pacaran sama Kak Icha?" Cacha bertanya dengan menundukkan kepalanya sambil mengusap-usap pipinya yang lembab akibat air mata. Namun, ia juga memasang kupingnya baik-baik demi mendengarkan jawaban yang akan keluar dari mulut Wonu.
Wonu memutar alat kemudinya ke kiri terlebih dahulu untuk membelokkan mobil. Ia lalu melirik Cacha, memastikan kondisi gadis itu hingga akhirnya telapak tangannya mendarat membelai lembut rambut halus Cacha. "Ntahlah, Cha. Kak Wonu juga gak tau pasti."
Cacha menggertakkan rahangnya kesal. Ia bahkan sampai mengumpati Icha dengan berbagai sumpah serapah di dalam hatinya. "Kak, Kak Wonu emang gak khawatir apa sama Kak Mike kalau mereka pacaran? Ngeliat temperamen Kak Icha yang suka marah-marah kayak tadi, Cacha jadi takut. Sepertinya Kak Icha bukan cewe baik-baik. Bisa aja, kan kalau Kak Icha malah suka main cowo di belakang Kak Mike?" Padahal, ketika insiden di meja makan tadi, Icha sama sekali tidak mengamuk atau bahkan marah-marah tidak jelas. Hanya saja, gadis itu memang sempat berbicara dengan nada tak santai.
Mendengar pernyataan terakhir Cacha mengenai Icha yang bermain cowok di belakang Mike membuat Wonu terbatuk-batuk karena kaget. Di benaknya langsung terlintas jelas kejadian panas antara dirinya dan Icha waktu di hotel.
"Gak, Cha. Kita gak boleh berpikiran sejauh itu. Oh, ya, Cha, kuliah kamu akhir-akhir ini, gimana?" elak Wonu mencoba mengalihkan perbincangan.
Cacha menatap Wonu curiga. "Kak Wonu ngalihin pembicaraan, ya?" tebaknya.
"Bukan gitu, Cha."
"Jadi, Kak Wonu lebih milih Kak Icha daripada Cacha?"
Wonu menghela napas berat. "Gak, Cha. Kaka gak mungkin lebih milih Icha dibanding kamu."
"Terus, kenapa tadi Kak Wonu manggil Kak Icha dengan panggilan akrabnya? Jangan bilang ..."
"Cha." Wonu memotong kalimat Cacha dengan suara yang terdengar serius. Ia bahkan sampai menolehkan pandangannya ke gadis itu hingga membuat kontak mata mereka terjalin sempurna.
"Gak usah mikir yang macem-macem. Kaka cuma suka sama kamu." Setelahnya Wonu kembali fokus menyetir. Jantungnya berdetak hebat saat mengatakan itu. Bahkan sebenarnya ia belum siap untuk menerima kenyataan jika dirinya ditolak.
Cacha tertegun di tempat mendengar itu. Detik berikutnya, ia langsung gelagapan tak karuan mencari ide untuk menormalkan kembali situasi. "Ah, maksud Kak Wonu, Kak Wonu suka sama Cacha cuma sebatas Kakak beradik aja, kan?"
Jelas-jelas bukan itu maksud perkataan Wonu barusan, tapi lelaki ini mengerti bahwa itu adalah sebuah penolakan. "Iya," jawab Wonu tenang, menatap lurus ke depan, ke arah jalan.
"Hahaha, iya, Kak. Cacha juga suka sama Kak Wonu sebatas kaka beradik, kok." Cacha kemudian mengatur ulang posisi duduk ke yang lebih nyaman sembari memejamkan matanya. Ia ikut diam bersama Wonu untuk menciptakan keheningan seperti sedia kala.
Sebel! Sebel! Sebel! Kenapa jadi gini, sih? Kenapa bukan Kak Mike yang nembak Cacha?
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Icha bertaruh pada dirinya sendiri kalau pagi ini ia bakalan cekcok lagi dengan Wonu. Ia sebenarnya malas berhadapan dengan lelaki tampan yang akhlak mulutnya mines, tetapi demi keberlangsungan hidupnya, mau tidak mau pagi ini ia perlu adu mulut sedikit dengan cowok itu.
Icha duduk di ruang tengah, menunggu Wonu keluar dari kamarnya sembari memikirkan kata-kata penyerangan yang akan digunakannya agar cowok itu bisa kalah telak saat berargumen. Hari ini, ia berencana pergi ke kampus dan butuh seseorang untuk mengantarkannya ke sana. Kesepakatan semalam itu adalah Mike. Namun, cowok itu tiba-tiba ada urusan mendesak yang mengharuskan dirinya berangkat pagi-pagi sekali. Jadi, opsi selanjutnya, siapa lagi kalau bukan, Wonu?
Akhirnya yang ditunggu-tunggu Icha pun terjadi. Wonu keluar dari biliknya dengan mengenakan kaos oblong putih polos dan celana pendek di atas lutut. Cowok itu tampaknya baru bangun, dapat dibuktikan dengan rambutnya yang acak-acakan dan matanya yang sayup-sayup menyesuaikan pencahayaan di sekitarnya. Wonu dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, berjalan menuju dapur. Tentu saja Icha tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia sampai menghampiri Wonu dengan semangat yang memutus urat malunya.
"Good morning, Ganteng! I hope today you receive much patience from God!" Icha berjalan di samping Wonu, diangkatnya wajahnya untuk melihat ekspresi Wonu yang datar - yang tidak memedulikan keberadaannya.
"How are you this morning? Are you okay, Ganteng? Did you sleep well last night?" Sembur Icha dengan berbagai pertanyaan. Ia harus membuat Wonu membuka suaranya.
Wonu membiarkan Icha mengoceh sendirian. Ia terus melangkahkan kakinya hingga di depan dispenser. Diraihnya gelas yang terletak di meja kecil yang ada di sebelah dispenser, lalu mengambil air minum. Setelah berhasil meneguknya, ia menaruh benda kaca itu di tempatnya semula. Kemudian memutar badan, berniat untuk balik ke kamar, tapi lagi-lagi Icha kembali bertingkah kepadanya. Gadis itu mendorongnya hingga membuat tubuhnya terhentak ke tembok.
Icha mendekat, tangan mungilnya berada dikedua sisi dada Wonu agar menghalangi cowok itu pergi. Sebenarnya Icha inginnya tangannya berada di sisi leher lelaki itu, tapi mau bagaimana lagi, Wonu terlalu tinggi untuknya.
Icha mengangkat wajahnya. Kali ini manik coklatnya dapat berkontakan dengan mata elang Wonu sebab cowok itu juga menurunkan pandangannya demi melihat aksi yang akan dilakukannya.
"Masih berani cuekin gadis manis kayak gue, ha? Gue udah baik hati loh mau ngajak berdamai duluan." Suara Icha meninggi berharap dengan begitu nyali Wonu dapat menciut.
Wonu menaikkan satu alisnya. Memancarkan aura yang meremehkan orang di hadapannya. "Kalau gue gak mau, gimana?"
Icha menghempaskan napasnya sembari menunjukkan senyuman liciknya. "Gadis manis di pagi hari ini bakalan maksa lo buat berdamai."
"Caranya?"
"Opsi pertama dengan kata-kata, opsi kedua kiss, opsi ketiga bisa aja gue perkaos lo sekarang. Jadi, lo pilih yang mana?" tanya Icha sambil menaik turunkan alisnya - menantang.
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Vote-nya vreennnn.
• Abbyscha Shannon (Icha)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Husband
Ficção Adolescente[AKU LAGI KULIAH. SABAR, YA] "Kamu dan aku, seindah cahaya lensa." William J. Wonwoo Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ Perempuan cantik bernama lengkap Abbyscha Shannon yang kerap disapa Icha itu tersentak kaget, pasalnya kini terdapat sesosok anak mud...